Menuntut ilmu adalah wajib bagi yang Muslim. Keutamaan ilmu lebih dipertegas dalam Al-Qur’an bahwa “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian serta orang-rang yang menuntut ilmu beberapa derajat (Q.S. Al Mujadaah:11). Hal tersebut menegaskan pentingnya memuliakan orang-orang yang berilmu.
Anggaran pendidikan yang meningkat setiap tahunnya mempertegas komitmen pemerintah untuk memajukan pendidikan Indonesia, termasuk kesejahteraan para guru yang saat ini sudah mengalami peningkatan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen yang mengatur kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi.
Tidak demikian halnya dengan nasib jutaan guru honorer negeri ini. Kerja keras mereka dalam menuntut dan menyampaikan ilmu pada anak didik tidak sebanding dengan kesejahteraan yang dirasakannya. Jangankan menyamai Upah Minimum Propinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang telah dinikmati kaum buruh, mendekatinya pun tidak.
Momen-momen seperti Hari Pendidikan Nasional, Hari Buruh, dan Hari PGRI adalah waktu yang tepat bagi meraka untuk menyuarakan dan memperjuangkan nasib dan hak mereka merasakan kesejahteraan seperti yang dinikmati oleh kolega mereka yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penerima Tunjangan Profresi Guru (TPG) atau sertifikasi. Tidak sedikit di antara guru honorer mengorbankan waktu, tenaga dan biaya, berjuang sampai di Ibukota Jakarta. Tujuannya sama, peningkatan kesejahteraan atau diangkat menjadi PNS.
Guru Honorer Berhak Sejahtera
Distribusi guru yang tidak tersebar merata merupakan salah satu sebab dari banyaknya tenaga honorer yang direkrut di suatu daerah. Mutasi keluar atau mutasi masuk guru ke suatu daerah atau satuan pendidikan (sekolah) yang tak sesuai kebutuhan, ikut berkontribusi pada menumpuknya guru bidang keahlian tertentu di suatu daerah atau satuan pendidikan. Sementara daerah atau satuan pendidikan yang ditinggalkan mengalami kekurangan guru. Tenaga honorer adalah pilihan rasional yang cepat dan murah untuk mengisi kekosongan.
Apapun statusnya, PNS, Honorer Sekolah, Honorer Daerah, Honorer K2, para guru layak dan berhak untuk disejahterahkan. Guru honorer sebagai salah satu elemen yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan Indonesia. Mereka adalah manusia super yang memiliki daya tahan yang luar biasa. Tak sedikit di antara mereka mengajar lebih dari 36 jam perminggu dan di beberapa sekolah hanya untuk sekadar bertahan hidup. Kinerja guru honorer melebihi rekan-rekan mereka yang bersatus guru PNS, sementara kesejahteraan mereka masih jauh dari rasa berkeadilan.
Sudah saatnya ilmu, pengabdian dan kerja keras mereka mendapat apresiasi. Guru honerer juga pekerja, sama halnya dengan kaum buruh yang penggajiannya menggunakan standar upah minimum. Mereka adalah orang-orang berilmu yang seharusnya dihargai dan dimuliakan sesuai dengan tingkat keilmuannya.
Para guru honorer menagih janji. Janji akan kesejahteraan, perbaikan kualitas hidup dan keadilan sosial dari para pemimpin negeri yang telah dimuliakan oleh perjuangan dan kerja keras para guru, termasuk guru honorer. Regulasi yang jelas tentang perekrutan dan standar penggajian guru honorer dapat melindungi hak-hak ekonomi mereka. Hal tersebut bisa diwujudkan bila ada komitmen dan kemauan dari pihak-pihak yang terkait dengan hal ini.
Rekruitmen Guru Dan Kualitas Pendidikan
Guru honorer dan keluarganya berhak untuk merasakan kesejahteraan yang berkeadilan. Bukan berarti penulis setuju bila mereka otomatis diangkat menjadi PNS tanpa melalui mekanisme seleksi, seperti tuntutan organisasi yang mengatasnamakan guru honorer. Pendidikan saat ini jalan di tempat, sedikit banyak dipengaruhi oleh pola rekruitmen tenaga guru yang instan di masa lalu.
Kebutuhan tenaga guru yang mendesak menjadi alasan pengangkatan guru besar-besaran pada tahun 80-an tanpa melalui proses seleksi yang tepat. Banyak di antara guru mendapat SK pengangkatan saat mereka masih sementara menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.
Pengangkatan tanpa melalui mekanisme seleksi yang tepat tersebut sedikit banyak telah memberikan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan bagi kementerian hingga kini. Meningkatkan kualifikasi pendidikan guru yang belum berijazah S1 atau D4. Guru yang termasuk dalam kelompok ini jumlahnya lebih satu juta orang, kebanyakan dari mereka adalah guru senior.
Pendidikan yang kurang memadai diperburuk oleh rendah animo guru untuk membeli dan membaca buku-buku pendidikan modern semakin memperberat kerja Kementerian Pendidikaan untuk menjadikan mereka profesional. Berbagai jenis dan ragam pelatihan oleh Kementerian Pendidikan dengan anggaran yang tidak sedikit adalah cara instan untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan mengajar mereka.
Rekruitmen guru pada episode selanjutnya telah melalui proses seleksi, namun tetap saja tak mampu membawa pendidikan negeri ini dari zona kritis. Aroma kolusi dan nepotisme saat seleksi berlangsung masih terasa. Fenomena tersebut bahkan masih terasa di awal-awal reformasi. Untungnya, beberapa tahun belakangan ini, rekruitmen guru telah memberikan titik terang. Seleksi dan ujian online akan meningkatkan peluang generasi terbaik untuk diterima menjadi guru PNS dan mengurangi terjadinya tindak kecurangan dalam penerimaan tenaga guru.
Mengangkat derajat dan memuliakan ilmu dan kerja keras para guru honorer adalah kewajiban negara. Tapi, menuruti tuntutan kelompok tertentu guru honorer untuk diangkat otomatis dan seluruhnya menjadi guru PNS, adalah perjudian bagi dunia pendidikan kita. Guru honorer tetap harus lolos mutu dan lolos butuh untuk mengisi formasi sebagai guru PNS.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pendidikan di tanah air agar lebih berkualitas. Kurikulum senantiasa diperbaharui, saat ini berganti seiring pergantian rezim yang berkuasa. Namun jurus-jurus yang terpilih belum cukup jitu untuk menghasilkan guru profesional yang mampu meningkatkan derajat pendidikan kita.
Guru profesional yang dicetak melalui program sertifikasi jalur portofolio dan PLPG belum mampu menjawab espektasi kementerian dan masyarakat. Kesejahteraan yang meningkat belum berbanding lurus dengan peningkatan kinerja. Mencetak guru profesional dan berkarakter, tidak cukup hanya dengan pelatihan yang singkat apatahlagi hanya mengandalkan setumpuk berkas-berkas portofolio.
Sudah saatnya kementerian ini memulai dengan penyiapan bibit unggul dari kampus-kampus terbaik Indonesia. Putera-puteri terbaik bangsa, tanpa membedakan latar belakang ilmu kependidikan atau non-kependidikan, untuk direkrut dan dibina menjadi calon guru profesional. Memang butuh waktu dan proses, tapi ini lebih menjanjikan daripada langkah-langkah instan sekadar mengatasi masalah kekinian dan tak berorientasi jangka panjang.
Sumber daya yang berkualitas akan lahir dari sentuhan guru yang berkualitas pula. Guru yang berkualitas lahir dari perencanaan, tindakan, kontrol dan evaluasi yang terencana dan terukur.
Selamat Hari Pendidikan Nasional untuk para guru Indonesia
Selamat Hari Buruh untuk kaum buruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H