Mohon tunggu...
David Efendi
David Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah

seorang warga biasa-biasa saja. Ingin berbagi sebagai bagian upaya memberikan arti hidup small act of Kindness. Pegiat Perpustakaan Jalanan Rumah Baca Komunitas yang memberikan akses bacaan, pinjaman buku tanpa syarat dan batas waktu. Belajar apa saja sebagai kontributor di www.rumahbacakomunitas.org

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tindakan-Tindakan Kreatif Perlawanan

16 Maret 2016   02:31 Diperbarui: 16 Maret 2016   03:25 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya ingin menuliskan satu artikel sederhana untuk [caption caption="Poster oleh Arya Dwiyoga RAGS"][/caption]menyambut diskusi dan sharing dalam Reboan di RBK esok hari yang bakalan sangat monumental ketika padepokan sunan disinggahi oleh orang merdeka seperti Elanto yang gaungnya ‘pecah’ bergema di media sosial sampai hari ini lantaran 'aksi gila' yang dibenarkan akal sehat ketika melihat carut marut banalitas kehidupan post industrialis hari ini. Tulisan ini semacam biografi sosok penyeru perlawanan dari sosok individu. Diskusi ini akan berlangsung besuk tanggal 16 Maret 2016 mulai jam 18.30 WIB. Rencana lama yang tertunda dan tergapai akhirnya. Thanks berat untuk mas Elanto Wijoyono.

Banalitas akhir zaman yang terekpresikan secara gampang adalah bagaimana pengendara motor mewah alias moge merasa jagoan di jalanan dan bisa membeli polisi, juga bangunan hotel yang menguras habis sumur warga, swalayan yang mendownload seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Selain itu banalitas proses elektoral politik dalam kampanye tak simpatik yang merusak gendang telingah kebudayaan orang-orang kampung.

Seperti Algore yang gigih menentang rakusnya kapitalisme yang merusak masa depan kehidupan di banyak penjuruh dunia, di Yogyakarta ada Elanto, Dodok, Mbah Marijan,  dan banyak individu lain yang tak disebutkan namanya berada di pihak yang menantang segala praktik kekerasan kebudayaan, kekerasan kapitalisme, dan kekerasan politik. Ada nafas baru yang segar bahwa revolusi fisik tidak lagi menjadi satu-satunya jalan untuk melakukan transformasi sosial. Ada revolusi harapan yang dilahirkan dari gagasan Erich Fromm yang mengajak kita untuk melakukan pemanusiaan atas segala skema pembangunan terencana (yang selama ini sangat teknokratis dan tekhnologis yang secara efektif meminggirkan manusia).

seruan-seruan akan emansipasi terhadap kehidupan manusiawi khususnya kehidupan urban telah sangat keras digaungkan oleh kekuatan otonomi individu baik yang digerakkan oleh Dodok dalam warga berdaya dan jogja ora didol sebagai bentuk perlawanan publik atas ambisisnya kekuatan kapital dalam pembangunan di kawasan perkotaan. Elanto dan Dodo adalah sedikit dari banyak manusia yang layak disebut sebagai para muadzin perlawanan, atau penyeru perlawanan. Dua orang ini punya kesamaan karakter yaitu nguwongke uwong—artinya inklusif saya lihat dari jarak jauh. Tidak segan-segan retweet dan repost seruan-seruan dari Komunitas lain yang mempunyai hasrat kebaikan dalam tindakan-tindakan sosialnya. Beberapa kali saya melihat postingan poster bermerk Urban Literacy Campaign dan #GerakanMembunuhJogja diaretweet dan juga di posting di kanal perlawanan kreatif: Kota untuk Manusia.  

Mengingat banyak hal menarik sehingga saya mencoba memnca sepak terjang dua individu ini dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Erich Fromm dalam revolusi harapannya,  Vacklav Havel yang meberikan kredit pada kekuatan orang-orang biasa yang dianggap tiada daya, dan buku yang terbaru Karl Jackson dan Steve Crawshaw dalam tindakan-tindakan kecil perlawanan (trejemahan), serta model perlawanan sehari-hari yang pernah dikaji oleh Donatella tentang kekuatan online dna offline, Kervliet (2010) tentang perlawanan tanpa pimpinan dan tak terorganisir di Vietnam, dan Andrew walker (2014) di Thailand.

Konsep Tindakan Kreatif Perlawanan

Tindakan kreatif perlawanan adalah gagasan yang sepadan dengan everyday politics of resistance, everydayrebeliion, and regular small act of kindness. Menurut salah satu sumber yang saya lupa kopi paste linknya menyebutkan begini:

Creative resistance begins when we start to imagine what our world - our communities, our friendships, our networks – could be like when we start living by our own rules outside of the logic of progress and profit and learn to construct the ‘goodlife’ together by observing and working with the ecological systems of the natural world. To do this we need to create space, psychological and physical. Creative Resistance always begins in the imagination of another way of being together, but has to continue with an act of resistance in the world itself, when a new idea is thrown in the face of the present.

Tindakan perlawanan kreatif (Acts of Creative resistance) seringkali menjadi langkah awal untuk mendekonstruksikan kesadaran (kebudayaan).  Aksi teartrikal: mandi pasir, topo pepe, mandi bunga sangat mungkin menjadi misteri sekaligus penjalas kemunculan suatu bentuk solidaritas komunal (identitas kejogjaan). Penjelasan semacam ini tentu saja tak mudah ditemukan dalam pelajaran di kelas mata kuliah.

Pada kondisi tertentu misalnya mkapitalisme kehilangan legitimasi termasuk pemerintah daerah yang tak lagi berharga dimata rakyatnya, orang per orang mencari sesuatu yang lain, jalan keluar sendiri, bagaimana cara membangun solidaritas kebersamaan, sharing, memproduksi sesuatu dan belajar sesuatu. Ini adalah kebutuhan bersama. Upaya pemuasan materi yang dibutuhkan sebagai upaya bersama adalah tindakan perlawanan sebagaimana digagas Charles F Kettering, direktur General Motors Research Laboratories, jelas ketika ia menuliskan artikel pada saat kekacauan pasar stok tahun 1929 dengan judul 'Keep the consumer Dissatisfied'. Kettering berargumen bahwa kunci kesejahteraan ekonomi adalah penciptaan ketidakpuasan.  Logikanya, jika semua orang sudah punya apa yang dia inginkan maka mereka tak akan pernah membeli suatu yang baru. Perlawanan kreatif juga demikian, bahwa perlawanan dapat dimulai dengan kata TIDAK dan membuka ruang lebar untuk mengatakan, "YA, inilah keadaan yang kami mau."

Tindakan kreatif Elanto selain dapat dinilai sebagai tindakan kreatif adalah juga telah memenuhi beragam teori sebagai bentuk perlawanan yang teruji, tegar, dan berdaya tahan. Karakter otonomnya juga penting untuk dikaji dalam konteks super citizen yang dibanyak negara telah berperan sebagai penjaga keutuhan kehidupan bermasyarakat-bernegara. Sama dengan kekuatan social capital, bentuk perlawanan dengan jalan budaya kreatif adalah kekuatan yang strategis untuk membangun kekuatan beasosiasi-berjejaring (Putnam dalam Bowling Alone, 2001).  Dalam artikel ini, ada beberapa konsepsi yang akan diperlihatkan untuk melihat kekuatan kretaifitas yang ditopang pengetahuan sebagai metode menyerukan perlawanan yaitu pertama, keberanian berjalan sendiri atau bersama-sama; kedua, kretaifitas dalam banyak tindakan baik online maupun offline, baik yang mengarahkan penolakan atau tindakan small act of kindness; ketiga. Ketegaran atau daya tahan dalam menyampaikan gagasan atau keyakinan akan pentingnya sharing ideas.; dan keempat adalah karakter non-violence yang sangat menggerakkan.

Keberanian  Bertindak

Siapa pun tahu bahwa keberanian yang didasari karakter otonom adalah suatu keniscayaan bagi sosok penyeru perlawanan. Dalam konteks kota sebagai arena pertempuran kuasa (politik )dan kapital (ekonomi) maka daerah ini daerah yang syarat dengan kemenangan, pestapora, kejayaan dan di sisi lain akan bergelimpangan nestapa. Kekuatan politik dan uang selalu berdekat erat dengan premanisme dalam segala variasinya. Maka.  Menolak pembangunan hotel,eksploitasi, dan brandalisme jalanan bukanlah perbuatan tanpa resiko. Resiko disadari dan jalan taktik ditempuh. Jika mau berhasil, keberanian haruslah dipadukan dengan penalaran yang baik agar tidak mati dalam keadaan konyol. Mati dalam keadaan ide gagasan brilian belum sempat merasuk dalam alam kesadaran netizen & citizen (rakyat). Ya, karena mental berani inilah sosok Dodok Putra Bangsa berhasil menjadikan Hotel Fave ditutup, juga sosok Elanto mengubah brutalnya pengendara moge dan praktik penyuapan polisi semakin tidak sembrono. Ini adalah suatu upaya mulia untuk terus meneriakkan kebaikan.

Kreatifitas Perlawanan

“A creator is not someone who works for pleasure. A creator only does what he or she absolutely needs to do.” Gilles Deleuze (1925-1995)

Seperti tindakan kretaif Elanto, sebenarnya ada banyak kisah inspiratif seputar penggunaan metode perlawanan yang kreatif di muka bumi ini. Ada buku Jakcson dan Crawshaw, ada website menarik seperti ini, yang dapat menjadi petunjuk dan pengetahuan akan perlunya kreatif di dalam upaya mengubah suatu keadaan atau menolak suatu keadaan baru yang mengancam. Elanto dan Dodo mirip seolah mereka percaya bahwa gagasan yang diviralkan akan melahirkan kekuatan dukungan sentipetal dan sentrifugal secara simultan dan ini sebuah jalan yang tidak ‘mahal’ untuk memulai suatu agenda aksi. Kisah kekuatan viral juga pernah terjadi di Korea atas tindakan asik seorang mahasiswa bernama Ju Hyun-Woo yang membuat poster bertuliskan “I am not fine” berwarna kuning seperti warna identitas #gerakanmembunuhjogja. Poster dari kampus ini menjadi viral lantaran terlampau banyak kasus yang membuat orang tidak gembira dan tidak baik-baik saja seperti korupsi, pemilu yang tak jujur, pembangunan PLTN, dan sebagainya. Banyak orang mengaimini tindakan Hyun-Woo ini seperti orang mengamini tindakan Dodok dan Elanto. Kedua makhluk tuhan ini sangat kompak untuk mengedukasi publik agarmenjadi warga berdaya—warga yang terus berkarya tak berharap pada negara dalam brandingnya #JogjaOraDidol dan juga kampanye serta advokasi untuk mewujudkan Kota Untuk Manusia (ini juga menjadi nama group facebook).

Biar bagaimanapun, perlawanan itu adalah adalah seni kemungkinan. Bagaimana cara membuat suatu yang tak mungkin menjadi mungkin dengan trial and error tanpa merasa stress dan frustasi. Perlawanan yang dapat dibuat asik, dagelan, fresh, dan unik tentu saja akan memberikan nafas lebih panjang. Contohnya, perlawanan yang cukup kompak saat memperjuangkan keistimewaan DIY dalam format legal-formal. Ada sound of revolution-nya dari hip hop. Di Kota Yogyakarta ada lagu Jogja Ora Didol dan gangnam Ramasalah Har, dan sebagainya. Ini pertanda bahwa cara perlawanan kita sudah sampai pada tindakan tindakan kreatif. Kreatifitas juga punya korelasi dengan daya tahan serta ketagaran. Selain itu juga ledakan karya seni bernada perlawanan dalam beragam desain di social media, poster, graffiti jalanan, banner, leaflet, broadcast, dan fotografi.

Kekuatan daya tahan

Bentuk perlawanan yang paling mematikan adalah perlawanan yang berdaya tahan. Sederhananya, satu orang saja melakukan perlawanan seperti tuntutan kamisan di depan istana Negara tentu ini adalah suatu kegoncangan moral dan harga diri luar biasa bagi pelaku kejahatan yang disowani setiap hari. Jenis perlawanan yang tidak bisa dihadang dengan tank karena hanya satu atau tiga orang, bentuk perlawanan yang sulit dilumpuhkan lantaran meraka tak melakukan kekerasan apapun, dan juga tidak bisa ditembak karena semua orang tahu aksi berpayung hitam adalah seperti orang sedang takziah. Begitu juga Elanto menghadang Moge dan meneriakkan beragam kasus kemungkaran di ruang publik seperti mempetisikan perusak Kawasan Cagar Budaya (KCB), konvoi kampanye pemilu, dan teriak melalui foto-foto kekacauan trotoar jalan untuk membela hak “difable” (different ability). Aksi-aksi berdaya tahan dan individual ini selain akan mendatankan simpati, berbiaya murah, dan tak gampang dihantam terlebih karena ‘adzan’nya ditunggu jamaah di sosial media. Apa hal baru postingan di facebook dan tweeter gerakkannya ini selalu ada yang sabar menunggu. Saya pribadi terasa betul, bahwa gerakan Elanto dan Dodok ini memaksa kita melakukan apa yang bisa kita lakukan. Terlebih, setelah menonton film di belakang hotel, semen-samin, kala benoa, dst karya Watcdoc itu rasanya kita adalah bagian dari jamaah yang diadzani setiap saat.

Daya tahan itu adalah kekuatan yang dipelihara dengan berjejaring, dengan melakukan tindakan, melanjutkan apa yang sudah berjalan, berteman dengan siapa saja, beriteraksi, menjawab wawancara, mennyatakan pendepat di media, menuliskan cerita pendek, menguatkan diri dengan membaca, belajar hal baru, mau berbagi dan bertanya satu lain hal. Inilah kekuatan yang tak gampang ditumpas. Peluang melakukan seruan dan perlawanan semakin terbuka. Keyakinan inilah yang saya saksikan dari sosok manusia merdeka bernama akun twetter @joeyokarto ini.

Jalan non-Kekerasan

Dunia kontemporer yang kita dapat jadikan pelajaran adalah bagaimana berminggu-minggu kelompok oposisi di Mesir menduduki (sit-ins) tempat umum di masa transisi mendukung Mohamad Morsi. Mereka mereplikasi taktik para demonstran yang pernah aksi protes kepada komunisme dengan menduduki Tiananmen di China,  pendudukan damai di Epifanio de los Santos Avenue untuk membebaskan Presiden Ferdinand Marcos dari tuntutan, aksi pendudukan the United States’ National Mall to memaksa menghentikan perang Vietnan, pendudukan gedung DPR-MPR tahun 1998 di Indonesia untuk melengserkan Suharto, dan masih banyak lagi.

Praktik perlawanan tanpa kekerasan ini dipraktikkan secara luas di dunia seperti Anna Hazare di India yang melawan korupsi dengan puasa yang membuat solidaritas luar biasa. Jutaan manusia bergabung, turut berpuasa. Jadi, sebenarnya tindakan non-violence resistance (perlawanan tanpa kekerasan) ala mandi pasir, mandi kembang, menghadang moge, menebarkan kesadaran akan pentingnya ruang publik ala Elanto ini dapat membangkitkan kekuatan citizen & netizen untuk menyuarakan kebenaran.

Keberhasilan tentu saja debatable ukurannya. Saya sendiri lebih melihat keberhasilan perlawanan kretif ini diukur dari sisi internal (apakah bertahan, solid, nilai yang diperjuangkan semakin mantab dipahami pengikutnya) dan sisi eksternal melihat obyek yang mengalami transformasi seperti penghentian pembangunan hotel, penyegelan. penyitaan, penyerahan diri, kemenangan di persidangan, dan mendapatkan semakin besar dukungan publik terkait isu/kasus yang sedang diperjuangkan.

Salah satu kesalahan terbesar dalam melihat perlawanan sipil adalah bahwa demonstrasi jalanan dan aksi pendudukan akan mengubah keadaan secara signifikan(Chenoweth) karena gerakan ini membutuhkan taktik yang tepat (Gene Sharp dalam demokrasi tanpa kekerasan). Sebaliknya, menurut teori setidaknya tiga tahun sebuah gerakan rakyat dapat diidentifikasi perubahannya. Kampanye brutalisme malah butuh banyak tiga kali waktu lebih lama. Sejarah dunia menunjukkan bahwa civil resistance campaigns cenderung berhasil ketika mereka membangun kuantitas dan kualitas pengikut, taktik yang dipilih melalui seleksi, loyalitas, disipilin dalam tindakan non-kekerasan, dan keahlian mengurangi resiko. Semua ini memerlukan waktu, pengorganisasian gagasan, persiapan, dan juga bayangan perubahan di masa yang akan datang.

[Bukan] kesimpulan

Taktik berbeda dengan strategi. untuk menggaransi keberhasilan tak pernah gampang di dalam misi perlawanan sipil atas kuasa politik atau kuasa pasar. Selalu ada dinamika, pembelajaran, korban, dan kebangkitan dari perlawanan tersebut. Ini adalah seni melakukan negosiasi (bisa saja), atau seni memaksimalkan tuntutan (dengan kesediaan menerima apa yang mungkin didapatkan). Erica Chenoweth menuliskan:

“Effective civil resistance involves a number of skillfully sequenced moves that increase broad-based, diverse participation, allow participants to avoid repression, and lead regime loyalists to defect. Without a broader strategy based around these steps, sit-ins can end in catastrophe.”

Katanya, perlawanan efektif itu membutuhkan skill yang hebat untuk menarik dukungan besar, dapat mengindarkan pengikutnya dari tindakan brutal dan menjadikan ‘musuh’ menyerah. Tanpa taktik kreatif upaya pendudukan hanya akan berakhir pada penumpasan atas gerakan. Dalam rezim demokratis, kesalahan startegi sangatlah mungkin akan lebih awal dikalahkan. 

Dalam beberapa kajian dari tahun 1900 -2006 mengenai gerakan rakyat yang dapat dikategorikan sebagai “popular movement” yang dengan menggunakan satu metode perlawanan dapat berhasil. Saya kira inilah kekuatan baru yang dapat dimengerti bersama tentang betapa sebuah perlawanan yang efektif itu mensyaratkan keberanian, ketegaran, non-kekerasan, kreatifitas, dan ketahanan. Jadi apa yang dilakukan Elanto ini punya kontribusi serius bagaimana cara cara perlawanan: taktik, metode, dan spirit nilai yang dimiliki dapat mengawetkan sebuah perlawanan yang menjadikan para #pembunuhJogja tak nyenyak tidur. Katakanlah wahai warga jogja: I am not Fine!

 

Bacaan: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun