Sedikitnya 70.000 calon anggota jemaah yang telah membayar biaya  umrah kepada First Travel. Namun, hanya sebesar 35.000 anggota jemaah umrah yang bisa diberangkatkan. Polisi memperkirakan kerugian yang  diderita para anggota jemaah atas kasus itu mencapai Rp550 miliar lebih.
Kejadian ini tentu bukan yang pertama kali, namun sudah berulang ratusan mungkin ribuan. Maka kewaspadaan tentu tidak dapat diabaikan. Bahkan penelusuran dan kejelian menghitung atau mengkalkulasi biaya perjalanan wajar tentu menjadi pertimbangan serius. Karena jika hal tersebut tidak dilakukan, maka calon ataupun yang sudah berangkat umrah dengan berbiaya murah tentu merupakan sokongan atau hasil suntikan dana dari para calon jamaan yang belum berangkat atau 'masuk dalam daftar tunggu' kalau tidak mau disebut sebagai calon tertipu namun dalam jangka panjang.
Bukankah keyakinan itu merupakan syarat beribadah? Â dan Bukankah menipu itu juga larangan aturan bahkan tuntunan?
Maka perlulan kiranya belajar meyakini dengan dukungan perhitungan yang wajar tanpa menginginkan biaya murah dengan mengorbankan orang lain, apalagi meminta pemerintah untuk mengganti kesalahan pengusaha, walapun pemerintah juga ikut andil dalam hal kelengahan pengawasan terhadap kewajaran sebuah usaha dengan metode ponzi tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H