Muhammadiyah harus menyadari karakter gerakannya itu yang tidak bisa secara hitam-putih dipisahkan dari gerakan-gerakan sosial baik yang bercorak agama maupun yang bercorak LSM memang inilah konsekuensi wajah Muhammadiyah itu banyak mungkin wajahnya tidak politik praktis/poliitk dengan orientasi kekuasaan.Â
Mungkin wajahnya bukan wajah politik murahan atau politik rendahan tetapi harus dibentuk identitas berpolitik Muhammadiyah itu sebagai karakter berpolitik nilai atau berpolitik yang berkeadaban yang itu dapat saya sebut sebagai berpolitik tanpa partai politik praktis atau "berpolitik tidak praktis" meminjam bahasa Prof Haedar Nashir.
Catatan Penutup
Sebagai kesimpulan, ada beberapa rekomendasi untuk mewujudkan upaya agenda-agenda ketiga hal tersebut di atas yaitu; pertama bahwa Muhammadiyah penting menyadari bahwa Muhammadiyah dalam berdakwah di ranah politik harus terhubung dengan gerakan-gerakan sosial lainnya, Â karakter Muhammadiyah harus lebih inklusif lebih adaptif dan kolaboratif sehingga dampak yang diharapkan lebih sistematis dan massif mengingat tantangan yang dihadapi bangsa dalam bidang ekonomi politik sangat berat.Â
 Muhammadiyah tidak bsia sendirian menjadi gerakan pembantu harus pula difikirkan gerakan arus utama. Kedua,  Muhammadiyah harus senantiasa menunjukkan kekuatan politiknya dengan terus-menerus menyuarakan aspirasi publik. Selalu terdepan bersuara ketika ada banyak hal yang harus dikoreksi dari problem tata kelola negara  di saat yang sama juga harus mengapresiasi apa baik yang sudah dilakukan oleh pemerintah.  Dalam gerakan sosial ala CSO, koreksi-koreksi itu adalah sebuah tanggung jawab moral politik yang melekat di dalam Muhammadiyah sejak dulu hingga kini dan itu harus dipertahankan daya kreatif dan advokatifnya.Â
Dan  yang terakhir membangun paradigma Muhammadiyah yang lebih hijau. Hal ini dapat dimulai dari bagaimana cara Muhammadiyah menghijaukan teologi almaun.  Bahwa al ma'un itu bukan hanya menyelamatkan kelompok yatim piatu, orang miskin, kelompok Marginal tetapi juga menyelamatkan lingkungan hidup (berbasis eko-teologi liberasi) yang itu juga apabila selalu dieksploitasi tanpa batas dengan dalih pertumbuhan ekonomi dan konservasi kapitalistik, tak bisa ditolak akan menjadi penyebab merebaknya kemiskinan baru, penyebab yatim piatu, penyebab kerusakan kerusakan moral spiritual yang berkelanjutan dengan resiko yang tidak terperikan.
Sekali lagi, harus diupayakan dengan penuh kesungguhan dan militansi untuk berdakwah di rana politik, advokasi, dan lingkungan hidup sebagai upaya mencegah keadaan lebih buruk di masa depan sehingga penulis usulkan tafsir-tafsir yang sangat dominan tentang rahmatan lil alamin di dalam risalah peradaban Muhammadiyah harus sedikit banyak mulai ditransformasikan menjadi sebuah gerakan rahmat bagi bumi.
Membangun kosnepsi kewargaan Muhammadiyah adalah warga negara bumi (Earth citizenship) sehingga penting untuk diperankan lebih kuat lagi di masa kini dan masa depan. Â Saya kira, dengan kekuatan teologi pembebasan al-Maun yang kian hijau, Muhammadiyah sangat siap menyambut babak baru peradaban ekologis. Wallahu 'alam bi ashawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H