Charles Ponzi terkenal karena kejahatan finansial yang dia lakukan saat dia menipu investor untuk memberinya jutaan dolar, dan membayar mereka kembali dengan uang investor lain.
Charles Ponzi lahir pada tahun 1882 di Parma, Italia, Charles Ponzi adalah penipu terkenal yang membayar imbal hasil dengan uang investor lain. "Skema Ponzi" dinamai menurut namanya. Setelah menjalankan skema investasi yang sangat menguntungkan dan ekspansif, Ponzi ditangkap pada 12 Agustus 1920, dan dikenai 86 tuduhan penipuan surat. Karena diperkirakan $ 7 juta, dia mengaku bersalah melakukan penipuan mail, dan kemudian menghabiskan 14 tahun penjara. Dia meninggal pada 18 Januari 1949, di Rio de Janeiro, Brasil. Merantau ke Amerika
Rincian tentang kehidupan awal penipu Charles Ponzi yang sulit diketahui sulit untuk diverifikasi. Namun, diyakini bahwa dia dilahirkan Carlo Ponzi di Parma, Italia, dan menghadiri Universitas Roma La Sapienza.
Ponzi tiba di Boston pada bulan November 1903 di atas kapal S.S. Vancouver. Dia kemudian mengatakan kepada New York Times bahwa dia mempertaruhkan sebagian besar uangnya untuk perjalanan ke Amerika. "Saya mendarat di negara ini dengan uang tunai $ 2,50 dan $ 1 juta dengan harapan, dan harapan tersebut tidak pernah meninggalkan saya." Karisma dan kepercayaan imigran muda akan membantunya melakukan salah satu skema keuangan terbesar dalam sejarah.
Penipuan Dini
Ponzi mulai bekerja serabutan, termasuk sebagai pencuci piring di restoran. Pada tahun 1907, dia pindah ke Montreal, di mana dia mendapatkan pekerjaan sebagai teller di Bank Zarossi. Bank tersebut dibentuk untuk memenuhi populasi imigran Italia baru, dengan suku bunga tinggi.
Saat Bank Zarossi bangkrut karena kredit macet, Ponzi tidak diberi uang sepeserpun. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun di penjara Quebec setelah dia tertangkap sedang melakukan pemeriksaan yang buruk. Alih-alih memberi tahu ibunya di Italia bahwa dia dipenjara, dia menulis surat kepadanya saat dia bekerja di sebuah penjara di Kanada. Ketika dibebaskan dari penjara, Ponzi terlibat dalam usaha kriminal lain, menyelundupkan imigran Italia melintasi perbatasan ke Amerika Serikat. Ini juga mendaratkannya di penjara-dia menghabiskan dua tahun di belakang jeruji besi di Atlanta.
Skema Ponzi
Ponzi kembali ke Boston, di mana dia menikahi stenografer Rose Gnecco pada tahun 1918. Dia bekerja di berbagai bidang pekerjaan, termasuk di toko kelontong mertuanya, tapi tidak ada satupun posisi itu yang bertahan lama.
Pada saat inilah Ponzi mendapat ide untuk skema hebat yang akan mendapatkan namanya sebagai tempat dalam sejarah. Dia menerima sepucuk surat melalui pos dari sebuah perusahaan di Spanyol yang berisi kupon balasan internasional (sebuah kupon yang dapat ditukar dengan sejumlah prangko pos udara prioritas dari negara lain). Ponzi menyadari bahwa dia bisa menghasilkan keuntungan dengan membeli IRC di satu negara, dan menukarnya dengan perangko mahal di negara lain.
Tidak puas dengan menjalankan skema yang menguntungkan sendiri, Ponzi mulai mencari investor untuk menghasilkan keuntungan lebih tinggi lagi. Dia menjanjikan pengembalian yang keterlaluan dari 50 persen dalam 45 hari, atau 100 persen dalam 90 hari. Ponzi membayar investor ini dengan menggunakan uang dari investor lain, dan bukan dengan keuntungan sebenarnya - seperti dalam skema kriminal Bernie Madoff.
Kejatuhan dan Kebangkrutan
Skema Ponzi mulai terurai pada bulan Agustus 1920, ketika The Boston Post mulai menyelidiki kepulangannya. Investigasi tersebut berjalan cepat di perusahaan Ponzi, dengan investor mencoba menarik uang mereka dari perusahaan itu.
Charles Ponzi ditangkap pada 12 Agustus 1920, dan menuduh 86 tuduhan penipuan surat. Karena diperkirakan $ 7 juta, dia mengaku bersalah melakukan penipuan mail, dan kemudian menghabiskan 14 tahun penjara. Rose menceraikannya pada tahun 1937, dan Ponzi meninggal tanpa uang sepeser pun di Rio de Janeiro, Brasil, pada tanggal 18 Januari 1949.
Cara ponzi tersebut dipraktekkan juga oleh pengelola First Travel yang akhirnya berujung ke hotel prodeo.Â
Berdasarkan catatan pihak kepolisian hingga kini  sedikitnya sudah  820 orang telah mendatangi posko pengaduan terkait kasus agen perjalanan First Travel sejak posko dibuka pada Rabu (16/8/2017).  "Jumlah total  orang yang melapor ke 'crisis center' ada 820 orang," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul dalam  pesan singkat, Minggu (20/8/2017) malam.
Korban kasus agen perjalanan umrah First Travel yang merasa tertipu  dan  dirugikan telah mengadu ke pihak kepolisian. Mereka meminta  tanggung jawab manajemen First Travel untuk mengembalikan uang  yang  sudah disetor.
Menurut Martinus,  jumlah pengaduan yang masuk melalui alamat email  pengaduan korban.ft@gmail.com berjumlah 761 surat elektronik, sementara  59 orang mengadu langsung ke crisis center.
Di sisi lain, menurut Martinus, hingga saat ini penyidik Bareskrim  telah memeriksa sedikitnya 32 orang saksi dalam penyidikan kasus First Travel. "Ada 32 saksi yang sudah diperiksa," katanya.
Pada kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana pembayaran puluhan  ribu calon peserta umrah PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel, polisi telah menetapkan tiga tersangka, yakni Andika (Dirut), Anniesa (Direktur) serta Kiki (Komisaris Keuangan).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, Kiki Hasibuan yang merupakan  adik tersangka Anniesa Desvitasari Hasibuan, berperan ikut membantu tindak pidana penipuan yang dilakukan Anniesa dan kakak iparnya, Andika.
Sedikitnya 70.000 calon anggota jemaah yang telah membayar biaya  umrah kepada First Travel. Namun, hanya sebesar 35.000 anggota jemaah umrah yang bisa diberangkatkan. Polisi memperkirakan kerugian yang  diderita para anggota jemaah atas kasus itu mencapai Rp550 miliar lebih.
Kejadian ini tentu bukan yang pertama kali, namun sudah berulang ratusan mungkin ribuan. Maka kewaspadaan tentu tidak dapat diabaikan. Bahkan penelusuran dan kejelian menghitung atau mengkalkulasi biaya perjalanan wajar tentu menjadi pertimbangan serius. Karena jika hal tersebut tidak dilakukan, maka calon ataupun yang sudah berangkat umrah dengan berbiaya murah tentu merupakan sokongan atau hasil suntikan dana dari para calon jamaan yang belum berangkat atau 'masuk dalam daftar tunggu' kalau tidak mau disebut sebagai calon tertipu namun dalam jangka panjang.
Bukankah keyakinan itu merupakan syarat beribadah? Â dan Bukankah menipu itu juga larangan aturan bahkan tuntunan?
Maka perlulan kiranya belajar meyakini dengan dukungan perhitungan yang wajar tanpa menginginkan biaya murah dengan mengorbankan orang lain, apalagi meminta pemerintah untuk mengganti kesalahan pengusaha, walapun pemerintah juga ikut andil dalam hal kelengahan pengawasan terhadap kewajaran sebuah usaha dengan metode ponzi tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H