I0419095 Violano Allegrosta, Penulis, Mahasiswa Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
---
Sejatinya, semua bayi diciptakan suci tanpa noda, semuanya sama-sama kosong dan siap diisi apapun. Dalam pendidikan usia dini, orang tua adalah kunci utama dalam pembentukan sifat dan watak dasar anak yang nantinya akan menjadi trait yang berkembang hingga dewasa, mempengaruhi struktur sosial ke depannya. Mengapa menjadi kunci utama? Karena orang tualah yang akan berinteraksi dengan anak pada usia-usia awal sebelum akhirnya anak mengenal lingkungan sekitar. Dikarenakan pendidikan usia awal akan membentuk  sifat dasar anak kedepannya, maka peran orang tua sangatlah signifikan agar anak dapat tumbuh dengan sikap yang dapat diterima oleh masyarakat.
Orang tua memiliki berbagai cara dalam mendidik anaknya. Salah satunya adalah dengan pola asuh otoriter. Baumrind (Casmini, 2007) berpendapat bahwa pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan dengan orangtua yang tinggi tuntutan namun rendah tanggapan. Orangtua otoriter selalu menuntut tanpa memahami keinginan anak Dalam artian, orang tua akan menyetir arah perkembangan anak tanpa memberi kesempatan anak untuk berkembang.
Hal ini terjadi karena orangtua memiliki tujuan memuaskan ambisi yang besar terhadap anaknya tetapi dengan cara yang penuh dengan aturan dan paksaan. Hal tersebut menjadikan tidak sedikit orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter. Baumrind (Casmini, 2007). Robinson et al (1995) menetapkan ciri internal yang mencerminkan praktik pengasuhan otoriter, yaitu sebagai berikut: adanya permusuhan verbal, orangtua memberikan hukuman fisik, anak mendapat hukuman yang tidak realistis, orangtua memiliki kekuatan untuk mengarahkan atau memerintah.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Defanny Fauziyah Pratiwi, Ruli Hafidah, Adriani Rahma dari Jurusan PG-PAUD, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam jurnal berjudul "Authoritarian Parenting Style With Aggresif Behavior of 5-6 Years Old", para peneliti mengamati fenomena perilaku agresif pada anak-anak usia 5-6 tahun di daerah Mojolegi, Teras, Boyolali. Contoh perilaku yang dimaksud seperti (namun tidak hanya terbatas pada) Â kontak fisik tanpa alasan yang jelas, berkata-kata kasar, hingga permusuhan antar teman. Barang tentu, perilaku agresif pada anak adalah perilaku yang buruk dan dampaknya akan bertambah besar ketika dewasa, baik dari sisi anak maupun sisi masyarakat. Peneliti berhipotesis bahwa hal ini disebabkan oleh pola asuh orang tua yang cenderung otoriter berdasarkan pendapat Chen, Dong, dan Zou (Bibi, 2013).
Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti mensurvey masing-masing mensurvei 37 orang tua dan anak usia 5-6 tahun. Kuisioner yang diberikan terdiri dari 13 butir untuk pola asuh orang tua dan 22 butir untuk perilaku anak. Semuanya dengan skor 1-5 dengan kategori dari "tidak pernah" hingga "selalu". Data dari anak dan orang tua yang terkumpul masing-masing diolah serta masing-masing dibagi menjadi 3 kategori: rendah, sedang, tinggi, dengan "tinggi" menunjukan pola asuh otoriter untuk data orang tua dan perilaku agresif untuk data anak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah populasi di tiap kelompok kategori antara versi orang tua dan versi anak menunjukan kesamaan jumlah. Dalam artian bahwa jumlah orang tua pada kategori "tinggi" jumlahnya tidak jauh beda dengan jumlah anak yang terdapat pada kategori "tinggi", begitu juga dalam kategori "sedang" dan "rendah". Dari sini kita bisa melihat adanya korelasi antara pola asuh otoriter dari orang tua terhadap perilaku agresif anak di lingkungan sekitar. Temuan tambahan dari penelitian ini juga menunjukan bahwa efek sifat agresif pada anak laki-laki cenderung lebih besar dibandingkan anak perempuan.
Sehingga, kita dapat menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua yang mengekang anak untuk berkembang secara diri sendiri dapat menimbulkan perilaku-perilaku agresif anak di kemudian hari. Dan seperti yang sudah dijelaskan di awal, hal ini tidak bisa dianggap sebelah mata karena sifat yang dibentuk semenjak dini akan menjadi sifat dasar anak yang tidak akan terhapus, melainkan justru berkembang seiring berkembangnya anak yang dikhawatirkan akan berdampak ke interaksi anak saat dewasa masyarakat nantinya.
Bukan berarti bahwa orang tua melepas anak begitu saja, bimbingan orang tua sangatlah penting bagi anak, serta pembatasan dalam hal tertentu yang memang buruk sangat diperlukan. Namun, membatasi diri dari perilaku yang benar-benar mengekang hak ekspresif anak adalah hal yang perlu dilakukan dalam mendidik anak.
---
Sumber :
- Hafidah, Ruli, dkk. (2019). Authoritarian Parenting Style With Aggresif Behavior of 5-6 Years Old. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
- Casmini. (2007). Emotional parenting. Yogyakarta: P_idea.
- Robinson, et al. (1995). Authoritative, authotarian, and permisive parenting practices: development of a new massure. Psycological Reports, 77, 819-830
- Bibi, F., et al. (2013). Contribution of parenting style in life domain of children. Journal of Humanities And Social Science, 12 (2), 91-95.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H