Ibnu Sina juga perpandangan, pendidikan harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.
Dengan demikian akan mampu memunculkan tenaga-tenaga profesional, dengan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya teoretik tetapi juga melatih skill, mengubah budi pekerti ke arah yang lebih baik dan kebebasan peserta didik untuk berfikir.
Dengan demikian aspek kurikulum dibuat sebagus apapun harus bertumpu---dengan bahasa Ibnu Sina pada akhlaq---pada membangun kepribadian, karakter dan budi pekerti yang sesuai dengan agama dan kondisi sosial masyarakatnya.
Ibnu Sina jauh sebelum UNESCO mencanangkan 4 (empat) pilar dalam proses pembelajaran; Learning to know, to do, to be dan live together telah diimplementasikannya dengan sempurna menuju masyarakat yang berkeadaban.
Sehingga perlu diupayakan---sebagaimana juga pada Kurikulum 2022---the ultimate goal---dari pendidikan menjadikan peserta didik yang berakhlak, mencintai kearifan lokal yang tidak melulu mengandalkan kecerdasan intelektual.
Kalau lembaga pendidikan hanya menghasilkan output dengan gelar pendidikan yang panjang lalu menjadi koruptor, tidak bermoral dan mengandalkan kesombongan. Maka tidak salah kalau ada orang yang mengatakan, lembaga pendidikan telah gagal. Karena telah mencetak manusia yang tidak manusiawi.
Oleh:
Masduki Duryat
*)Penulis adalah Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan Ketua STKIP al-Amin Indramayu, tinggal di Kandanghaur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H