Â
Kebohongan kejuaraan Kemenpan
Awalnya tulisan INI disematkan judul "Pantaskah Jogjakarta No.1" di republik ini sebagai penanda bahWa ada progresifitas menakjubkan dari outcome pembangunan selama Lima tahun Terakhir. Skor yang mengejutkan tapi juga Biasa Biasa saja sebab Sudah sering DIY menyandang angka angka terbaik atau Papan atas misal IDI, IGI, dan Terakhir capaian reformasi birokrasi semester pertama tahun 2016 INI.
Di tengah keresahan publik yang sangat mendalam INI justru Skor INI terasa hampa. Di tengah ketidakgembiraan masyarakat kefanaan angka angka ini terasa kuat. Warga Yogyakarta tidak sidang baik baik saja ( we are not fine) angka hanyalah angka, adalah simulakra atau sejenis hiperialitas.
Angka bisa menipu atau misleading bagI Suatu pembangunan sebagaimana buku how to lie with statistica yang sangat terkenal tahun 2001 lalu di dunia akademik. Sebagai respon banyak ilmuwan seoerti amartya sen, stiglitzs menyangsikan angka angka dalam praktik kehidupan. Saya Setuju, statistik adalah politik Pencitraan atau sebagaI bisnis manipulatif yang dipaksa diakui~Sisi lain, Tak berartI bagi sebagian Besar rakyat.
DIY INI terkesan bekerja untuk memenuhi laporan akuntabilitas samPai setengah dewa upayanya. Saya menyaksikan. Tetapi lemah untuk urusan program terkait Hidup Dan mati rakyant Jogja. Bisa Dilihat, lapangan Kerja yang sangat Tak.memadai, angka kemiskinan DIY diatas 14%. Ditambah lagi Keamanan juga menurun di Jogja, anehnya indeks demokrasi 2014 cukup tinggi, Naik sangat signifikan.
Fananya angka juara kali ini adalah kado terburuk di bulan februari ini. Karena dengan persembahan ini kami semakin tak percaya akan adanya suatu yang disebut perkembangan, suatu yang disebuy inovasi karena kesulitan menemukan di mana letak reformasi sehingga layak diganjar penghargaan terbaik se jagat Indonesia.
Soal DIY, seorang birokrat muda di Yogyakarta Punya pendapat bahwa "capaian di atas adalah capaian yang fana, di tengah indeks gini (indikator ketimpangan per kapita) dan indeks williamson (indeks ketimpangan antar spasial/wilayah) yang kian menganga." Tidak cukup ITU, ia Bilang bahwa kejuaraan inI disadari betul oleh sebagian besar birokrat yang waras bahwa angka INI adalah sejenis fatamorgana. Sangat fana. Semakin dibuat terbaik, semakin Besar kesenjangan Antara imajinasi angka dengan kenyataan.Â
Â
Akhirnya tulisan ini kami tutup bahwa, negeri mulia hadiningrat ini telah diapusi banyak pihak sehingga kami membenarkan apa yang telah ditulis Profesor Sunyoto bahwa ini semua disebabkan negeri adat ini kehilangan kendali kepemimpinan. Beliau menuliskan dengan agak marah:Â
"...Indonesia itu kan negera yang bebas sebebas-bebasnya, tidak ada yang ngontrol. Sebenarnya kalau pemerintah daerahnya tahu itukan sudah ada peruntukan ruang, tata ruang. seluruh Indonesia, propinsi, Kabupaten, Kota, itu sudah ada tata ruangnya. ada tata peruntukan ruang. dikontrol dari situ saja sudah selesai. Tetapi siapa yang bisa ngontrol, negara Ngayogyokarto Hadiningrat saja gak bisa ngontrol, hotel seenaknya saja dibangun, (Red:juga toko modern berjejaring). Rumah-rumah berpagar di YOgyakarta sudah 52 titik. Ini sudah darurat ruang. Kontrol memang tidak jalan. " (Prof Sunyoto Usman, Sosiolog UGM dimuat di SM edisi 16-19 Februari 2016)