Tak begitu jauh dari komplek tempat tinggalku, ada sebuah pekuburan tua yang oleh masyarakat sekitar dikenal sebagai kuburan Datu Uyem, entah siapa yang memberikan nama itu, tapi yang jelas dari dulu sampai sekarang banyak orang yang menganggap kuburan tua itu angker dan menyeramkan, entah itu mitos, legenda atau sekedar cerita dari mulut ke mulut, konon di sekitar kuburan tua itu sering muncul “hantu gentayangan”, sehingga banyak orang yang takut melintasi tempat itu terutama pada malam hari.
Aku cukup penasaran mendengar cerita dari teman-temanku yang mengatakan beberapa kali melihat “penampakan” ketika melintasi kuburan tua itu pada malam hari, kata mereka penampakan itu berwujud perempuan yang sering duduk di tembok semen di atas gorong-gorong di dekat kuburan tua itu. Cerita-cerita itu sama sekali tidak membuatku takut, malah timbul rasa penasaranku dan naluri keingintahuanku terasa “tergelitik” untuk membuktikan cerita dari teman-temanku tadi, bukannya aku nggak punya perasaan takut, tapi justru aku akan semakin penasaran kalo belum membuktikan sendiri cerita-cerita yang agak berbau ”horror” itu.
Kebetulan malam itu aku mendapat giliran jaga di Poskamling di komplek tempat tinggalku, seperti biasa aku dan ke enam teman jagaku memasang api unggun di depan gardu, sekedar untuk mengusir hawa sejuk yang menyelimuti malam di daerahku yang memang berhawa dingin. Malam itu aku sudah berencana untuk “uji nyali” membuktikan cerita “seram” teman-temanku tentang penampakan di kuburan tua itu, kebetulan letak kuburan tua itu memang tidak begitu jauh dari komplek tempat tinggalku.
Tepat jam 12 malam, aku permisi kepada teman-temanku, dengan berekal senter dan parang di tanganku, aku mulai melangkahkan kakiku menuju kuburan tua itu, hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai ke tempat itu. Meski dilalui jalan beraspal, tapi suasana di kuuran tua itu sangat sepi bahkan agak sedikit “mencekam”, tidak seorangpun melintasi tempat itu, tapi itu tidak menyurutkan niatku untuk “membuktikan” cerita teman-temanku. Aku duduk di tembok semen dimana kata teman-temanku penampakan itu selalu muncul, sengaja aku tidak menghidupkan rokokku supaya tidak mengganggu keheningan malamku di tempat yang kata orang “angker” itu.
Menit demi menit berlalu, tapi tidak ada kejadian apapun di tempat itu, aku masih tetap sabar menunggu kemunculan sosok “hantu” yang sering diceritakan teman-temanku. Tapi sepertinya sia-sia saja penantianku, hampir dua jam aku menunggu ditempat itu sambil menahan kerubutan nyamuk-nyamuk, tapi apa yang aku tunggu nggak muncul-muncul juga.
“Ah, paling-paling itu cuma cerita orang-orang penakut” gumanku dalam hati, akupun beranjak dari tempat itu lalu kembali ke pos ronda, tapi aku masih penasaran ingin melakukan pembuktian itu di hari lain. Aku berencana melanjutkan “uji nyali”ku itu minggu depan, pasa giliran jaga malamku, aku tidak ingin isteriku curiga dan melarangku melakukan pekerjaan “nekat” itu.
Minggu berikutnya, tepat pada jam yang sama, akupun memulai “petualangan” keduaku, tapi kali ini aku tidak duduk di tembok seemn itu, aku sengaja agak “bersembunyi”, aku berharap penampakan itu akan muncul malam itu, terus terang aku semakin penasaran seperti apa bentuk penampakan itu. Tapi lagi-lagi aku kecewa, karena sudah lebih 2 jam aku menunggu, tetap saja apa yang membuatku penasaran itu tidak muncul juga. Meski sudah dua kali gagal, aku belum mau berputus asa, aku ingin mencobanya lagi minggu depan.
Seminggu telah berlalu dari pencarian keduaku, malam itu gerimis turun membasahi bumi, aku jadi agak enggan “melaksanakan tugas” jaga malam, tapi karena posisiku sebagai ketua regu jaga, terpaksa aku mengabaikan rintik-rintik hujan dan dinginnya malam yang terasa menuruk-nusuk tulangku. Karena aku datang agak terlambat, semua anggota regu jagaku sudah berkumpul di gardu jaga, mereka sudah menghidupkan api unggun di depan gardu. Aku merapatkan diri ke dekat api untuk menghangatkan tubuhku, perlahan tubuhku yang sudah terbalut jaket tebal itu mulai menghangat. Menjelang tengah malam, gerimis mulai berhenti, timbul niatku untuk kembali mendatangi kuburan tua itu, kebetulan beberapa teman jagaku sudah mulai tidak bisa menahan rasa kantuk mereka, satau persatu dari mereka merebahkan badannya di gardu, dan tidak lama kemudian sudah terdengar suara dengkuran bersautan.
Udara dingin kembali menyeruak ketika aku sampai di kuburan tua itu, tapi itu tidak menyurutkan langkahku untuk melakukan sebuah “pembuktian” yang mungkin bagi orang lain terkesan seperti “kurang kerjaan”. Kali ini aku memilih tempat yang lebih tersembunyi, tapi tetap tidak jauh dari tembok semen yang konon jadi tempat munculnya penampakan itu. Hampir setengah jam aku ersembunyi di semak-semak itu, gigitan nyamuk tidak kuhiraukan lagi, sementara mataku tetap terjuju ke tembok semen itu.
Jantungku terasa berdegup kencang, bulu kudukku tiba-tiba meremang, padahal saat itu aku tidak sedang ketakutan. Entah dari mana datangnya, tia-tiba saja, sesosok tubuh perempuan sudah duduk di tembok semen itu, aku coba menenangkan diriku. Perlahan aku keluar dari persembunyianku, dan secepat kilat aku menghampiri sosok perempuan misterius itu, sosok “nggak jelas” itu seperti terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba, dia seperti mau berlari tapi aku berhasil memegang tangannya, tangannya terasa dingin seperti es, “perempuan” itu coba meronta melepaskan diri dari cekalan tanganku,
“Jangan takut, aku tak bermaksud jahat padamu” kataku coba menenangkan sosok perempuan itu, di berhenti meronta lalu duduk kembali di tembok semen itu, akupun melepaskan cekalan tanganku.
Langit yang tadinya mendung kembali cerah, bulan sabit muncul kembali menghadirkan cahaya temaram, dan dibalik temaram sinar rembulan itu aku melihat perempuan berambut panjang itu agak jelas, sebagian rambutnya menutupi wajahnya yang terlihat pucat pasi, tatapan matanya seperti kosong, sementara pakaian yang dikenakannya biasa saja seperti gadis-gadis desa pada umumnya, tidak seperti yang digambarkan di filem-filem horror. Aku sendiri tetap sadar, bahwa aku sedang berhadapan bukan dengan orang biasa, karena kemunculannya yang tiba-tiba ditempat sepi itu sudah cukup membuktikan dia bukan perempuan biasa, tapi aku tidak menaruh kecurigaan apapun pada perempuan itu, aku justru ingin tau kenapa dia sampe berada di tempat yang nggak lazim itu, dan bagi orang yang melintasi tempat itu pasti menganggap dia sebagai hantu penampakan, apalagi lokasi itu berupa kuburan tua yang dianggap angker oleh sebagian orang. Aku juga sadar bahwa aku sedang berhadapan dengan makhluk “ghaib” yang mungkin selama ini dianggap sebagai “hantu kuburan tua”, tapi rasa ingin tahuku yang begitu besar membuatku masih bisa bersikap “wajar” dalam kondisi seperti itu, dan yang membuat aku heran, sedikitpun tidak ada rasa takut dalam diriku, padahal tempat itu sangat sepi dan mencekam.
Sosok perempuan itu masih sangat muda, gurat-gurat kecantikan juga nampak di wajah nya yang pucat pasi itu, kuperhatikan perempuan itu menundukkan kepalanya, sepertinya dia tidak berani menatapku, tapi kulihat dia sudah mulai “tenang”, aku semakin penasaran untuk mengorek “informasi’ darinya,
“Sebenarnya kamu ini siapa dan kenapa kamu ada disini” aku memulai pertanyaanku
“Namaku Imah pak” terdengar jawaban lirih perempuan itu “aku sudah mati tiga puluh tahun yang lalu”, aku tidak terkejut mendengar jawaban itu, aku makin ingin tau lebih banyak lagi,
“Tapi kenapa arwahmu masih gentayangan seperti ini, teman-temanku yang pernah melihatmu jadi ketakutan” aku coba menyelidik,
“Dulu aku diperkosa lalu dibunuh oleh tiga orang laki-laki di tempat ini”, kali ini aku terkejut mendengar jawaban perempuan itu, aku membayangkan tiga puluh tahun yang lalu, kuburan ini memang sudah ada tapi nyaris tidak terawat, semak belukar menutupi semua areal pekuburan ini, jalan di samping kuburan itu juga masih berupa jalan tanah yang jarang dilewati orang, memang kalo ada tindak kejahatan seksual di tempat itu, hampir dipastikan tidak akan diketahui orang.
“Kamu mengenal mereka?” aku menyelidik, darahku seakan mendididih mendengar kebiadaban yang dilakukan oleh tiga laki-laki jahanam itu.
“Tidak pak” jawab perempuan itu lagi, masih dengan suara lirih, kali ini lebih terdengar pilu “waktu itu aku baru pulang dari sawah membantu ayah ibuku, ketika melewati tempat ini, tiba-tiba tiga laki-laki itu menyekapku lalu memperkosaku, karena aku berteriak minta tolong, akhirnya mereka membunuhku, mereka menguburku di bawah pohon tua itu” perempuan itu menunjuk arah dimana dulu sebatang pohon pinus tua berdiri disana, tapi sekarang pohon itu sudah ditebang orang. Tiba-tiba saja dadaku seperti tertusuk ribuan jarum tajam, terasa sakit sekali, seolah-olah aku sedang merasakan “luka” yang telah di alami oleh perempuan muda itu.
“Tapi sekarang kamu sudah tau siapa mereka kan?” tanyaku lagi
“Iya pak, dua orang diantara mereka sudah mati terbunuh sewaktu daerah ini tidak aman beberapa tahun yang lalu, sementara seorang lagi saat ini sedang sekarat di rumah sakit setelah tertabrak mobil kemarin”, aku nggak heran dia bisa tau semua, karena arwahnya yang selama ini “gentayangan” pasti tahu kejadian di dunia nyata. Aku sedikit lega, para biadab itu sudah mendapatkan “balasan setimpal” atas perbuatan mereka.
“Kedua orang tuamu masih ada?” aku jadi ingin semakin tau tentang perempuan malang itu, dia menggeleng
“Ayah ibuku sudah meninggal beberapa tahun yang lalu pak, mereka selalu memikirkan aku anak satu-satunya mereka, akhirnya mereka sakit lalu meninggal”, hatiku bagai tersayat mendengar penuturan perempuan itu, kalo saja kedua orang tua perempuan itu masih ada, ingin rasanya aku mencarinya kemanapun, untuk mengabarkan berita menyedihkan ini, aku hanya mengusap mataku yang mulai basah.
“Terus kenapa kamu masih sering menakut-nakuti orang yang lewat di tempat ini” aku kembali menyelidik, perempuan itu terdengar menagis terisak sebelum menjawab pertanyaaku.
“Aku tidak bermaksud menakuti mereka pak, tapi aku hanya ingin minta tolong” jawabnya masih sambil terisak, aku seperti sedang melihat seorang gadis yang membutuhkan pertolongan,
“Katakanlah nak, barangkali aku bisa menolongmu” aku seperti sedang memposisikan sebagai “bapak”nya, untuk pertama kalinya perempuan itu berani menatapku, tatapanya penuh hiba dan memilukan.
“Dulu waktu aku mati, jasadku langsung dikubur seperti binatang” jawabnya dengan nada agak tertahan ”aku tidak dimandikan, dikafani dan di shalatkan, itulah yang menyebabkan arwahku belum merasa tenang di alam sana pak” perempuan itu terdiam sejenak lalu melanjutkan ucapannya,
“Aku melihat bapak punya keberanian, pasti bapak tau masalah agama” dia seperti menebak, kulihat mata perempuan itu seperti berharap sesuatu “maukah bapak menyempurnakan kematianku seperti orang mengurus jasad orang Islam yang mati? supaya aku bisa tenang disana dan arwahku tidak gentayangan lagi” harapnya, aku mulai bisa “menganalisa” kenapa arwah perempuan ini sering menampakkan diri, ternyata dia hanya ingin jasadnya diperlakukan secara manusiawi, dia ingin aku melakukan "fadhu kifayah" atas jasadnya.
“Baik nak, bapak akan bantu kamu” aku langsung menyanggupi permintaannya “Kalo melihat cara kematianmu, kamu ini bisa disebut mati syahid, karena kamu mati saat menunjukkan baktimu kepada kedua orang tua” aku mulai menjelaskan, perempuan itu nampak tersenyum, senyumnya sama sekali tidak menyeramkan, tidak ada taring muncul dibibirnya, tidak ada tawa melengking, aku semakin yakin dia itu perempuan baik-baik sewaktu hidupnya, hanya yang membuat dadaku sesak mengapa dia harus mati dengan cara tragis seperti itu.
“Karena kamu mati syahid, pakaian yang melekat di tubuhmu itulah yang jadi kafanmu, kamu juga tidak perlu dimandikan, tapi aku akan tetap menshalatkan kamu” aku benar-benar ingin menolongnya “sekarang tunjukkan dimana kuburanmu”, perempuan itu bangkit memegang tanganku lalu melangkahkan kakinya, dalam keremangan cahanya, kulihat kedua kakinya sepert tidak menapak tanah, tapi itu tidak membuatku takut, aku mengikuti kemana perempuan itu melangkah. Tepat di bekas pohon besar yang sudah ditebang itu, perempuan itu menghentikan langkahnya, dia melepaskan tanganku,
“Disinilah jasadku terkubur pak” dia menunjuk tanah didepannya, aku celingukan mencari batu yang agak besar, setelah kudapatkan, aku meletakkannya di tempat yang ditunjuk perempuan itu seperti meleletakkan sebuah “pusara”, kemudian dengan parang yang kubawa, aku mencoba membuat sedikit gundukan tanah di tempat itu, setelah itu aku mencari batu batu kerikil untuk menutup gundukan tanah itu, sementara perempuan itu hanya berdiri seperti memperhatikan apa yang sedang aku lakukan.
Selesai merapikan “kuburan” itu, aku beranjak ke parit yang tak jauh dari tempat itu, airnya cukup jernih, aku mengambil wudhu disitu, lalu kembail ke tempat perempuan itu berdiri. Kuhadapkan tubuhku ke arah kiblat lalu kuniatkan shalat ghaib untuk arwah perempuan itu, selesai shalat ghaib aku berjongkok didepan kuburan itu, kubacakan surat al Fatikhah, al Ikhlas dan Yasin yang memang sudah lama aku hafal karena hampir setiap malam Jum’at aku membacanya, selesai membaca ayat-ayat suci itu ketengadahkan tanganku berdo’a untuk arwah perempuan itu, perempuan itu masih berdiri di sampingku. Selesai melakukan “ritual” itu, aku kembali berdiri, kutatap kembali wajah perempuan itu, senyumnya semakin mengembang, aku seperti sedang melhat seorang gadis manis dihadapanku, aku semakin yakin bahwa dia bukan hantu atau syetan, karena kalo dia itu hantu atau syetan pasti sudah akan lari terbirit-birit mendengar bacaan ayat suci tadi.
“Terima kasih atas pertolongan bapak, sekarang aku sudah bisa tenang di duniaku” perempuan itu berkata lirih, belum sempat aku menjawab, perlahan perempuan itu menghilang dari hadapanku seperti kabut yang ditiup angin. Kupandangi gundukan tanah didepanku,
“Semoga kau tenang disana nak, Allah akan menempatkanmu ditempat yang mulia” bisikku dalam hati, kulihat ada botol kosong bekas air mineral, kuambil botol itu lalu kuisi dengan air yang kuambil dari parit kecil itu, kutuangkan air itu di atas “pusara” gadis malang itu, tak terasa air mataku menetes mengiringi tetesan air dari botol itu. Dari kejauhan kudengar suara adzan pertama telah mengalun, ternyata sudah hampir empat jam aku berada di tempat “angker” itu, aku bergegas meninggalkan kuburan tua itu dengan perasaan bercampur aduk yang tidak bisa kugambarkan.
Tiga bulan sudah berlalu dari kejadian itu, akupun sudah mulai melupakan kejadian itu, hanya sekali-sekali saja ketika aku lewat di kuburan itu, kusempatkan menziarahi kuburan gadis malang itu sekedar untuk mendo’akannya. Tidak pernah lagi kudengar cerita teman-temanku tentang panampakan itu, aku hanya tersenyum dalam hati, tapi aku tetap menyimpan rapat-rapat peristiwa yang pernah ku alami itu, karena kalaupun aku ceritakan, mungkin tidak seorangpun yang akan mempercayainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H