Mohon tunggu...
David Efendi
David Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah

seorang warga biasa-biasa saja. Ingin berbagi sebagai bagian upaya memberikan arti hidup small act of Kindness. Pegiat Perpustakaan Jalanan Rumah Baca Komunitas yang memberikan akses bacaan, pinjaman buku tanpa syarat dan batas waktu. Belajar apa saja sebagai kontributor di www.rumahbacakomunitas.org

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang Kota di Bumi Mataram

29 Februari 2016   17:35 Diperbarui: 8 Maret 2016   14:08 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelompok warga berdaya ini sadar betul pentingnya media sebagai saluran contentious politics untuk meroketkan perjuangan dan mencari simpati. di laman webnya ada hal menarik yaitu ajakan kepada pengunjung untuk memboikot hotel bermasal. Di sana tertulis:

“Mudik & liburan di Yogyakarta? Hindari menginap di hotel bintang yang dibangun antara 2010 – 2015. Ada banyak indikasi pelanggaran pada izin lingkungan dan IMB.Jangan sampai mudik atau liburan Anda jadi bagian dari masalah bagi warga Yogyakarta. Selamat mudik dan berlibur di Yogyakarta :)#JogjaOraDidol.

Kalau saja ini dilengkapi list hotelnya tentu akan dapat memicu perang lebih nyata di bumi mataram. Bisa saja nama-nama hotel sudah dikantongi tinggal disiarkan di social media. Ini adalah senjata yang sangat cerdik dan halus (soft power).

Mafia Hotel dan Mall.

kelompok ini mewakili kubu ekspansif yang kekuatannya bukan hanya lokal, bahkan internasional sebagai habitat pebisnis yang melakukan penetrasi dengan beragam jenis usaha seperti hotel, mall, swalayan berjejaring yang sangat berpengaruh langsung atas kehidupan warga. Dengan hotel bagus yang banyak dan murah akan menggusur losmen, akan mematikan ekonomi lokal selain itu juga dampak ekologisnya yang berkepanjangan mengancam kehidupan. Kasus Fave hotel adalah cermin untuk semua--untuk pengambil kebijakan IMB (pemerintah kota) dan Amdal (propinsi).

Tidak main-main, pengembang hotel dalam kurun waktu 5 tahun terakhir telah mengantongi izin lebih dari 100 hotel, tahun 2015 sebanyak 67 hotel sedang dibangun. Data lain mengatakan ada 189 hotel dan 34 mall yang sudah mendapat izin. Sebagian sudah dibangun. Apabila pemerintah fair dan mau mempublish semua ‘fitnah’ Ini, tentu bermakna antisipatif dan juga provokatif. Hal akan meningkatkan eskalasi perang kota yang luar biasa. Jika dirahasiakan, Ini adalah bom waktu yang juga akan membunuh jogja, bumi mataram.

Memang tak mudah hentikan kekuatan kapital berjejaring. Cara kerjanya seperti mafioso, licik cerdik, ulet, dan punya banyak cara untuk mendapati kemauannya, nafsunya. Seringkali kepala daerah, Bappeda, otoritas, preman, warga, tak berdaya menghadapinya sehingga dengan diam-diam atau sembunyi-sembunyi berada di pihak sindikat perusak kota (budaya, ekologi, dan hubungan sosial). Suasana tak rukun juga kerap muncul akibat pembelahan sikap warga yang mendukung pembangunan hotel/mall dengan yang tidak setuju (kubu seberang).

Sebelum RTRW kelar, izin-izin hotel sudah diberikan karena memang juga sudah didesakkan oleh para mafia dan makelar. Inilah sistem pemerintahan yang hanya menekankan pada aspek do thing right (sesuai atau tidak melawan regulasi) dan bukan do the right thing (di atas hukum atau regulasi, ada dimensi etika dan nurani) karena bisnis itu sama dengan politik sehingga berlaku pepatah politics as bussiness as usual. kekuasaan politik adalah subordinasi kekuasaan kapital/ekonomi. Namun, hal ini bukan berarti tak mendapat perlawanan. 

Thomas Hobbes dan Charles Darwin mengilustrasikan potensi manusia yang menjadi pemangsa atas lainnya dalam kompeteisi bebas purba. Situasi perkotaan hari ini semakin mendekati pada praktik kompetisi yang tidak manusiawi alias buas. Bukan hanya karena sumber daya yang terbatas diperebutkan oleh semakin banyak orang, tetapi ada satu kelompok yang jumlahnya tak lebih dari 1% itu sangat rakus dan buas sehingga pertempuran di dalam 1% itu saj telah mematikan kesempatan banyak orang di luar kelompoknya.

Situasi kesenjangan antara the haves and the haves not ini adalah malapeta. Hadirnya gap kesejahteraan ini dalam sejarah Indonesia telah terbukti bekerja untuk melahirkan perang antar ethnis, antar kelompok dan tentu saja pihak yang paling dirugikan adalah kelompok kebanyakan. kapitalist hanya akan pindah tempat setelah situasi memburuk dan mencari daerah jajahan baru, pindah keluar negeri misalnya, dan sementara orang-orang lokal (pribumi) akan mencari cara bertahan dengan apa yang bisa dilakukan sesuai moral economy yang berlaku.

Siapa yang jelas akan merusak, jika sudah jelas seharunya tidak perlu menunggu keruskaan sempurnah untuk kemudian di lawan. Bumi mataram adalah bumi manusia yang perlu diselamatkan. Siapa saja dapat melakukan dan mengambil bagiannya dengan cara masing-masing. Kekuatan individu tak lagi bisa dianggap sebelah mata.

Mari rebut Jogja kembali bung! jika tidak sekarang kapan, jika bukan kita siapa?! Orang baik saatnya bicara!

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun