Coba kamu liat lhe..., itu bapakmu naik keatap pake tangga bambu. Coba kamu perhatikan, batang bambu yang besar dipegang dengan erat dan mesra sementara batang yang kecil diinjak satu persatu sampai ke atas.
Tanpa bertanya lagi Tikno pun mulai merenungkan perumpamaan yang simbok berikan.
Kopi hangat yang sudah disiapkan simbok disruput dengan sepenuh hati.
Tikno mulai memahami perumpamaan yang simbok berikan.
Lhe..., kamu masih ingat waktu kemarau kemaren main layang-layang di sawah?
Ingat mbok....
Layang-layang itu lhe bisa naik keatas tanpa mengelus yang besar dan menginjak yang kecil. Dengan hembusan angin layang-layang bisa terbang tinggi. Seutas tali dan sistem tali yang mengikat dalam sebuah layang-layang ibarat pedoman yang endak boleh kamu lepas lhe. Pedoman itu bisa berarti norma masyarakat mu, aturan agamamu yang mengajarkan welas asih kepada semua manusia tanpa melihat sukunya, agamanya. Wes sing penting kui manusia sing diciptakan karo Gusti Allah.
Trus aq harus gimana mbok....? (sambil menyeruput kopi hangat)
Pak....pak... sudah endak bocor lagi.... Teriak simbok Milah.
Pak Saridin pun turun lewat tangga bambu dengan pakaian yang basah kuyup. Dan mbok Milah pun memberikan handuk, sarung dan pakaian kering.
Sesaat kemudian pun pak Saridin bergabung di teras depan sambil menyeruput kopi hitam buatan istri tercinta.