Mohon tunggu...
David Efendi
David Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah

seorang warga biasa-biasa saja. Ingin berbagi sebagai bagian upaya memberikan arti hidup small act of Kindness. Pegiat Perpustakaan Jalanan Rumah Baca Komunitas yang memberikan akses bacaan, pinjaman buku tanpa syarat dan batas waktu. Belajar apa saja sebagai kontributor di www.rumahbacakomunitas.org

Selanjutnya

Tutup

Politik

Serangan Ora Umum

18 Maret 2016   11:33 Diperbarui: 18 Maret 2016   12:20 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banalitas pembangunan hotel sebagai Bentuk dari terorisme Negara yang menebar katakutan pada Sipil. Hal INI mendapatkan pembenaran teoritiknya Jika Kita pelajari terorisme Dan bagaimana karakteristiknya. Terorisme adalah suatu strategi kekerasan yang dirancang untuk meningkatkan hasil-hasil yang diinginkan, dengan cara menanamkan ketakutan dikalangan masyarakat umum. Terorisme merupakan penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan, yang bertujuan untuk mencapai terjadinya perubahan politik (Hendropriyono, 2009: 26). Terorisme adalah kekerasan, pembunuhan dan ancaman yang disengaja serta sistematis terhadap mereka yang tidak bersalah demi keuntungan politik atau taktis, biasanya untuk mempengaruhi publik yang menyaksikannya (Adian, 2003:80). Rumusan ini membuat fokus terorisme hanya tertuju pada pelaku sipil (non-state terrorism), seolah-olah negara tidak termasuk sebagai pelaku teror, karena negara memerangi terorisme.

Akan tetapi aksi teror tidak hanya menjadi monopoli para pelaku sipil saja, Wilkinson membedakan terorisme ke dalam tiga tipe, yakni terorisme revolusioner, terorisme sub-revolusioner, dan terorisme represif. Terorisme revolusioner dan terorisme sub-revolusioner adalah yang dilakukan oleh para pelaku sipil. Terorisme revolusioner bertujuan untuk memutarbalikkan tatanan secara total, sedangkan terorisme sub-revolusioner sekedar mengubah kebijakan, balas dendam, atau menghukum pejabat publik yang tidak sejalan. Terorisme represif diartikan sebagai penggunaan kekerasan secara sistematis demi menekan, melenyapkan atau membatasi ruang gerak kelompok tertentu yang tidak sejalan dengan kelompok yang berkuasa. Tipe terorisme inilah yang merupakan aksi teror yang biasa dilakukan oleh negara (Adian, 2003:82).

Sejak negara berdiri ada tiga sifat yang melekat sebagai landasan kedaulatan sebuah negara, yakni sifat monopoli/mencakup semua,  sifat memaksa dan sifat tak terbagi. Tiga hal fundamental inilah sebuah organisasi politik tertinggi yang dinamakan negara layak disebut berdaulat. Sifat monopoli berarti negara memiliki monopoli dalam menentukan tujuan bersama dari masyarakat, sifat mencakup semua berarti bahwa negara (all-encompassing, all embracing), semua peraturan  perundang-undangan berlaku untuk semua tanpa kecuali, dan sifat memaksa berarti bahwa negara memiliki kekuasaan untuk memakai kekerasan secara fisik dalam menjalankan kekuasaan (Budiarjo, 2004:40-41). Negara menjadi superior atas warga negara, karena merupakan organisasi politik  tertinggi yang dibentuk berdasarkan perjanjian bersama. Dengan unsur kelengkapan yang melekat pada negara seperti birokrasi, regulasi danbudget menjadikan negara memiliki kedaulatan penuh terhadap warga negara. Termasuk memaksa agar pembangunan kota yang Gila gilaan mengancam air warga Tetap dilakukan. Inilah yang disebut "Serangan tidak(ora) umum" yang terjadI di Yogyakarta.

Rezim teknokratis itu banyak juga kontribusi kerusakannya. Sumber daya energi yang didedikasikan bagi ‘hajat hidup orang banyak’ dan harus ‘dikuasai negara’, menjadi komoditas komersil yang diserahkan kepada mekanisme pasar. Karena itu, Indonesia menghibridasi paradigma liberal dan komunitarian yang keduanya sejatinya bekerja dengan logika yang saling berkebalikan. Dengan model denizenship—yaitu mempekerjakan dan dipekerjakan olehregime of knowledge yang saling berkontestasi dan tak terdamaikan, jelaslah kausa berbagai polemik dan dilema dalam relasi kuasa antara negara dan warganegara di Indonesia.

Tulisan ini hendak Saya tutup dengan Suatu Percakapan Antara gareng dan petruk ketika melintas di kota Jogja.

Suatu sore, percakapan pun terjadi

Reng, sesuk Ki tanggal 1 Maret

Njuk ngopo truk? Ono dum dum apo?/sajakke kok Sirius tenan.

Kowe wis lalu tenan reng, uripmu tambah wagu.

Piye to?

Jan ramudeng, sesuk iku 1 Maret. Peringatan serangan umum reng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun