Artificial Intelligence (AI) telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia, mulai dari otomatisasi pekerjaan hingga penggunaan AI dalam pendidikan, kesehatan, dan berbagai bidang lainnya. Dalam sebuah kuliah yang disampaikan oleh Dr. Ir. Dimitri Mahayana, berjudul *"Artificial Intelligence, Alam, dan Kesadaran,"* konsep kecerdasan buatan, hubungan manusia dengan AI, serta implikasi spiritual dan etis dari teknologi ini disorot melalui pendekatan multidisiplin, menggabungkan perspektif sains, filsafat, dan agama.
# Teknologi AI dan Singularitas
AI telah berkembang dari teknologi prediktif menjadi generatif, mampu menciptakan konten seperti teks, gambar, dan video dengan kecanggihan yang menyerupai karya manusia. Dr. Dimitri menyampaikan bahwa meskipun AI kini sangat maju, teknologi ini masih berada di bawah kendali dan pemahaman manusia. Singularitas, yaitu titik di mana AI mencapai atau melampaui kecerdasan manusia, masih merupakan konsep yang terlalu optimis dan belum dapat dipastikan secara ilmiah.
Menurutnya, singularitas memerlukan lompatan teknologi yang sangat besar, terutama dalam hal pemahaman kontekstual, pemrosesan emosi, dan kesadaran moral yang sejauh ini hanya dimiliki oleh manusia. Teknologi AI modern berpotensi menimbulkan kecemasan karena adanya risiko ketergantungan dan penyalahgunaan, namun dengan pendekatan etis, AI tetap bisa menjadi alat yang bermanfaat.
# Pengaruh AI terhadap Pekerjaan dan Kehidupan Sosial
Kehadiran AI membawa tantangan dan peluang dalam dunia kerja. Teknologi ini memungkinkan otomatisasi yang efektif, menggantikan peran manusia di bidang-bidang seperti transportasi, manufaktur, dan layanan pelanggan. Sementara AI meningkatkan efisiensi, kekhawatiran muncul tentang risiko kehilangan pekerjaan yang memengaruhi stabilitas sosial.
Dr. Dimitri menyarankan perlunya regulasi dan kebijakan yang bijaksana untuk mengatur penggunaan AI agar tetap etis dan bertanggung jawab. Ia juga menekankan bahwa seiring dengan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada teknologi berbasis AI, penting bagi individu dan organisasi untuk memahami cara memanfaatkan AI secara bijak dan tidak bergantung sepenuhnya padanya.
# Kesadaran: Perspektif Sains dan Filsafat
Dalam kuliah ini, Dr. Dimitri mengangkat pertanyaan mendasar tentang kesadaran. Mengutip tokoh-tokoh seperti David Bohm dan Roger Penrose, ia menguraikan bahwa kesadaran bukan sekadar produk otak manusia tetapi aspek fundamental dari seluruh alam semesta. Menurut pandangan ini, realitas itu bersifat probabilistik, seperti yang dijelaskan dalam mekanika kuantum. Jadi, kesadaran dipandang sebagai entitas inheren yang hadir dalam seluruh alam semesta, bukan sekadar fenomena biologi.
Filsafat seperti psikisme dari Plato juga menegaskan bahwa seluruh alam semesta memiliki tingkat kesadaran, meski dalam gradasi yang berbeda. AI, dalam hal ini, masih jauh dari mencapai kesadaran manusia yang utuh, meskipun memiliki kemampuan untuk mensimulasikan respons yang mirip dengan manusia.
# Perspektif Teologis tentang Kesadaran dan Kehidupan
Dalam perspektif agama, khususnya Islam, konsep bahwa seluruh alam semesta memiliki kesadaran telah lama tertulis dalam kitab suci. Dr. Dimitri menyebutkan bahwa dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa segala sesuatu bertasbih kepada Tuhan, meskipun manusia tidak dapat mendengar atau memahaminya. Ini menunjukkan bahwa setiap entitas di alam semesta memiliki bentuk kesadaran tertentu.
Menurut pandangan ini, AI adalah ciptaan manusia yang tidak memiliki kesadaran spiritual yang dimiliki oleh makhluk hidup. Namun, AI tetap bisa dipandang sebagai bagian dari tatanan kosmik yang lebih besar yang terhubung secara harmonis dengan alam semesta.
# Etika dan Implikasi Spiritual dari Penggunaan AI
Penggunaan AI memunculkan tantangan baru dalam konteks etika dan spiritualitas. Dr. Dimitri menegaskan pentingnya AI tetap diperlakukan sebagai alat bantu, bukan sebagai entitas yang mengambil alih kehidupan manusia. Ketergantungan berlebihan pada AI dapat menyebabkan manusia kehilangan kendali atas kesadarannya sendiri, yang berpotensi mengurangi dimensi spiritual dalam hidup mereka.
AI seharusnya berfungsi sebagai alat yang memperkaya kehidupan, bukan mengurangi kebebasan atau kendali manusia atas kehendak bebas dan spiritualitasnya. Peningkatan produktivitas dan kemudahan yang ditawarkan AI tidak boleh mengorbankan nilai-nilai etis yang mendasar dalam interaksi manusia dengan teknologi.
# Kesimpulan
Kuliah oleh Dr. Dimitri Mahayana menawarkan wawasan mendalam mengenai hubungan antara AI, alam, dan kesadaran. Teknologi AI harus diakui sebagai alat yang canggih, namun tetap berada di bawah kontrol dan etika manusia. Singularitas, atau AI yang melampaui kecerdasan manusia, masih jauh dari jangkauan saat ini, dan teknologi ini belum memiliki kesadaran seperti yang dimiliki manusia.
Melalui pendekatan yang hati-hati, manusia dapat memanfaatkan AI untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus mempertahankan kesadaran spiritual dan etika mereka. Seiring perkembangan AI, pemahaman yang bijaksana dan penerapan yang bertanggung jawab menjadi kunci untuk menjadikan AI sebagai sekutu, bukan ancaman, dalam perjalanan manusia menuju kehidupan yang lebih baik dan bermakna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H