Di sore yg sedang diguyur hujan mbok Milah masih setia menemani Saridin suaminya yang sedang memperbaiki atap terasnya yg bocor. Hari semakin gelap anak lelakinya pulang dengan menaiki motor kesayangan bapaknya. Ya mereka memang keluarga sederhana yg bahagia.
Dengan wajah yang gembira Tikno menyapa simboknya "kulo nuwun....". Tikno pun kemudian duduk disebelah simboknya. Seperti biasa Tikno bercerita sedikit seputar pekerjaannya.
Mbok...., bulan depan aku munggah pangkat (dengan wajah yang gembira). Lho koq simbok enggak gembira..?
Piye yo lhe..., ameh bungah yo piye ora bungah yo piye..?
Lha gimana tow mbok..., anakmu naik pangkat yo harusnya ikut bahagia. Nanti kan gaji saya otomatis naik mbok.
Bukan begitu lhe..., dari cerita mu itu koq simbok jadi mikir.
Mikir gimana mbok...?
Kalo kamu mau duduk diatas itu mbok jangan seperti naik ondo empring iku tow lhe.... (Sambil menunjuk tangga bambu yg dipakai pak Saridin naik ke atap teras)
Maksud simbok itu gimana? Aku koq endak ngerti mbok...
Lha iya kamu simbok sekolahkan tinggi-tinggi itu bukan hanya biar pinter thok lhe..., tapi juga bisa mengerti dengan sesama. Urip iku urup, urip iku nguripi.
Ewmmm, gimana tow mbok..., aq koq masih belum mudheng. Kalo anakmu ini keliru ya tolong dikasih tau tow mbok....