Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Puasa dan Kebohongan Para Suami

2 Juli 2015   13:51 Diperbarui: 2 Juli 2015   13:51 4769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tulisan ini, saya juga tidak akan membahas apakah para pembohong itu telah melakukan dosa besar atau dosa kecil, karena semua itu kembali kepada kesadaran kita masing-masing. Seperti yang saya singgung pada awal tulisan ini, bahwa puasa merupakan ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan individu yang bersangkutan, jadi tak layak rasanya jika kita “memvonis” para pendusta itu sebagai “pendosa”.

Ketika kemudian saya “mengangkat” tema ini, tak ada maksud sedikitpun untuk “membongkar” borok seseorang, tapi hanya sekedar mengingatkan kepada diri sendiri untuk tidak “terjebak” pada fenomena yang sama. Namaun saya tetap yakin, kebohongan sekecil apapun tidak akan pernah membawa kebaikan apapun, apalagi jika keohongan itu dimulai dengan membohongi orang-orang terdekat kita. Mungkin saja para istri tidak pernah curiga atau menduga kebohongan ittu karena ketulusan mereka, tapi secara psikologis, kebohongan yang tidak terungkap dengan kata-kata itu kemudian akan membentuk perilaku yang penuh kebohongan dan kepalsuan, dan jika fenomena itu sudah menyangkut dengan kehidupan bermasyarakat, maka dampaknya tidak saja hanya dirasakan oleh pelaku tapi juga mempengaruhi bahkan merusak tatanan social reliligius dalam masyarakat.

Di akhir tulisan ini, mungkin hanya satu yang ingin saya pesankan kepada diri saya sendiri dan teman-teman yang punya pemikiran dan renungan yang sama, bulan Ramadhan hakekatnya adalah bulan penguji kejujuran, jangan kotori dia dengan kebohongan atau ketidak jujuran kita. Kalo memang merasa tidak sanggup berpuasa dengan berbagai alasan, atau memang puasa itu bukan “panggilan jiwa”nya, untuk apa ahrus meng”kamuflase” dengan panca indra kita, ketika kita tidak berpuasa tanpa merasa takut bahwa apa yang kita lakukan itu dilihat oleh Allah, mengapa pula kita harus malu jujur kepada orang-orang terdekat kita. Bukan bermaksud mengajari apalagi menggurui, tapi sekedar bahan perenungan, bagi yang mau merenung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun