Mohon tunggu...
Deni Indracahya
Deni Indracahya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mantan penjaga toko, Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya\r\nUniversitas Indonesia, Motivator Training

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat Untuk Embun

7 Juli 2014   20:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:08 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

SURAT UNTUK EMBUN

Embun, Ia yang hadir di dalam kesunyian

Yang mengajarkan kita tentang bagaimana menjadi seorang penyejuk

Yang menjadi penyegar tatkala gersang menantang

Engkau embun yang dirindukan ilalang



Taukah kau apa itu ilalang?

Ia tumbuhan tak bertuan, tak berbunga dan tak berbatang

Embun, aku ini ilalang yang tak berwenang

Tak ada satupun lahan yang senang aku datang

Apalagi yang di sana, mereka memanggilku benalu penggangu

Namun, apa yang mereka perbuat pada temanku yang sudah besar?

Ia di tarik hingga ke akar, di cabik dengan kasar

Mereka yang aku kenal habis meregang di tengah genjotan gigi-gigi tajam

Embun yang ku tak tau dari mana kau datang

Sejatinya hanyalah engkau yang senantiasa ku rindukan

Yang menyelimuti tubuh yang tak berdaya ini

Yang selalu menumbuhkan buliran semangat yang mencerahkan hari ku

Tapi, Kau tau embun?

Yang aku benci adalah Matahari

Ia seakan tak ingin melihat kau dan aku bertemu

Ia selalu saja mengajakmu pergi dan meninggalkanku sendiri lagi

Wahai embun taukah engkau,

Aku yang nista ini terkadang gusar

Gusar dalam kecemburuan tatkala melihat dikau pun hinggap di tempat lain

Dan memberikan apa yang kau berikan padaku

Aku tau kau bertindak dalam kemulian

Aku juga tau bahwasanya sikap yang engkau berikan kepadaku bukan berarti ,

Aku menjadi spesial di matamu

Namun setiap sentuhan yang kau berikan

Setiap goresan senyuman yang kau lontarkan

Menjadi masa-masa indah  perjalanan

memberikan goresan tentang arti kehidupan

Embun, apa kau tau?

Aku ini lahir dalam kebencian dan akan mati dalam penindasan

Aku tak punya syarat apapun tuk menjadi orang yang berbahagia

Di kala siang menerjang, segala doa slalu kupanjatkan

Aku hanya ingin hidup lebih lama menatap bintang dan rembulan

Aku hanya ingin Tuhan memberikan selimut yang telah dijanjikan untuk HambaNya

Tak ada sisa dalam hidupku selain daripada sebuah penantian

Menanti pelukan yang hanya akan kau berikan kepadaku

Tak ada lagi matahari yang kan memisahkan kita,

Tidak jua hewan ternak dan majikannya

Meski itu semua tak kan lama, Meski engkau dan aku hanyalah HambaNya yang tak kan pernah hidup selamanya

Namun itu semua sudah lebih dari cukup bagiku tuk menjdi orang yang selalu tersenyum,

Tersenyum bahagia karena aku telah menjadi pemenang

Yahh, memenangkan anugrah terindah yang diciptakan Tuhan

Lalu melahirkan sebuah generasi pemimpin alam

Dan mati dalam dekapan sang pujaan

Yahh, bersama kau

Kaulah embun, Kaulah sang penyejuk hingga akhir zaman

DA3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun