Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wiknyo, Sosok Penyuluh Pertanian yang Tidak Pernah “Pensiun”

3 Agustus 2016   11:59 Diperbarui: 4 Agustus 2016   10:28 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usianya sudah memasuki 62 tahun, rambut dan kumisnya sudah mulai memutih, namun fisik laki-laki ini masih terlihat fit dan segar, begitu juga dengan semangatnya yang masih tetap tinggi. 

Sosok laki-laki ini selama ini dikenal sebagai seorang penyuluh pertanian di Dataran Tinggi Gayo Aceh Tengah ini, sampai sekarang masih tetap eksis menjalankan fungsi kepenyuluhan, meski secara administratif, dia sudah memasuki masa pensiun sejak tahun 2011 yang lalu.

Mungkin karena menjadi penyuluh pertanian itu sudah menjadi bagian dari jiwanya, makanya meski sudah pensiun sebagai pegawai negeri, dia masih terus berkiprah di bidang pertanian, utamanya untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada para petani di daerahnya.

Itulah sosok Wiknyo, laki-laki kelahiran Takengon, 16 Nopember 1954 ini sudah menggeluti profesi sebagai penyuluh pertanian sejak tahun 1980 yang lalu. Sebagai seorang penyuluh, Wiknyo sangat dikenal oleh hampir semua petani di Dataran Tinggi Gayo, karena sosok penyuluh ini memang dikenal dekat dan mampu menyatu dengan para petani.

Meski hanya sempat mengenyam pendidikan sampai tingkat SLTA, namun penyuluh senior ini kaya akan pengalaman, sehingga semua ilmu dan teknis pertanian hampir semua dikuasainya. Dia begitu mahir soal teknis budidaya kopi, jeruk, alpukat, markisah, durian, padi, jagung dan berbagai komoditi pertanian lainnya, dia juga handal memberikan penyuluhan tentang pemanfaatan pekarangan untuk kegiatan produktif di bidang pertanian.

Berbincang tentang segala seluk beluk pertanian dengan sosok yang satu ini, terasa begitu mengalir, semua aspek pertanian mulai dari budidaya, perawatan, pemeliharaan, analaisa usaha tani sampai ke pemasaran dikuasainya dengan sangat baik. 

Sosok pensiunan penyuluh ini juga terlihat bersemangat ketika “dipancing” untuk bicara tentang hala-hal aktual terkait dengan pembangunan di wialayah Gayo, karena baginya pensiun dari pegawai negeri bukanlah akhir kiprahnya sebagai penyuluh.

Laki-laki ini juga masih terlihat rajin “blusukan” keluar masuk kampung satu ke kampung lainnya untuk memberikan pencerahan dan motivasi kepada para petani layaknya penyuluh yang masih aktif, karena baginya tidak ada istilah pensiun bagi seorang penyuluh, selama tenaga dan pemikirannya masih dibutuhkan oleh para petani, maka dia akan selalu siap untuk memberikan pelayanan penyuluhan kepada mereka.

Komit kepada Pengembangan Jeruk Keprok Gayo.

Ada satu hal yang membuat penyuluh pertanian senior ini berbeda dengan penyuluh-penyuluh lainnya, selain menguasai hampir semua komoditi pertanian baik komoditi perkebunan maupun tanaman pangan dan hortikultura, dia sangat intens terhadap salah satu komoditi pertanian unggulan di daerahnya yaitu Jeruk Keprok Gayo. 

Ketertarikannya kepada tanaman jeruk sudah muncul sejak dia memulai karirnya sebagai penyuluh pertanian tahun 1980 yang lalu, sejak saat itu dia terus konsisten untuk mpemperkenalkan komoditi yang memiliki nilai ekonomis cukup baik ini kepada para petani.

Tak sekedar menguasai teknis budidaya jeruk, Wiknyo juga mempraktekkan sendiri usaha tani jeruk ini di lahan pertanian miliknya, sehingga para petanipun bisa melihat dan belajar serta mempraktekkan langsung agaimana budidaya jeruk yang baik. 

Bahkan berkat perawatan intensif yang dia lakukan di lahan jeruk miliknya, Jeruk Keprok Gayo yang dia budidayakan mampu meraih Juara Pertama dalam Kontes Buah Tingkat Nasional pada tahun 1993 yang lalu.

Keberhasilannya “berbicara” di tingkat nasional, membuatnya semakin bersemangat untuk terus memberi motivasi kepada para petani untuk mengembangkan komoditi yang selama ini hanya dianggap sebagai tanaman selingan di sela-sela tanaman kopi ini. Untuk menambah ilmu dan wawasannya di bidang perjerukan, Wiknyo pun sering melalnglang buana melakukan study banding ke daerah lain, termasuk beberapa kali dia mengunjungi Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika (Balitjestro) di Tlekung, Malang, meski terkadang dia harus mengeluarkan kocek sendiri untuk melakukan kunjungan tersebut.

Gambar 2, Piala Juara Kontes Buah Nasional, tahun 1993 yang jadi bukti kesungguhan Winyo mengembangkan Jeruk keprok Gayo (Doc. FMT)
Gambar 2, Piala Juara Kontes Buah Nasional, tahun 1993 yang jadi bukti kesungguhan Winyo mengembangkan Jeruk keprok Gayo (Doc. FMT)
Tak hanya fokus kepada pengembangan komoditi ini, Wiknyo juga terus memperjuangkan agar Jeruk Keprok Gayo bisa mendapatkan pengakuan dari lembaga resmi, diapun rajin mengirimkan sampel buah maupun tanaman jeruknya ke Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Pertanian, karena menurut dia, pengakuan ini sangat penting untuk menjaga eksistensi komoditi unggulan ini. 

Upaya Wiknyo tidak sia-sia, setelah “berjuang” selama hampir 13 tahun, Jeruk keprok Gayo akhirnya mendapat pengakuan secara nasional. Melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 210/Kpts/PR.120/3/2006,pemerintah memberikan pengakuan Jeruk Keprok Gayo sebagai salah satu komoditas unggulan nasional.

Pengakuan tersebut tentu membuat Wiknyo bangga, karena usahanya selama ini tidak sia-sia, namun di balik itu dia seperti punya “beban” dan tantangan untuk terus mengembangkan komoditi unggulan ini. Dia punya obsesi, suatu saat Dataran Tinggi Gayo akan menjadi sentra produksi jeruk keprok dan mampu memenuhi permintaan pasar yang semakin hari semakin meningkat. 

Salah satu “mimpi”nya yang sampai saat ini belum bisa terwujud adalah membangun kebun plasma nutfah Jeruk Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, menurutnya keberadaan kebun plasma ini sangat penting sebagai rujukan dan sumber bibit, sehingga kualitas “juara” jeruk keprok dari dari daerah ini bisa dipertahankan.

Gambar 3, Wiknyo, tetap semangat di usianya yang sudah 62 tahun (Doc. FMT)
Gambar 3, Wiknyo, tetap semangat di usianya yang sudah 62 tahun (Doc. FMT)
Kepakaran Wiknyo dalam bidang perjerukan sudah tidak diragukan lagi, banyak peneliti baik dari Kementerian Pertanian maupun dari berbagai lembaga riset dan perguruan tinggi yang akan melakukan penelitian tentang jeruk di Gayo, pasti tidak akan melewatkan pak Wiknyo sebagai salah seorang nara sumber. 

wiknyo-mendampingi-tim-jica-jepang-57a2b60f5797735f0a8d7a8b.jpg
wiknyo-mendampingi-tim-jica-jepang-57a2b60f5797735f0a8d7a8b.jpg
Gamar 6. Wiknyo mendampngi Tim JICA Jepang (Doc. FMT)

Begitu juga dengan tamu dari luar negeri yang tertarik untuk membantu pengembangan jeruk di Dataran Tinggi Gayo, yang pertama mereka cari pasti sosok pak Wiknyo ini, seperti ketika rombongan Japan Internasional Corporation Agency (JICA) mengunjungi Kabupaten Aceh Tengah baru-baru ini.

Raih Sertifikat IG

Meski sudah mendapat pengakuan dari Kementerian Pertanian sebagai komoditi unggul nasional, Wiknyo belum merasa puas, dia juga kepingin Jeruk Keprok Gayo juga mendapatkan pengakuan secara hokum dalam bentuk Indikasi Geografis (IG) seperti yang sudah diperoleh oleh Kopi Arabika Gayo. 

Menurutnya sertifikat IG ini sangat penting untuk melindungi Jeruk Keprok Gayo agar tidak di kalim oleh daerah lain atau bahkan oleh Negara lain, karena Jeruk keprok Gayo memang merupakan komoditi lokal yang dari awalnya tumbuh dan berkembang di Dataran Tinggi Gayo.

Wiknyo seperti mendapat “angin segar” ketika Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin, MMmenunjuknya sebagai Ketua Masyarakat Peduli Indikasi Geografis Jeruk Keprok Gayo (MPIG-JKG) beberapa waktu yang lalu. Dia seperti mempunyai “perahu” untuk memperjuangkan komoditi unggulan ini untuk mendapatkan sertifikat IG. Dengan dukungan dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah serta instansi terkait lainnya, akhirnya “mimpi” Wiknyo terwujud. 

Tanggal 18 Juli 2016 yang lalu Jeruk Keprok Gayo resmi memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta. Raut kebahagiaan jelas terpancar ketika Wiknyo didampingi Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah, Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin dan Kepala Dinas Pertanian Aceh, Prof. Dr. Abubakar Karim menerima sertifikat IG tersebut dari Meteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.

Gambar 4, Sertifikat IG Jeruk Keprok Gayo, salah satu karya Wiknyo untuk daerahnya (Doc. FMT)
Gambar 4, Sertifikat IG Jeruk Keprok Gayo, salah satu karya Wiknyo untuk daerahnya (Doc. FMT)
Diterimanya IG bagi Jeruk Keprok Gayo tentu membuat Wiknyo lega, namun ini bukan akhir dari perjuangannya, masih banyak yang mesti dia lakukan untuk terus mempertahankan dan mengembangkan salah satu komoditi andalan petani Gayo ini. Bahkan bagi Wiknyo, dterimanya sertifikat IG justru menjadi tantangan baru bagi MPIG JKG yang dia pimpin.

Yang dia lakukan untuk tahap awal ini, dia sedang melakukan lobi kepada Kementerian Pertanian maupun Pemerintah Provinsi Aceh agar segera mewujudkan keinginannya membangun Kebun Plasma Nutfah Jeruk di Kabupaten Aceh Tengah, sebab menurutnya jika ini tidak segera diwujudkan, dia khawatir suatu saat Jeruk Keprok Gayo punah dan hanya akan tinggal namanya saja.

Gambar 5, Tidak ada istilah pensiun bagi Wiknyo (Doc. FMT)
Gambar 5, Tidak ada istilah pensiun bagi Wiknyo (Doc. FMT)
Itulah sosok Wiknyo, seorang penyuluh yang tidak pernah “pensiun” sebagai penyuluh pertanian, meski usia terus menggerogotinya, tapi semangatnya tetap menggelora untuk memajukan daerah sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani melalui pengembangan komoditi-komoditi pertanian unggulan di daerah ini. 

Lebih 30 tahun dia mengabdikan dirinya bagi para petani, dan lebih dari separuh umurnya dia persembahkan untuk menjadikan Jeruk Keprok Gayo sebagai kebanggaan bagi daerah dimana dia dilahirkan.

Bahkan setelah pensiun dari pegawai negeri, dia lebih leluasa untuk melakukan aktifitas penyuluhan pertanian, karena tidak lagi dibatasi oleh jam kerja dan wilayah kerja, baginya menjalankan fungsi penyuluh pertanian itu akan tetap melekat seumur hidup, tidak ada istilah pensun baginya. 

Sebuah contoh konsistensi perjuangan seorang penyuluh yang tidak pernah berhenti berkarya dan pantas dicontoh oleh para penyuluh-penyuluh muda di daerah ini, bahkan bisa jadi inspirasi dan motivasi bagi siapa saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun