Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jilbab Syar'i

24 Februari 2015   18:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:35 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karena ada tulisan pada papan plang itu, timbullah ide di pikiranku, untuk memberikan jawaban yang mudah dipahami anak gadisku. Maka kami pun berhenti sejenak, di seberang jalan, tidak jauh dari papan plang. Kebetulan di situ ada bangku, di bawah pohon dendan yang rindang. "Kita beristirahat dulu, di sini," kataku sambil membersihkan bangku panjang dengan telapak tangan kanan. Ada beberapa daun dari pokok dendan kering yang terjatuh di situ.

"Apa maksud tulisan di papan plang itu?" Kataku memancing pertanyaan, yang mengarahkan kepada jawaban yang sudah ada di pikiran.

"Memberi tahu orang yang akan menyeberang jembatan, agar berbelok kanan, melewati jalan lain, jalan alternatif." jawab anak gadisku dengan sangat yakin. Semua juga bisa menjawab seperti dia, karena tulisan dan tanda panahnya sangat jelas. Kemudian sekitar jarak 10 meter dari papan plang itu, ada gang baru ke arah kanan.

"Mengapa harus lewat jalan lain?" Isteriku mendahului dengan pertanyaan lanjutan, yang sebenarnya akan kutanyakan.

"Karena jembatan yang biasa dilewati mungkin rusak, sehingga masih diperbaiki."

"Mari kita berjalan lagi," ajakku menyudahi istirahat sebentar. Istirahat yang disengaja untuk menjadi pengantar pembicaraan selanjutnya, yakni pembicaraan yang menyangkut hukum islam tentang jilbab yang kujanjikan akan diberikan jawabannya sore ini juga.

"Kita lewat mana, bang?" Isteriku meminta pendapatku, sambil mengambil sepeda yang tersandar di bangku tempat kami duduk.

"Kita coba berjalan terus lurus, saja, mungkin perbaikannya sudah selesai," jawab anakku, mewakili apa yang juga sedang kupikirkan. Sebenarnya aku yang dimintai pendapat, tetapi yang namanya anak kecil, selalu ingin mendahului. Saya juga tidak keberatan dan tidak mempermasalahkan. Bahkan berterima kasih kepada anakku yang sudah memberikan jawaban.

Kami pun melanjutkan berjalan sesuai yang diinginkan anakku dan juga aku, mungkin juga dan juga isteriku. Karena meskipun isteriku yang menanyakan, tetapi pastilah sebelum bertanya, dia sudah memiliki jawaban. Selalunya begitu. Karena orang yang tidak memilki jawaban atau pikiran pendahuluan, pastilah tidak mungkin dapat bertanya. Seperti dalam istilah Arab disebut as Sual Nishful Ilmi, pertanyaan adalah separuh pengetahuan. Dengan kata lain, hanya orang berpengetahuan yang bisa bertanya.

"AlHamdulillah," kataku, setelah melihat jembatan yang akan dilewati, sudah selesai diperbaiki. Kami bisa langsung menyeberang melalui jembatan yang biasa. Tidak perlu melewati jembatan alternatif, yang tidak biasa dilewati.

Setelah sampai di tempat yang dituju, di kedai kopi tepi pantai, kami berhenti dan memesan tiga cawan kopi. Sambil menikmati angin pantai yang semilir, saya mengawali berbicara, untuk berbincang panjang menunggu matahari terbenam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun