Mohon tunggu...
Mas Didot
Mas Didot Mohon Tunggu... -

Pengelana belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Realita Baru... dalam Dialog Imaginer di Desa Rangkat

25 Januari 2011   10:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:12 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anjangsana Ki Astoko disertai Didot sinting, sungguh sudah masuk kedalam alam kenyamanan desa rangkat. Baik penghuni tetap, pendatang, tamu sementara nampak ramah dan penuh persaudaraan. Bersamaan waktu itu ada pula tamu Ibu Della yang telah mengenal Mas Didot di halaman Kompasiana. Memang si Didot sinting suka tertawa, senyumnyapun murah nampak dapat dilihat di kaca besar gaya kompasiana seperti itu di : http://filsafat.kompasiana.com/2011/01/18/tangis-tawa-atau-senyum-aja-2/).Ibu Della bertemu dihalaman depan rumah pak Kades menyapa si Didot, katanya :

==. :“Betul mas Didot, Tertawalah atau tersenyumlah, maka setengah penyakit akan berkurang sakitnya.Tertawa adalah “obat” yg gratis tak pakai resep dokter. Jadi mengapa kita harus selalu bersedih.”.Disambung kata Selsa :

==. :“Akh, aku sudah merasakan manfaat tersenyum mas…… hehehe tapi sejauh ini masih terhindar dari senyum2 sendiri.”Bu Della menyambung lagi:

==. :“Merpati putih mas @Didot akan selalu bercengkerama dengan ki Astoko. Yaaa..?”Didot menjawab:

==. :“Sempat Pak Odi, apa saya berasal dari Salatiga. Mungkin Pak Odi pun ingin merasakan bulu putih saya mbak, sesama Djokja-is…Siapa tahu kita-kita bisa kopdar di Jogya. Di Yogya ada Elisabeth Murni, dll.Ki Astoko sebagai orang Djokja juga keluar suaranya keras di : http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/22/daerah-istimewa-yogyakarta-opiniku/ ..”Didot melanjutkan bersuara katanya :

==.:“Aku mau ke market rangkat ini. Kunjungan kesuatu tempat tidak lengkap tanpa kunjungan kepasarnya. Sekaligus biar ketemu kak Risa.”

Tiba-tiba muncul mas Dudi :

==. : “Selamat Datang Pak Didot, sesama pendatang baru jangan ganggu Risa ya hehehe,…”

Didot sinting merasa lebih muda ya takut dan gemas cuma nyengir saja. Katanya nyantai:

==.:“Cuma mau beli rokok, mas…”

Sambil bercengkerama dikawasan desarangkat Ki Astoko angkat bicarakatanya :

==. :“Di kawasan Yogya, yang disebut Banglades (Bantul Bagian Selatan) ada kota wisata besar Paris (Parang Tritis). Dan diwilayah itu ada banyak tempat –tempat dimana biasa banyak orang berkumpul. Ada tempat wisata pantai 5 tempat,wisata budaya desa dan seni (3 tempat) ada wisata rohani (4 tempat). Informasi itu justru saya dapat dari kepolisian, Polisi Wisata.”

==.:“Kek, katanya disana juga ada tempat-tempatcagar budaya. Bagaimana itu cerita nya..?.”

==.:“ Menurut Rm. G. Utomo pr, tokoh penggali sejarah kebudayaan setempat, cagar budaya itu hanya upaya pemeliharaan dan pelestarian budaya saja. Khususnya untuk situs atau bangunan bernilai sejarah.”

==.:“ Kok kakek bilang “Hanya upaya”…. Apa si yang lebih penting ?”

==.:“Anak Sinting ini bisa juga bertanyanya.Yang lebih penting ya budaya itu sendiri kata Rm. G.Utomo pr itu, yaitu ekspressi dinamika kreatip dalam kerangka struktur multidimensional. Dan itu mengandung konflik dan keterbatasan dari sisi kebesarannya daya kreasi. Itu kita rasakan kalau kita berkreasi menciptakan rangkat dari kata2, kita tak pernah puas rasanya. Isi sanubari kita dan daya tangkap kita jauh, luas, dalam, kata-kata kita habis…”.

==.:“Betul kek. Tetapi itu kan hanya impian, angan-angan, kita manusia aja kek ?

==. :“ Imaginasi tidak hanya unik sebagai kapasitas seorang manusia yang memberikan visi dan awal dari semua penemuan dan inovasi. Imaginasi juga adalah kekuatan yang memungkinkan kita untuk berempati dengan manusia yang memiliki pengalaman yang kita belum pernah alami. Sebab,manusia dapat belajar dan memahami tanpa harus memiliki pengalaman.  Tentu saja ini adalah sebuah anugerah kekuatan yang dianggap netral , alami dan wajar saja.”Ki Astoko bisa tidak berhenti kalau bicara.

Anak Sinting tidak mau kalah katanya :

==.:“ Ki  Ada lho orang tidak suka berimaginasi, dia menuntut semuanya serba nyata, terukur, terbukti. Sedang Imaginasi itu hanya membuat orang menjadi pemimpi dan tak pernah nyata.”

==.:“ Itu berarti orang seperti katamu itu hanya memilih untuk pada posisi nyaman dalam batasan pengalaman mereka sendiri. Karena mereka itu tentu tidak mau menderita, jadi tentu tak tahu rasanya menderita. Dan mereka biasa menolak untuk mendengarkan jeritan orang-orang di dalam kurungan,  mereka menutup pikiran dan hati mereka terhadap penderitaan yang nyata dialami orang lain. Penderitaan sesama tidak pernah mengetuk hati mereka, dan mereka bisa menolak untuk mengetahui.Jadi mereka ini memilih untuk hidup di lingkungan yang sempit menyebabkan pembentukan sebuah mental kerdil tak bisa punya empati tak mau tak bisa berempati.”

==.:“ Kek, jadi imaginasi itu kekuatan manusia yang sungguh berharga, bisa kita berkarya, bisa membuat kita berempat dan banyak kawan kek…….?”

==.:“ Karya kita dan kreativitas kita harus membuahkan realita, realita baru akhirnya. Jangan berhenti dikarya sastra saja. Mencipta karya sastra setelah rohani dipuaskan manusia itu harus membuktikan. Dalam karya sastra yang buahnya bisa dinikmati orang lain hendaknya menjadi motivasi karya kita selanjutnya. Dan permenungan membaca karya sastra orang lain, itu ibarat mobil mengisi bahan baker, bukti kehebatannya di jalan raya.” Kilah Ki Astoko.

==.:“ Jadi dengan imaginasi harus ada kreativitas dan Realita baru, begitu Ki….?

Mulut Ki Astoko cuma komat-kamit. Dalam hatinya berkata: Bocah sinting ini malahan membuat saya berkicau. Lalu berkata lagi :

==.:“Anda memiliki kemampuan untuk mengimaginasikan diri anda ke dalam kehidupan mereka yang tidak seberuntung anda. Kecerdasan, kapasitas untuk bekerja keras, pendidikan yang anda dapatkan dan terima, memberikan anda status yang unik dan tanggung jawab yang unik pula untuk masing-masing. Gunakan status anda untuk memberikan imbas dengan berbicara mewakili mereka yang tidak bisa berbicara. Dengan begitu maka mereka yang lemah akan bangga menganggap anda menjadi keluarga mereka yang benar.”

Didot sinting mengutip sebuah ungkapan dari penulis Yunani Plutarch:“ Apa yang kita capai di dalam diri kita akan mengubah kenyataan di luar” . Pesannya jadi : Sempurnakan terus fiksi desa rangkat.. (Sumber : JK Rowling Harvard  University Commencement Speech)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun