Mohon tunggu...
David Efendi
David Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah

seorang warga biasa-biasa saja. Ingin berbagi sebagai bagian upaya memberikan arti hidup small act of Kindness. Pegiat Perpustakaan Jalanan Rumah Baca Komunitas yang memberikan akses bacaan, pinjaman buku tanpa syarat dan batas waktu. Belajar apa saja sebagai kontributor di www.rumahbacakomunitas.org

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penyegaran Gerakan Literasi

15 Maret 2016   18:45 Diperbarui: 15 Maret 2016   19:01 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan literasi, seharusnya, bukan melulu urusan perbukuan tetapi jugadilengkapi dengan aktifitas lain yang membumi seperti mengembangkan kebudayaan, menagpresiasi seni, sampai pada kegiatan berkebu. Membaca dan menanam punya orientasi masa depan. Membaca itu menanam pengetahuan untuk masa depan sementara menanam juga upaya advokasi terhadap lingkungan untuk melindungi bumi agar tetap sehat dan menyehatkan. 

Tak terbayangkan, jika pembaca tak peduli pada alam maka membaca itu terasa mencabut kesadaran akan pentingnya realitas. Realitas yang kita pahami sebagai persoalan kontemporer lingkungan. Bumi panas, oksigen kurang adalah satu persoalan sederhana yang akan bisa ditolong dengan menanam.  Upaya lainnya adalah pendayagunaan barang barang yang masih bermanfaat tetapi disepelekan dengan reduce dan reuse. Inilah yang dilabeli “ekoliterasi” dalam madzab RBK Kalibedog (Gerakan literasi #5).

Pesan agung dari gerakan ekoliterasi adalah kehidupan yang lebih harmoni, ramah longkungan, dan berkelanjutan. Gerakan literasi tidak boleh berhenti pada kemampuan masyarakat menyerap bacaan text dan beragam wacana kontemporer tetapi juga dituntut aksi nyatanya untuk mengurangi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat misalnya hilangnya ruang terbuka hijau di kota dan degradasi fungsi tanah sebagai penyedia kehidupan (oksigen) dan juga ketidakpedulian manusia akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem—jaring-jaring kehidupan (meminjam Capra). Membaca harus diaktifasi dengan kegiatan menanam sebagai manifestasi keberihakan pegiatnya pada masa depan bumi.

Salah satu problem besar masyarakat modern adalah masalah pengelolaan sampah. Jumlah sampah setiap hari berlari seperti deret ukur, sementara tata kelola sampah sangat lamban seperti deret hitung. Jadi semakin sesaklah bumi manusia dengan sampah bahkan manusianya dapat tertimbun sampah. Di Jakarta, laporan majalah Tempo edisi Desember 2014 menuliskan bahwa masyarakat Jakarta menghasilkan sampah seberat 2000 gajah dewasa/per harinya. 

Jika tak mampu dikelola, maka akan menjadi bencana sewaktu-waktu. Apa yang bisa dilakukan? Sampah bisa saja menjadi komoditas ekonomi agar manusia tidak ceroboh memindahkan sampah hanya karena egoism sesaat—menjauhkan sampah dari matanya tetapi mendekatkan kepada mata banyak orang dengan membuang secara sembrono di tempat yang menjadikan sampah itu mengganggu padahal sampah itu bisa tidak mengaggu bahkan menguntungkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun