Mohon tunggu...
Dimas Chandra Setiawan
Dimas Chandra Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - SuksesMulia

I am Dimas Chandra Setiawan, now more familiarly called Mas Boyy. Expertise in Graphic Design and Digital Marketing. Universitas Amikom Purwokerto - Ilmu Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kematian Harga Diri Ditelanjangi Atasan | Verbal Abuse

20 Mei 2022   10:15 Diperbarui: 20 Mei 2022   10:38 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya ucapakan secara pribadi “Selamat datang dalam kehidupan realita kepada kalian semua yang baru lulus sekolah dan mahasiswa yang baru wisuda” karena pada saat saya menulis konten ini bertepat pada saat musimnya anak sekolah dan mahasiswa menikmati kelulusannya. 

Perlu diketahui bahwasannya kehidupan sosial setelah kelulusan akan berubah drastis terutama saat memasuki dunia kerja. Sebagai penulis memang baru memasuki Quarter Life Crisis namun disini saya juga memiliki pengalaman dalam dunia kerja.

Dunia kerja merupakan titik awal di mana kita memulai tantangan hidup yang sesungguhnya. Impian setiap orang yaitu memiliki pekerjaan tetap dengan gaji yang lebih dari cukup. 

Oleh karenanya, untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menjadikan hidup kita menjadi yang lebih baik, kita harus serius dalam menempuh karir dan merencanakan masa depan. Nah, untuk mencapai kesuksesan ini, usaha dan kerja keras saja tidaklah cukup, kita juga membutuhkan mental yang kuat dan pemikiran yang matang.

Social life di kantor atau dalam dunia kerja secara tidak langsung akan memengaruhi mindset kita terhadap suatu hal. Kita yang dulunya berpikir hanya suka bermain-main, tongkrongan, travelling dan sebagainya, kini dipaksa harus lebih open minded dan profesional untuk menghadapi masalah dalam pekerjaan. 

Disini kita harus mulai berbaur bersama senior kita dalam kantor. Tugas yang diberikan juga atasan sering kali harus diselesaikan dalam tim karena biasanya tugas yang diberikan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan menyangkut nama baik perusahaan apabila kita salah dalam mengerjakannya. 

Disisi lain sebagai karyawan dari sebuah perusahaan, kita itu dituntut harus multitasking harus bisa inilah bisa itulah bisa banyak sekali. Kalau kita tidak bisa, em.. siap-siap saja bakalan kena “semprotan” dari atasan.

Dalam dunia kerja apabila kita bekerja dengan kualitas standard (minim kesalahan, tepat waktu, patuh kepada atasan, tugas selesai sesuai deadline) kita tidak akan dapat penghargaan, karena kita memang dibayar untuk itu. 

Tetapi kalau kita kurang sedikit saja dari standard, kita akan menerima berbagai cemoohan, cacian, makian, penghinaan dan berbagai penilaian negatif dari atasan maupun rekan kerja. Omongan dari atasan, senior, atau siapapun yang seperti tadi disebutkan sebenarnya mampu menimbulkan kerusakan emosional bagi seseorang namun memang banyak orang yang kurang menyadari hal ini.

Cara komunikasi yang menimbulkan kerusakan emosional paling tidak pada satu orang disebut Verbal Abuse. Jika pola ini berkelanjutan, maka akan memiliki kekuatan untuk merusak rasa percaya diri korbannya dengan serius. Korban juga akan percaya bahwa apa yang dikatakan orang tersebut itu benar. Kadang hal tersebut seperti bersembunyi, hampir tak disadari oleh pelaku ketika mengucapkannya.

Contoh-contoh verbal abuse dalam dunia kerja yaitu

Meremehkan orang lain

Kita curhat ke rekan kerja tentang apa yang kita rasakan. Alih-alih membuat nyaman dan mendapat solusi, malah dia menyebut kita lemah karena gak bisa menerima tekanan yang ada.

Menghakimi orang lain

Kita sudah membereskan semua pekerjaan sendiri. Nah, pelaku verbal abuse bakal selalu mencari kesalahan yang kita lakukan, mereka bakal mengkritik tanpa memberikan solusi.

Merendahkan orang lain

"Kita harusnya bersyukur ketemu sama aku, siapa lagi yang mau bantuin kamu selain aku? Gak ada!" itu artinya dia merendahkan kita dan menunjukkan kalau mereka lebih baik dari kita.

Gaslighting 

Jenis pelecehan emosional yang berbahaya, dan terkadang terselubung, di mana pelaku membuat target mempertanyakan penilaian dan realitas mereka.

Name-calling 

Menyebut orang lain dengan nama hewan, kelamin, atau kata kasar lainnya.

Tak menghargai ide dan pendapat orang lain

Ketika kita mengutarakan pendapat atau ide, mereka biasanya bakal langsung menolaknya mentah-mentah dan bahkan tak menanggapinya. Pelaku verbal abuse bakal langsung ngoceh ide atau pendapatmu terasa konyol sehingga kita kurang percaya diri.          

Mengumpat orang lain

Orang mengumpat dalam konteks kemarahan, itu adalah verbal abuse.

Mengungkit kesalahan orang lain berulang kali

Mereka selalu ngomong kita terlalu bodoh atau apa pun. Kalau orang lain selalu mengungkit kesalahan dan kekurangan kita berulang kali, itu namanya verbal abuse.


Sebenanya masih ada banyak lagi jenis verbal abuse yang tanpa disadari dilakukan. Nah, apabila verbal abuse sudah sangat parah, itu dapat memengaruhi psikologis seseorang dan mempertanyakan apakah dirinya tidak mampu, bodoh, dan tidak berharga. Lantas apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi hal tersebut dalam dunia kerja?

1. Menetapkan Batasan

Ungkapkan saja dengan tegas kepada orang yang bersangkutan bahwa mereka tidak boleh lagi mengkritik, menghakimi atau mempermalukan kita, menyebut nama, mengancam kita, dan sebagainya. Kemudian, beri tahu alasan kepada mereka apa yang akan terjadi jika mereka tetap melanjutkan perilaku ini.

2. Batasi Eksposur

Jika memungkinkan, luangkan waktu dari orang yang bersangkutan dan habiskan waktu bersama orang-orang yang mencintai dan mendukung kita dalam kantor. 

Membatasi eksposur dengan orang tersebut dapat memberi kita ruang untuk mengevaluasi kembali sebuah hubungan rekan kerja. Mengelilingi diri kita dengan jaringan perteman yang positif dan rasa kekeluargaan akan membantu kita merasa tidak terlalu kesepian dan terisolasi dan mengingatkan kita tentang seperti apa seharusnya hubungan yang sehat itu.

3. Mencari pertolongan

Penyembuhan dari hubungan yang kasar secara verbal mungkin bukan sesuatu yang dapat kita lakukan sendiri. Jangkau orang-orang terkasih yang terpercaya untuk mendapatkan dukungan, dan pertimbangkan untuk berbicara misalnya dengan kepala departemen, kita curhat kepada beliau mengenai situasi yang kita alami dan meminta solusi untuk keluar dari masalah tersebut. 

Hal seperti ini dapat membantu memproses emosi kita dan mampu mengembangkan keterampilan kita untuk menghadapi konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari verbal abuse.

4. Akhiri Hubungan

Jika tidak ada tanda-tanda bahwa verbal abuse akan berakhir, atau bahwa orang tersebut memiliki tidak ada niat untuk memperbaiki perilakunya, Kita mungkin perlu mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri hubungan tersebut. 

Sebelum melakukannya, ada baiknya juga kita membagikan pemikiran dan gagasan kita dengan teman, anggota keluarga, konselor atau atasan terpercaya. Kita disini juga ingin membuat rencana keamanan serta kenyamanan dalam bekerja profesional, namun bila memang sudah tidak bisa ditolerir lagi lebih baik kita yang memundurkan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun