Tanah basah selepas Subuh sering menanyakan
perihal apa yang hendak kumakan nanti malam.
Masih pagi sudah mencecoki, belum juga sarapan
main lempar yang akan padam.
Nanti masakan nasi goreng pakai telur, ya?
ucapku pada silam yang telanjur kugenggam.
Kita akan pulang bersama juga kembali
bercerita pada masing-masing hati yang dulu pernah pergi.
Katamu, kau berbeda dan aku juga tidak sama.
Kita berubah seiring perjalanan waktu ketika temu tak menentu.
Coba saja mentari lebih awal menyapa
di ambang batas merindukan sejauh waktu.
Setelah reda, kala senja mengusir keresahan pada hujan
kau dan aku kuyup, basah oleh tawa dan kita
butuh sekali hangatnya pelukan
juga satu kecup sebagai tanda jatuh cinta.
Di suatu ruang dibuatmu berkali-kali jatuh hati memandang.
Rambut dikuncir rapi dengan rok mini menggemaskan urat nadi.
Melantun gelisah hanya karena belum terbiasa mengupas bawang.
Bumbu dicampur seadanya tanpa tahu rasa kau goreng nasi.
Aku mencintaimu berkali-kali, telak dan tak mampu lagi kumengelak.
Kubilang 'kan jangan peduli rasa, ia telanjur mencuat asa.
Terkagum meski terlihat mengacuhkan diri.
Terima kasih, sudah bersedia memasak hari ini. Coba ulangi lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H