Salah satu upaya untuk mempercepat pembangunan pertanian yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat perdesaan , adalah dengan menumbuhkan dan mengembangkan kelembagaan petani, karena program pertanian yang dikelola secara berkelompok akan lebih efektif karena bisa menjangkau banyak petani dan meudahkan pembinaannya. Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) merupakan salah satu bentuk kelembagaan petani yang didirikan, dimiliki dan dikelola oleh petani secara berkelompok dengan fokus peningkatan kesejahteran petani serta pengembangan sumberdaya manusia petani dan lingkungannya. Selain mengelola aktifitas produktif di bidang pertanian, P4S juga bisa menjadi lembaga pembelajaran dan pelatihan bagi para petani di sekitarnya.
Selama ini keberadaan P4S memang cenderung kurang populer dibandingkan dengan kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan), karena membentuk poktan atau gapoktan relatif lebih mudah dibandingkan dengan menumbuhkan P4S.
Untuk membentuk sebuah lembaga pelatihan petani secara swadaya dalam wadah P4S memang dibutuhkan sumberdaya petani yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih serta mempunyai kemampuan untuk menyebarluaskan informasi pertanian kepada masyarakat disekitarnya serta memiliki kepedulian dan semangat untuk berswadaya dalam menjalankan aktifitasnya. Itulah sebabnya jumlah P4S masih sangat terbatas, tidak seperti kelompok tani atau gabungan kelompok tani yang sudah ada di setiap desa.
Seperti di kabupaten Aceh Tengah, meski kelembagaan P4S sudah lama terbentuk, namun baru beberapa P4S saja yang bisa terus eksis sampai dengan saat ini, salah satunya adalah P4S Rebe Bahgie yang berlokasi di Pantan Terong, Kecamatan Beesen, Kabupaten Aceh Tengah. Kelompok P4S yang didirikan oleh para petani hortikultura di kawasan Pantan Terong ini, sudah mulai eksis sejak tahun 2008 yang lalu. Mengandalkan keterampilan dan pengalaman para anggotanya dalam bidang usaha tani hortikultura, kelompok ini mulai menggeliat dengan menfaatkan lahan marginal yang ada di kawasan yang kini sudah ditetapkan sebagai kawasan agrowisata di Dataran Tinggi Gayo ini.
Memanfaatkan potensi lahan dengan kondisi agroklimat yang memang sesuai untuk pengembangan hortikultura dataran tinggi, P4S Rebe Bahgie yang saat ini diketuai oleh Ahdi Opatwa ini, mulai menggarap lahan yang selama ini nyaris tidak pernah dimanfaatkan ini menjadi lahan budidaya sayur-sayuran seperti kentang, kubis/kol, wortel, buncis dan kapri/arcis. Salah satu kelebihan kelompok ini adalah budidaya sayuran yang mereka lakukan mengacu kepada konsep organik, dimana dalam budidaya tersebut hanya memanfaatkan pupuk organik dan meminimalisir penggunaan bahan-bahan kimia.
Mereka sangat menyadari, lahan pertanian yang mereka garap saat ini merupakan kawasan agrowisata yang banyak dikunjungi orang, dengan menjaga kealamian produk pertanian yang mereka hasilkan, maka konsumen yang akan membeli komoditi yang mereka tanam tidak akan khawatir tentang keamanan pangan dari produk pertanian yang mereka beli, karena mereka bisa melihat langsung proses budidayanya..
Tapi kalau hanya sekedar beraktifitas usaha tani, tentu tidak ada bedanya dengan kelompok tani dan gebungan kelompok tani lainnya, menyadari hal tersebut P4S Rebe Bahgie, juga membuka kesempatan bagi petani disekitar lokasi mereka untuk belajar atau menimba pengalaman di lahan usaha tani mereka. Sebuah saung sederhana, mereka siapkan untuk “menampung” para petani yang ingin belajar disini, begitu juga dengan lahan sayuran yang mereka kelola secara berkesinambungan, bisa menjadi wahana pembelajaran sepanjang waktu.
Eksistensi P4S Rebe Bahgie tentu saja tidak bisa dilepaskan dari peran para penyuluh yang ada di BP3K Bebesen, .mereka selalu siap untuk memfasilitasi pelatihan-pelatihan kecil yang dilaksanakan oleh kelompok ini. Begitu juga dengan pembinaan secara rutin, terus dilakukan para penyuluh pertanian yang berada di bawah koordinasi Athaullah, SP ini. Secara khusus, Athaullah selaku coordinator BP3K Bebesen telah menugaskan seorang penyuluh yaitu Yusfi Leili, SP untuk membina P4S ini, dan berkat bimbingan Yusfi, P4S Rebe Bahgie semakin berkembang.
Pengembangan usaha
Berhasil dengan usaha tani sayuran dataran tinggi, Ahdi berinisiatif untuk mengembangkan usaha tani mereka, pilihan mereka jatuh kepada ternak sapi, karena ketersediaan pakan yang cukup di daerah ini dan pemeliharaan ternak jenis ini juga tidak terlalu rumit. Ada dua keuntungan dengan mengembangkan ternak sapi di lahan mereka, selain mendapat keuntungan dari budidaya sapi baik dari anakan maupun penggemukan, mereka juga bisa memanfaatkan limbah ternak itu sebagai bahan utama pembuat pupuk organic yang merka gunakan untuk usaha tani sayuran mereka. Belakangan P4S ini juga sudah mulai merintis pemanfaatan limbah ternak sapi ini menjadi biogas.
Menyadari bahwa kawasan Pantan Terong kini mulai berkembang sebagai kawasan wisata agro, Ahdi dan kawan-kawan tidak ingin kehilangan momentum. Mereka mulai melakukan budidaya markisa secara intensif, yaitu menggunakan para-para yang terbuat dari kayu. Mereka punya obsesi, suatu saat para wisatawan yang datang ke kawasan agrowisata pantan terong akan bisa menikmati buah markisa dengan cara memetik sendiri dari pohonnya, tentu ini sebuah peluang ekonomi yang sangat menjanjikan.
Apalagi infrastruktur jalan menuju kawasan ini juga sudah baik, sehingga akan semakin banyak wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi lokasi wisata agro ini. Ada keunikan dari wisata agro Pantan Terong ini, selain bsa menikmati hijaunya lahan pertanian, dari tempat ini para wisatawan juga dapat menikmati keindahan Danau laut Tawar dari kejauhan, karena Pantan Terong memang berada di puncak perbukitan kecil. Mirip dengan daerah Dieng di Wonosobo atau Puncak di Bogor.
Keberhasilan P4S Rebe Bahgie “menghijaukan” kawasan Pantan Terong dengan berbagai tanaan hortikultura, kahirnya menarik perhatian banyak petani dari berbagai daerah, bukan hanya dari seputaran kabupaten Aceh Tengah tapi juga dari daerah lain. Rta-rata mereka datang memang ingin melihat laksung aktifitas P4S ini sekaligus belajar dari mereka tentang budidaya sayuran organic.
Tak hanya petani yang kemudian mendatangi tempat ini, para pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian baik di tingkat pusat maupun provinsi juga tertarik untuk melihat keberhasilan P4S ini. Dari buku tamu yang pada P4S ini, sudah ada puluhan pejabat dari Ditjen Hortikultura, Ditjen Peternakan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian< Balai Pengakjian dan Penerapan Teknologi Pertanian, Balai Pelatihan Pertanian Jambi, Dinas Pertanian Aceh, Balai Diklat Pertanian Aceh dan masih banyak lagi pejabat yang tercatat pernah mengunjungi kelompok ini.
Mengingat bahwa kunjungan petani maupun pejabat pertanian ke kelompok P4S ini semakin meningkat, Ahdi berharap kepada pihak terkait untuk membantu pembangunan saung atau tempat pembelajaran yang lebih representatif, bahkan kalu isa lengkap dengan tempat pemondokan. Jadi petani yang mau belajar disini selama beberapa hari bisa menginap disini, tentu ini menjadi lebih efektif dan efisien.
“Kalau bisa bapak-bapak pejabat terkait, mohon dibantu lah kami ini untuk membangun saung tani yang lebih besar dan luas, kalu bisa dengan tempat pemondokannya sekalian, kalau ada pameondokan, kan para petani yang ingin belajar disini nggak perlu pulang balik setiap hari” begitu kira-kira harapan Ahdi setiap kali ada pejabat pertanian yang mengunjungi P4S yang diketauinya.
Beberapa pejabat yang pernah hadir memang sudah berjanji untuk membantu merealisasikan “mimpi” Ahdi dan kawan-kawan, namun sampai saat ini harapan Ahdi belum juga terwujud. Saung yang dibangun secara swadaya yang ada saat ini kondisinya sudah tidak layak lagi dan memang sangat membutuhkan perbaikan atau pebangunan saung baru, mudah-mudahan janji para pejabat itu sgera terelaisasi.
Setelah “berjuang” lebih dari 7 tahun membuka lahan tidur di kawasan Pantan Terong, kini para anggota P4S Rebe Bahgie mulai merasakan hasil dari apa yang telah mereka usahakan selama ini. Setiap hari beberapa unit mobil pick up siap menjemput puluhan karung kol, wortel atau buncis, karena jenis sayuran itu bisa ditanam ditempat ini sepanjang musim. Sementara untuk komoditi kentang, setidaknya dua kali setahun mereka menanamnya disini, dan pada saat panen, puluhan ton kentang akan “turun” dari perbukitan ini untuk mengisi pasar-pasar lokal dan pasar luar daerah seperti Banda Aceh dan Medan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H