Presiden Mesir dari Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mursi yang dikudeta Panglima Angkatan Bersenjata Mesir, Jenderal Abdul Fatah al-Sisi menjadi sejarah kelam islam politik. Pengambilalihan itu didasari keinginan rakyat yang turun ke jalan berdemontrasi tanpa henti. Salah satu pemicunya adalah "syariat islam". Karena di tangan islam politik, syari'at menjadi tidak peduli dengan yang lain. Kristen Koptik dan Syi'ah yang sebelumnya hidup aman dan diayomi, zaman Muhammad Mursi tidak lagi mendapat perlindungan, bahkan ingin dienyahkan.
Ketidakpedulian dengan yang lain berujung perlawanan rakyat Mesir. Sebagian besar rakyat menghendaki Muhammad Mursi meninggalkan jabatan presiden dengan segera. Kemudian militer mengambil alih dengan melantik ketua Mahkamah konstitusi sebagai pejabat sementara presiden menjelang pemilihan yang akan dilaksanakan sesegera mungkin. Tindakan militer yang di luar konstitusi itu adalah penyelamatan dari aksi massa yang semakin brutal dan meluas.
Membaca tulisan dan tanggapan dari kelompok islam politik yang ada, kejatuhan yang dialami Muhammad Mursi di Mesir, mereka pahami sebagai kesalahan pihak lain. Teori kospirasi menjadi andalan mereka mencari pembenaran. Menurut mereka kelompok lain mengadakan persekongkolan menjatuhkan, karena kebenciannya dengan islam. Islam dijadikan tameng karena ketidakmampuan mereka memegang amanah. Pihak lain diserang dengan tuduhan.
Begitulah nalar islam politik. Mereka menganggap diri mereka sempurna sebagaimana islam. Sejarah kegagalan yang menimpa mereka bukan karena kesalahan dan kekurangan mereka, melainkan karena pihak lain yang sengaja menggerogoti dan bersekongkol menghancurkan. Setiap kali kegagalan dan kehancuran berulang, yang bukan kelompoknya akan menjadi kambing hitam yang tertuduh.
Begitu kegagalan berulang, maka teori konspirasi juga berulang. Dari zaman islam politik paling awal sampailah zaman paling akhir. Lembaran sejarah kegagalan islam politik dikontruksi dengan cara mencari kesalahan di pihak lain sebagai lawan. Pihak lain yang menjadi lawan adalah kelompok yang dilabeli sekuler, liberal dan yang sejenis. Mereka kemudian menghubungkan kelompok ini dengan zionisme, Israel dan Barat.
Hampir semua tulisan tentang islam politik dari kelompok islamis disemangati oleh teori konspirasi. Semangat perlawanan kepada yang lain menjadi citarasa yang begitu kentara dan vulgar. Mereka mempertentangkan kami dengan yang lain, Timur dengan Barat. Dengan semangat yang sama di Barat muncul teori benturan peradaban -islam dengan barat- oleh Samuel Huttington. Tanpa disadari, teori konspirasi maupun clash of civilization telah menanamkan mental kekalahan dan kemudian memberi perlawanan.
Semangat kekalahan dan perlawanan sangat mewarnai gerakan dan pemikiran islam politik. Militansi kelompok mereka juga terbentuk dengan menciptakan yang lain sebagai musuh bersama. Dalam setiap ceramah dan tulisan selalu saja dikontruksi dengan cara membedakan teman dengan lawan yang menjadi musuh. Semangat mengalahkan yang lain untuk menang menjadi mantra yang diulang-ulang. Dan ketika kemenagan sudah diraih, cara berfikir mereka tetap sama, yang lain adalah musuh yang harus dienyahkan. Seperti yang dilakukan kepada kelompok Syiah dan Kristen Koptik di Mesir ketika Ikhwanul Muslimin berkuasa.
Apabila mindset yang dibangun dengan teori konspirasi dan bahwa yang lain adalah musuh tetap menjadi pedoman dalam menggerakkan kekuatan politik, maka bisa dipastikan islam politik hanya sebagai pihak yang merepotkan. Karena bagi mereka, selain kelompok mereka adalah musuh. Maka alam demokrasi yang menghendaki yang lain sebagai mitra tidak menjadi ruh dalam gerakan dan pikiran islam politik. Kualisi bagi mereka hanya sebatas strategi untuk bersama menikmati. Begitupun ketika menjadi besar dan berkuasa yang lain akan dihabisi.
Semoga tumbangnya Presiden Mesir dari Persaudaraan Islam menjadi cermin besar bagi umat islam. Umat islam dimanapun, khususnya di Indonesia harus sadar bahwa islam politik adalah gerakan dan pemikiran yang terlepas dari islam. Mereka hanya sekedar memperalat islam untuk menarik simpati umat. Bahkan islam politik bertentangan dengan ajaran islam. Karena ajaran islam menghendaki sesama makhluk untuk saling mengasihi. Yang besar dihormati dan yang kecil dikasihi. Yang berkuasa wajib mengayomi dan melindungi. Sangat bertentangan dengan yang dilakukan oleh islam politik yang hanya memikirkan kelompoknya saja.
Salam Damai untuk Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H