Pernah kukatakan manisnya teh celup
buatanmu. Aroma tubuh yang tercampur,
melebur di benak serasa asing.
Menyakitimu bukan hal yang terbaik.
Demi apa pun yang ada, aku
merasa cukup. Denganmu
aku terluka karena aku. Aku
sakit untuk menyakitimu. Maaf
untuk segala nanar hingga
binarmu memudar. Aku tak sanggup
untuk berkelana pergi. Namun harus
dan segera. Tunggu
lekas aku melawan waktu. Sampai
di detik entah yang keberapa,
kita menyatu. Kembali dan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H