Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Permata Biru dari "Penunggu" Atu Belah

31 Januari 2015   18:05 Diperbarui: 13 September 2016   14:17 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14226774782049256336

 

Aku mendekati steur lalu mengambil kunci kontak yang masih tergantung ditempatnya, aku merogoh kantong celanaku, kuambil batu pemeberian perempaun tadi. Antara percaya dan tidak, kugosokkan batu itu pada kunci kontak, dan keajaiban pun terjadi, begitu kunci kontak itu kepasang kembali lalu ku start, mobil kami langsung hidup, Hendra dan Anton terkejut, melihat itu semua, tapi aku tetap merahasiakan apa yang baru saja aku lakukan, kalopun keceritakan yang sebenarnya pasti mereka nggak bakalan percaya.

 

“Ayo naik, mobilnya sudah hidup” kataku pada kedua temanku, aku sudah akan menjalankan mobil ketika aku teringat sesuatu, aku teringat permintaan perempuan tadi sebelum dia “lenyap”, kubuka pintu mobil lalu kuambil semua bekal makanan yang ada di mobil, aku melangkah ke arah batu besar itu, meletakkan makanan dan minuman disana lalu kembali ke mobil, kulihat Hendra dan Anton seperti bengong melihat apa yang kulakukan,

 

“Apa-apaan yang kamu lakukan itu bro, itu kan bekal makanan dn minuman kita, terus nanti kita makan apa” Anton agak protes

 

“Sudahlah, nanti di perbatasan ada warung makan, kita bisa makan disana, sudah nggak jauh dari sini” jawabku

 

“Terus apa tujuan kamu meletakkan makanan itu disana” Hendra rupanya penasaran juga, tapi aku nggak mungkin menjelaskan yang sebenarnya,

 

“Gini lo Hen, kita disini nggak Cuma bertiga, ada orang lain yang juga butuh makan dan minum seperti kita” aku coba mengalihkan penjelasanku.

 

“Tapi dari tadi aku nggak melihat siapa-siapa” protes Hendra,

 

“Sudahlah , nggak usah dibahas lagi, kita harus segera berangkat, ntar kesorean” aku memotong kepenasaran mereka, dan kamipun segera melanjutkan perjalanan.

 

Nggak sampe satu jam dari tempat tadi, kamipun sampai di Ise-ise, sebuah desa kecil yang merupakan merupakan perbatasan dua kabupaten di Gayo, disitu ada sebuah warung makan yang lumayan besar, kami berhenti untuk mengisi perut yang memang sudah terasa keroncongan. Kebetulan menu siang itu cukup istimewa, ada gulai asam pedas ikan Pedih atau Gegaring, sejenis ikan yang hidup di sungai-sungai, kalo di daerah lain, orang menyebutnya ikan Hampala, ada juga dendeng rusa, tidak ketinggalan sayur daun ubi dan sambal tersainya, kamipun segera makan dengan lahap, rata-rata kami sampe nambah dua kali, saking enaknya masakan itu, apalagi kami memang sedang sangat lapar.

 

Selesai menghabiskan hampir semua hidangan di meja, seperti biasa kami memesan kopi Gayo sebagai “pelengkap” makan siang kami, dibawah sepoi angin yang menembus rumah makan terbuka itu, secangkir kopi gayo tersa nikmat sekali. Sambil menikmati kopi, aku membuka hp ku, aku ingin melihat gambar perempuan “misterius” yang sempat kufoto tadi, tapi aku kembali terkejut, tidak ada gambar perempuan dan anaknya di foto itu, hanya ada gambar pohon pinus tua dan serakan bungkus nasi dan roti, aku kembali memeriksa kembali foto-foto itu, tapi hasilnya sama saja, foto perempuan itu tidak terekam di hp ku. Sebenarnya kau sangat heran dengan kejadian itu, tapi aku berusaha menyembunyikan keherananku didepan kedua temanku yang sedang asyik dengan permainan asap rokok mereka. Aku meraba saku celanaku, batu pemeberian perempuan itu masaih ada, aku meminta plastic kecil kepada pemilik warung untuk membungkus batu “aneh” itu, dan sebelum Hendra dan Anton melihatnya, aku sudah “mengamankan” batu itu di dompetku. Aku seenarnya nggak percaya kepada cerita atau legenda yang berdear tentang Atu Belah, tapi kejadian yang tadi ku alami, seperti “memaksa” nalarku untuk mempercayai bahwa perempuan itu “penunggu” Atu Belah, meski tidak ada sedikitpun ketakutan dalam diriku, tapi “permintaan” perempuan misterius itu akan selalu aku ingat.

 

Secangkir kopi Gayo telah kembali “menyegarkan” kepalaku, aku segera mengajak kedua temanku untuk melanjutkan perjalanan, kuserahkan kunci kontak pada Hendra, aku kepingin tidur di mobil, aku ingin melupakan Atu Belah dan perempuan itu, meski kusadari, akan begitu sulit aku melupakan kejadian itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun