Di sisi lain, agama islam yang sejak awal perkembangannya dibonceng oleh pemilik budaya Arab; beberapa ritual wajib menggunakan bahasa Arab; kitab suci juga berbahasa Arab, maka umatnya secara otomatis juga menggunakan kata Allah untuk menyebut Sang pencipta. Meskipun ada beberapa istilah yang luput terarabkan dan tetap mengambil bentuk lokal seperti istilah sembahyang untuk mengatakan menyembah Sang Pencipta.
Selama berabad-abad, tidak pernah ada yang meributkan soal istilah untuk menyebut Sang Pencipta ini. Dan hanya dalam pelaksanaan ritual agama, khususnya islam, yang mewajibkan penyebutan Allah secara khusus. Sedangkan di luar ibadah, istilah itu tidak pernah ada pembatasan.
Karena istilah, apapun sebtannya, sesungguhnya hanya simbol bahasa yang digunakan manusia untuk mengkomunikasikan ide. Dan agar ide yang disampaikan kepada publik dapat dipahami dengan baik, tentulah manusia akan memilih istilah atau kosa kata yang sudah dikenal oleh publik: sasaran komunikasi.
Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama islam telah lama menyerap kosa kata arab Allah untuk menyebut Sang Pencipta. Sepertinya tidak ada yang salah, apalagi dirugikan. Malahan, menurut saya, sudah seharusnya kosa kata bahasa Arab (baca: Allah) itu digunakan juga oleh umat agama lain yang ada di Indonesia. Karena hanya dengan cara itulH ide tentang Sang Pencipta yang sedang dikomunikasikan kepada publik dapat dipahami denganbaik dan benar.
Mengapa dianggap salah dan dilarang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H