Mohon tunggu...
David Efendi
David Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah

seorang warga biasa-biasa saja. Ingin berbagi sebagai bagian upaya memberikan arti hidup small act of Kindness. Pegiat Perpustakaan Jalanan Rumah Baca Komunitas yang memberikan akses bacaan, pinjaman buku tanpa syarat dan batas waktu. Belajar apa saja sebagai kontributor di www.rumahbacakomunitas.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agenda Mendesak Menghijaukan Al Maun

12 Desember 2022   17:13 Diperbarui: 12 Desember 2022   17:50 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Atau Bahasa halusnya harmoni dengan pemerintah tetapi tidak mau memberitakan suara-suara kritis yang disampaikan oleh pimpinan Muhammadiyah atau organisasi-organisasi di bawah Muhammadiyah termasuk majelis dan lembaga. Kisahnya ini sebuah mentalitas yang sangat buruk. Bagaimana keterkaitan Muhammadiyah seharusnya menjadi corong (muadzin moral) dari Muhammadiyah namun justru menjadi corong bagi kekuasaan (buzzerp) yang tak segan-segan memframing atau melakukan counter opini sampai menyerang personal tokoh Muhammadiyah. 

Sebagai monument peringatan, seruan demokratis Muhammadiyah yang diwakili oleh Ketum PP Muhammadiyah penting untuk direnungkan dan direfleksikan untuk mengobati politik yang sakit di negeri ini:

"Sekali pemerintah dan DPR berkehendak, maka tak ada kekuatan apapun yang dapat mencegah dan menghentikannya. Dan mungkin suara Tuhan pun, tak akan didengar." (Republika, 13/10/2020)

Itu adalah bentuk keberpihakan Muhammadiyah pada demokrasi yang tidak kecil. Konsistensi menyerukan keberpihakan pada masyarakat dan nilai-nilai demokrasi sudah teruji namun kerap kali perangkat operaisonalnya terhambat oleh 'politik etis' dan moral politik Muhammadiyah sehingga Muhammadiyah tidak mau memposisikan sebagai oposan membabi buta. Tugas Muhammadiyah masih sama dengan yang sudah-sudah: membantu negara dan menjadi muadzin serta meluruskan kiblat berbangsa---bukan menggulingkan kekuasaan sah.

Ketiga, Politik Lingkungan baru Muhammadiyah. Saya kira, isu yang sangat serius yang ingin saya sampaikan sebagai agenda Muhammadiyah mensikapi kerusakan bumi di berbagai sudutnya adalah persoalan lingkungan yang ternyata tidak terpisahkan dari sistem ekonomi kapitalistik rezim oligarki, system politik elektoral Pemilukada yang mendasarkan pada praktek politik ijon atau transaksional yang ujungnya mengorbankan alam sebagai uang jasa politik. 

Saya ingin mengambil contoh bagaimana Muhammadiyah merespon persoalan lingkungan ini secara komprehensif yaitu tidak sekedar memandang persoalan lingkungan sebagai persoalan lingkungan an sich tetapi ini terkait dengan karakter rezim/ tipologi rezim kekuasaan tertentu. Semakin pepresif rezim dipraktikkan, maka semakin ekstraktif rezim tersebut akan menjadi.

Perjalanan proses politiknya berikutnya, menarik sekali ketika Muhammadiyah ada kesungguhan untuk membangun upaya dialogis walaupun pemerintah tidak menyambut itu secara demokratis yaitu bagaimana Muhammadiyah meminta dengan berbagai macam kajian agar presiden membatalkan atau membuat Perpu untuk menggagalkan atau menunda undang-undang omnibus Law atau RUU Ciptakerja yang akhirnya disahkan dengan mengundang banyak kurban demonstran dan peretasan. 

Muhamamdiyah juga kemudian aktif terlibat dalam diskursus menolak undang-undang Minerba, mewanakan keaidlan sumber daya dengan menggelar rembug nasional, dan yang terakhir menolak hasil TWK KPK yang menghina rasa keadilan dan kemanusiaan dan penuh siasat jahat pada agenda pemberantasan korupsi. Perminan kumuh politik yang didukung imperium buzzer politik tersebut bukan hanya terhubung dengan persoalan korupsi, KKN, dan demokrasi, tetapi juga pada ancaman pada kerusakan lingkungan yang maha hebat jika deforestasi itu dilegalkan, dilegitimasi secara politik formal. 

Kerugian lainnya adalah proses disengement kekuatan CSO dengan proses pengambilan keputusan politik. Kita patut bersukur hal itu sudah menjadi konsen di Muhammadiyah sejak pasca reformasi ini. Secara singkat, Muhammadiyah sedang on the way menghijaukan al-maun dengan semakin menguatnya pengetahuan ekologi menjadi dasar pengambilan keputusan di dalam merawat dan mengembangkan Muhammadiyah

Dengan hadirnya sebuah majelis Lingkungan hidup,  majelis hukum HAM, LHKP,  MDMC, MPM yang semuanya itu punya irisan dengan isu-isu lingkungan dan peran agama sehingga kiprah untuk menyelamatkan lingkungan adalah bagian dari gerakan "politik nilai", meminjam istilah lain untuk menjadi kekuatan baru di luar partai politik yaitu kekuatan politik alternatif di Muhammadiyah.  Memang menarik ketika mendorong cara cara berpolitik berbasis kewarganegaraan di luar teknik  berpolitik ala partai politik walaupun Muhammadiyah bukan berarti tidak membangun komunikasi dengan partai politik. 

Muhammadiyah harus tetap inklusif dan kolaboratif kepada pihak lain selama untuk agenda kemaslahatan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun