Meski sudah mendapat pengakuan dari Kementerian Pertanian sebagai komoditi unggul nasional, Wiknyo belum merasa puas, dia juga kepingin Jeruk Keprok Gayo juga mendapatkan pengakuan secara hokum dalam bentuk Indikasi Geografis (IG) seperti yang sudah diperoleh oleh Kopi Arabika Gayo.
Menurutnya sertifikat IG ini sangat penting untuk melindungi Jeruk Keprok Gayo agar tidak di kalim oleh daerah lain atau bahkan oleh Negara lain, karena Jeruk keprok Gayo memang merupakan komoditi lokal yang dari awalnya tumbuh dan berkembang di Dataran Tinggi Gayo.
Wiknyo seperti mendapat “angin segar” ketika Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin, MMmenunjuknya sebagai Ketua Masyarakat Peduli Indikasi Geografis Jeruk Keprok Gayo (MPIG-JKG) beberapa waktu yang lalu. Dia seperti mempunyai “perahu” untuk memperjuangkan komoditi unggulan ini untuk mendapatkan sertifikat IG. Dengan dukungan dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah serta instansi terkait lainnya, akhirnya “mimpi” Wiknyo terwujud.
Tanggal 18 Juli 2016 yang lalu Jeruk Keprok Gayo resmi memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta. Raut kebahagiaan jelas terpancar ketika Wiknyo didampingi Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah, Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin dan Kepala Dinas Pertanian Aceh, Prof. Dr. Abubakar Karim menerima sertifikat IG tersebut dari Meteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
Yang dia lakukan untuk tahap awal ini, dia sedang melakukan lobi kepada Kementerian Pertanian maupun Pemerintah Provinsi Aceh agar segera mewujudkan keinginannya membangun Kebun Plasma Nutfah Jeruk di Kabupaten Aceh Tengah, sebab menurutnya jika ini tidak segera diwujudkan, dia khawatir suatu saat Jeruk Keprok Gayo punah dan hanya akan tinggal namanya saja.
Lebih 30 tahun dia mengabdikan dirinya bagi para petani, dan lebih dari separuh umurnya dia persembahkan untuk menjadikan Jeruk Keprok Gayo sebagai kebanggaan bagi daerah dimana dia dilahirkan.
Bahkan setelah pensiun dari pegawai negeri, dia lebih leluasa untuk melakukan aktifitas penyuluhan pertanian, karena tidak lagi dibatasi oleh jam kerja dan wilayah kerja, baginya menjalankan fungsi penyuluh pertanian itu akan tetap melekat seumur hidup, tidak ada istilah pensun baginya.
Sebuah contoh konsistensi perjuangan seorang penyuluh yang tidak pernah berhenti berkarya dan pantas dicontoh oleh para penyuluh-penyuluh muda di daerah ini, bahkan bisa jadi inspirasi dan motivasi bagi siapa saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H