Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lawan Tanding Itu Dahlan Iskan

25 April 2014   15:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertandingan yang tidak seimbang menjadi sebuah kenistaan nyata bagi si kalah dan keunggulan menyakitkan bagi pemenang. Tropi yang didapatkan cenderung kurang bermakna, karena strategi dan kekuatan yang digunakan untuk menang tidak sepadan dengan proses yang dijalani. Sudah menjadi tabiat manusia, ketika mendapatkan sesuatu dengan mudah, maka hasil yang didapatkan menjadi kurang bernilai. Hasil yang didapat berbanding lurus dengan proses yang menggetarkan.

Kemenangan sudah di tangan. Begitulah menurut pengamatanku terhadap semua capres yang sudah mendeklarasikan diri bila dibandingkan dengan capres dari PDI-P, Jokowi. Sebagai warga yang diikutkan untuk mengambil bagian dalam pertandingan menginginkan ada lawan tanding yang berimbang, setidaknya hampir mengimbangi. Tentunya tidak ada maksud saya meremehkan kandidat yang nekad turun ke gelanggang untuk menjemput kekalahan. Sama sekali bukan. Saya hanya menginginkan lawan tanding yang berimbang.

Siapapun yang berani ikut bertanding, pastilah sudah memiliki strategi dan segala sesuatunya yang memadai menurut takaran mereka. Tidak ada petarung yang berani tampil apabila hanya untuk mempermalukan diri di tengah gelanggang. Sudah pasti kandidat yang tidak mahu mundur meyakini dirinya memiliki kelebihan untuk menjemput kemenangan.

Tetapi dunia sudah jauh berbeda dengan kondisi dua atau tiga puluh tahun yang lalu. Para capres sebaiknya menggunakan paradigma kekinian untuk mengukur kelayakan dirinya. Perkembangan pengetahuan telah menampakkan kedigdayaannya: masa depan tidak lagi bersembunyi. Segala sesuatunya yang akan terjadi sudah terang dan nyata. Begitu juga tentang hari esok, ketika pemilihan presiden diselenggarakan. Pemenangnya seakan sudah nyata. Hanya tinggal selangkah lagi: pemilihan.

Dengan cara apapun melihat dan menyiasati, hasilnya tetap Jokowi seandainya yang berlaga adalah para capres yang sudah mendeklarasikan diri. Untuk menjadikan permainan lebih seru dan berimbang, syukur-syukur bisa menang, hanya ada satu yang menururutku perlu dipertimbangkan. Sehingga siapapun nanti yang menang tidak bangga berlebihan dan yang kalah tidak pula terhina berlebihan. Figur yang bisa dikedepankan untuk melawan Jokowi saat ini adalah Dahlan Iskan. Kandidat capres yang ikut konvensi Partai Demokrat. Terbukti beliau memiliki skor tertinggi dalam konvensi.

Bagaimanapun semua tergantung kepada bapak Presiden SBY. Otoritas untuk menunjuk siapa yang akan diusung oleh PD adalah ketua dewan pembina partai, yakni Bapak SBY.

Menurut hitunggan sementara suara perolehanpartai dalam pileg, kesempatan membuka poros baru bagi memuluskan pencalonan DI masih sangat terbuka. Kelompok partai tengah sampai sekarang belum memiliki kandidat capres. Dahlan Iskan berpeluang besar dan sangat ditunggu oleh masyarakat untuk diajukan sebagi lawan tanding yang tangguh. Menurutku seandainya Dahlan Iskan dicalonkan akan membuat "pertempuran" menjadi seru dan berimbang.

Semoga pak SBY dapat menangkap semangat dan harapan masyarakat yang begitu besar kepada sosok Dahlan Iskan ini. Saya berkeyakinan, tampilnya menteri BUMN ini akan membuat semua menjadi terhormat. Menang atau kalah adalah kehormatan, ketika lawan tanding memang berimbang.

Hal lain yang juga harus diperhitungkan dengan cermat adalah pasangan capres, yakni wapres dari capres. Ketika salah menangkap isyarat dari akar rumput terhadap cawapres yang ideal, pemilihan akan membawa petaka. Jadi tidak benar pendapat yang mengatakan, digandengkan dengan siapapun Jokowi menang. Menurutku pendapat itu salah besar. Jokowi bisa saja tenggelam dan hilang dari sanjungan publik ketika memilih wakil yang salah. Artinya peluang menang dan kalah masih ditentukan oleh keputusan memilih pasangan.

Capres lain yang tidak diunggulkan akan berpeluang mengalahkan Jokowi ketika pasangan cawapres yang dipilih memenuhi harapan masyarakat. Untuk posisi wakil siapapun menurutku sosok yang sangat menguntungkan untuk menjemput kemenangan adalah juga Dahlan Iskan. Ya, DI menjadi figur yang dapat menjadi pertempuran berimbang. Ketika Jokowi menggandeng DI sebagai pasangan, bisa dipastikan akan menang. Adapun ketika capres yang lain mengambil DI sebagai pasangannya, maka pemilihan akan berimbang, tidak tertutup kemungkinan menang.

Dahlan seakan menjadi faktor penentu seru tidaknya proses pemilu presiden. Besar harapan agar Dahlan mendapat pentas untuk tampil, agar pemilhan nanti berlangsung seru dan berimbang. Keseimbangan dalam pertandingan bagiku lebih penting dari kemenangan. Karena proses itu menjadi tolok ukur keberhasilan setelah kemenangan diraih. Proses pada gilirannya akan menjadi cermin bagi pemenang ketika menjadi penguasa. Cermin besar untuk mengambil segala tindakan. Inti dari tindakan itu diawali oleh mengerti, teliti dan hati-hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun