Sosialisai penggunaan benih padi varietas unggul dan penerapan pola tanam jajar legowo yang terus menerus dilakukan oleh Safrin dan kawan-kawan, kini sudah menampakkan hasil yang memuaskan. Dengan varietas Ciherang yang umurnya hanya sekitar 3,5 - 4 bulan, kini petani Jamat sudah bisa menanam dua kali dalam setahun, apalagi ketersediaan air di daerah itu memang sangat mencukupi untuk mendukung upaya percepatan swasembada beras.
Kini, untuk skala desa, mereka benar-benar sudah mampu mencapai swasembada pangan. Dengan produktivitas rata-rata 6,1 ton per hektar, 400 hektar lahan sawah yang ada disana sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan warga desa setempat, apalagi belakangan indeks pertanaman mereka juga meningkat menjadi 2 kali. Ini juga tidak terlepas dari kegigihan para penyuluh yang secara rutin melakukan pembinaan dan penyuluhan disana, meski untuk mencapai desa itu, harus menaklukkan tantangan alam yang tidak ringan seperti kondisi jalan dan jembatan yang rusak serta jauhnya akses hampir disemua aspek.
Meski berada didaerah terpencil dan nyaris terisolir, namun desa Jamat kini sudah menjadi sebuah desa swasembada yang sudah mampu memenuhi kebutuhan pangan dari lahan pertanian mereka sendiri, bahkan kini desa Jamat sudah menjadi salah satu lumbung pangan di kecamatan Linge bahkan kabupaten Aceh Tengah. Jadi, selain cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan warga desa setempat, para petani padi disana kini sudah mampu mensuplai pangan ke desa-desa bahkan kecamatan lainnya.
Tak hanya padi, desa Jamat juga sudah sejak lama dikenal sebagai sentra produksi ternak kerbau. Ribuan ekor kerbau, tumbuh dan berkembang dengan sangat baik di sekitar desa yang memang memiliki lahan “peruweren” yang cukup luas ini, tak heran kalau desa ini juga menjadi pemasok ternak di kabupaten Aceh Tengah. Selain ternak kerbau, Durian Jamat juga sudah sangat terkenal sejak dulu, tanaman penghasil buah berduri dengan aroma khas itu memang sudah dibudidayakan di desa itu secara turun temurun.
Gaung upaya khusus percepatan swasembada padi, jagung dan kedele (Upsus Pajale) yang mulai digalakkan oleh Kementerian pertanian pada awal tahun 2015 yang lalu juga sudah disahuti oleh para petani di daerah terpencil ini. Tak hanya padi yang memang merupakan potensi pertanian utama di desa ini, masyarakat setempat yang kini terlihat akrab dengan para penyuluh dan Babinsa ini juga mulai tergerak untuk mengembangkan komoditi kedelai. Dari data yang ada pada BP3K Linge, tahun 2015 ini tidak kurang dari 30 hektar tanaman kedelai yang telah berhasil dikembangkan di desa ini. Lahan-lahan marginal yang selama ini nyaris hanya jadi tempat “bermain” ternak, sebagian telah berubah menjadi hamparan tanaman kedelai. Hasilnyapun cukup menggembirakan, pada panen bulan September 2015 yang lalu, tanaman kedelai masyarakat desa Jamat mampu mengasilkan produktivitas sekitar 1,2 – 1,5 ton per hektar.
Ternyata dibalik kesederhanaan warga desa Wihni Dusun Jamat, tersimpan potensi sumber daya manusia yang luar biasa, dalam keterbatasan, mereka tetap mampu berbuat tanpa harus bergantung dan terus berharap kepada pemerintah yang entah kapan mampu merealisasikan “mimpi” mereka. Interaksi yang sangat baik dengan para penyuluh pertanian di kecamatan Linge, telah membuat mereka mampu meningkatkan kesejahteraan mereka secara signifikan. Keterisoliran, tidak membuat mereka “patah semangat”, bahkan menjadi pemicu bagi mereka untuk “bangkit”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H