Gambar 1, Jeruk Keprok Gayo ( Doc. Fathan MT)
Kopi arabika sebagai komodti pertanian/perkebunan andalan Kabupaten Aceh Tengah, semua orang sudah tau, karena gaungnya sudah sampai ke seluruh pelosok negeri bahkan ke manca negara. Indikasi Geografis (IG) atas kopi arabika gayo yang telah dikukuhkan pada tahun 2007 yang lalu, semakin mengukuhkan eksistensi kopi arabika sebagai komoditi unggulan Dataran Tinggi Gayo yang diakui dunia.
Tapi banyak yang belum tau atau lupa, bahwa masih ada dua komoditi pertanian di Dataran Tinggi Gayo yang sudah diakui sebagai komodti unggul nasional. Ini tidak terlepas dari keunggulan genetik dan spesifikasi rasa dan aroma yang tidak dimiliki oleh produk sejenis dari daerah lain.
Terbentuknya komunitas Perlindungan Jeruk Keprok Gayo yang telah dikukuhkan oleh Bapak Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin, MM, beberapa hari yang lalu, kembali mengingtakan saya tentang salah satu komoditi pertanian yang sebenarnya sudah mendapat pengakuan secara nasional oelh Kementerian Pertanian.
Sosok Wiknyo, pensiunan penyuluh pertanian yang kemudian dipercaya sebagai ketua Masyarakat Perlindungan Jeruk Keprok Gayo, memang sosok yang sangat tepat untuk mengemban “jabatan” tersebut. Laki-laki 61 tahun yang sejak lahir sampai sekarang bertempat tinggal di Kampung Paya Tumpi ini, memang sosok yang paling komit memperkenalkan Jeruk Keprok Gayo ke kancah Nasional.
Berawal dari hobinya mengoleksi tanaman-tanaman unggul, Wiknyo kemudian focus untuk mengembangkan dan melestarikan Jeruk Keprok Gayo (Cytrus Nobilis), komoditi pertanian yang punya prospek ekonomi bagus dan bisa menjadi salah satu ikon wisata agro di Kabupaten Aceh Tengah. Tahun 1995 yang lalu, Wiknyo berhasil membawa Jeruk Keprok Gayo sebagai Juara I Kontes Buah Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Departemen Pertanian (sekarang Kementerian Pertanian) bekerjasama dengan Majalah Trubus dan pengelola Taman Buah Wiladatika.
Tak sekedar menjadi kebanggaan baginya dan bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, gelar juara tersebut sekaligus menjadi tantangan bagi Wiknyo untuk komit menjaga kelestarian komoditi ini. Difasilitasi oleh Dinas Pertanian setempat, Wiknyo kemudian mengirimkan plasma nutfah Jeruk Keprok Gayo ke Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Tlekung, Jawa Timur, untuk dilakukan pemurnian disana dan saat ini Jeruk Keprok Gayo sudak menjadi salah satu koleksi di balai penelitian tersebut dalam bentuk blok fondasi.
Bukan itu saja, Wiknyo juga mulai meng”karantina” pohon-pohon induk Jeruk Keprok Gayo, untuk dijadikan sumber bibit baik secara vegetatif maupun generatif, dia juga kemudian intens mengembangkan pembibitan jeruk keprok Gayo di pekarangan rumah dan kebun miliknya, beberapa petani juga dibimbingnya untuk menjadi penangkar bibit jeruk keprok Gayo, diantaranya Ir. Zikriadi,MM (sekarang menjabat sebagai Kepala BLHKP) dan Ir. Nasrun Liwanza, MM (Sekarang Kepala Dishubkominfo), Ir. Husaini A Jalil ( Kabag Perekonomian Setdakab) dan beberapa penangkar bibit lainnya.
Upaya dan kerja keras Wiknyo tidak sia-sia, pada tahun 2006, Pemerintah Pusat melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 210/Kpts/PR.120/3/2006 resmi menyatakan Jeruk Keprok Gayo sebagai Varietas Unggul Jeruk dan diperkuat dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor :78/Kpts/PR.120/1/2008 yang menyatakan Jeruk Keprok Gayo sebagai Komotitas Unggulan Nasional. Deskripsi varietas jeruk keprok Gayo yang disebut dalam lampiran keputuasan Menteri Pertanian tersebut adalah jeruk keprok yang dikembangkan di Desa Paya Tumpi dengan sumber bibit dari desa Pantan Jerik.
Namun sayangnya, pengakuan nasional itu tidak disertai dengan gerakan pengembangan komoditi ini secara signifikan. Penambahan areal pengembangan tanaman jeruk berjalan agak “lambat”, kalaupun ada kegiatan pengembangan oleh dinas teknis terkait, jumlahnya masih sangat minim.
Belum lagi areal pertanaman jeruk yang sudah ada, kemudian banyak yang terserang penyakit Citrus Phloem Vein Degenarition (CVPD) dan Jamur Akar (Ridigoporus microprus), dua penyakit tanaman yang sampai saat ini belum ditemukan cara pengendaliannya secara efektif, selain dengan memusnahkan tanaman yang terinveksi.
Satu hal lagi yang mebuat prihatin, bibit jeruk yang sudah dimurnikan di balai penelitian Tlekung, sampai sekarang belum pernah di ambil oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk dikembangkan sebagai sumber bibit. Kabupaten Bener Meriah yang juga berkepentingan dengan blok fondasi Jeruk Keprok Gayo ini, justru sudah lebih dulu memanfaatkan peluang ini, tahun 2012 yang lalu, difasilitasi Bupati Ir. Tagore, mereka sukses memboyong puluhan batang bibit jeruk ahsil pemurnian tersebut dari Tlekung ke Bener Meriah.
Agaknya, momentum terbentuknya Komunitas Perlindungan Jeruk Keprok Gayo baru-baru ini, bisa menjadi “titik balik” untuk kembali mengangkat “marwah” jeruk keprok Gayo menjadi salah satu prioritas pengembangan komoditi pertanian di Dataran Tinggi Gayo ini. Dengan mempertahankan kualitas hasil komoditi ini, bukan tidak mungkin, suatu saat jeruk keprok Gayo akan menyusul “saudara tua”nya Kopi Arabika Gayo untuk memperoleh sertifikat Indikasi Geografis. Perlu kerja keras semua pihak tentunya untuk mewujudkan semua itu.
Masih ada satu lagi komoditi pertanian unggulan dari Gayo yang juga sudah memperoleh pengakuan di tingkat nasional yaitu Alpukat Gayo (Pesea Americana), yang berasal dari pohon induk yang berada di desa Umang Kecamatan Bebesen. Diperkenalkan melalui berbagai pameran dan expo hasil pertanian, Alpukat Gayo mulai dikenal di semua penjuru negeri, karena memang memiliki spesifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh komoditi sejenis dari daerah lain.
Alpukat Gayo yang memiliki tekstur daging tebal, lembut dan nyaris tidak berserat ini, kemudian “melenggang” ke kancah Nusantara. Setelah melalui penelitian yang cukup lama pada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian, komoditi pertanian yang selama ini hanya dianggap tanaman sampingan ini resmi meraih predikat sebagai komoditi unggul nasional. Melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 58/Kpts/PR.120/1/2008, Alpukat Gayo resmi menyandang gelar sebagai Komoditi Unggul Nasional.
Tapi nasib Alpukat tidak jauh berbeda dengan komoditi unggul sebelumnya yaitu Jeruk Keprok Gayo. Pengembangan komoditi Alpukat di Kabupaten Aceh Tengah juga terlihat belum optimal, begitu juga upaya pelestarian pohon induk Alpukat, belum maksimal. Padahal, prospek ekonomi dari komoditi ini sangat baik, dari tahun ke tahun, permintaan pasar dan harga komoditi ini terus meningkat.
Untuk bisa mempertahankan komoditas sebagai salah satu penopang perekonomian masyarakat Gayo, agaknya kita perlu belajar dari daerah lain. Untuk komoditi jeruk misalnya, apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Singkawang, Kalimantan Barat dan pemerintah Kabupaten Tanah Karo, bisa sebagai pembanding, meski varietas jeruk yang mereka kembangkan berbeda dengan varietas yang ada disini. Sementara untuk pengembangan Alpukat, kita bisa mencotoh apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah yang saat ini telah berhasil mengembangkan ratusan hektar tanaman Alpukat secara monokultur di daerah wisata Tawang Mangu.
Kita semua tentu berharap, predikat komoditi unggulan nasional yang telah diperoleh dengan susah payah itu tidak hanya jadi kebanggaan semu. Harus ada keseriusan semua pihak untuk mempertahankan predikat ini. Butuh kepedulian khusus dengan menggandeng orang-orang seperti Wiknyo dan orang-orang yang punya kepedulian terhadap kemajuan daerahnya, untuk merealisasikan keinginan kita bersama ini. Tentu saja regulasi pemerintah kabupaten yang berpihak pada kepentingan masyarakat tani disertai alokasi anggaran dan rekruitmen tenaga skill yang memadai , akan sangat menetukan keberhasilan program ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H