Mohon tunggu...
Bronto Suseno
Bronto Suseno Mohon Tunggu... Guru - Suka Minum Kopi Pahit

Penggembala

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Utang Roso Karo Mas Didi Kempot

8 Mei 2020   12:52 Diperbarui: 8 Mei 2020   12:51 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meminjam istilah kang Sujiwo Tejo, saya ini kategori orang yang memang benar-benar nduwe utang rasa sama mas Didi Kempot. Sejak SMP ditahun 1998 kalo ndak salah saya sudah menjadi penikmat lagunya.

Kegandrungan saya sama lagu karya mas Didi Kempot berawal dari lagu "Kuncung" - (cilikanku rambutku dicukur kuncung....) yang sering kutunggu kemunculannya di layar TVRI di jam 18.00an. Trus lagu Stasiun Balapan, Parangtritis, Cidro dst saya enggak hapal awal kemunculannya terus ngancani hari-hari saya di usia SMA lewat radio dan televisi. Dan saya kebetulan di masa-masa SMP dan SMA termasuk orang yang emoh menikmati lagu-lagu anak band macam Padi atau Dewa 19 sehingga saya sering dibilang kampungan karena enggak ngerti lagu anak band.

Dimasa kuliah saya masih menikmati karya-karya terbaru sang maestro. Kebetulan ada teman kost yang punya radio. Lewat radio POP dlm acara ".... Cepet Payune - aku lupa nama acaranya" yang dipresenteri Drakula Nusantara dan Ami Melati (terimakasih radio POP) saya semakin larut dalam syair -syair indah karya beliau.

Program acara Karoke Karo Aku di stasiun yang sama kalo enggak salah juga selalu ku ikuti dan ada juga stasiun radio yang lain seerti C FM dan Kiss FM yang menyiarkan lagu-lagunya mas Didi Kempot selalu kupantengin sambil rebahan sepulang kuliah.

Beberapa lagu yang hits dikala itu diradio-radio Semarang ada Tanjung Mas Ninggal Janji, Penyiar Radio, Jambu Alas, Cidro, Angin Paramribo, Sewu Kutho, Layang Kangen, Terminal Tirtonadi, Stasiun Balapan dst. Bersama teman kost Munadi dan Subadi yang kuliah di UNNES, kami sering menghibur diri saat galau soal cinta ataupun galau soal nilai-nilai mata kuliah dengan lagu-lagu sang maestro. Kempoters dan Didi Kempot Mania adalah sebutan bagi kami para penikmat lagu-lagu nya Didi Kempot dikala itu.

Hingga lulus kuliah di 2007 saya merantau di Kalimantan masih menikmati lagu-lagu beliau, ya walaupun tidak sesering semasa SMP sampai Kuliah karena ya memang ditempat saya kerja saat itu susah untuk mendapatkan sinyal radio. Hanya file-file MP3 yang kubawa semasa kuliah yang menemani hari-hari saya di pelosok Kalimantan. Dan hanya satu lagu baru yang ku kenal dimasa ini yaitu "Perawan Kalimantan".

Beruntung era digital berkembang pesat, sinyal seluler dan WiFi disini pun juga makin kenceng. Platform digital menolong kerinduan saya dengan karya-karya sang maestro. Banyak Youtuber yang mengcover lagu-lagu beliau.

Kekhawatiran saya akan punahnya lagu-lagu berbahasa Jawa ambyar sudah. Banyak anak muda yang mencover lagu-lagu karya Didi Kempot dalam genre keroncong, akustik dan jazz semakin membuat saya sumringah. Dan setelah saya amati ternyata semakin banyak lagi anak muda yang ikut njoget manggut-manggut menikmati lagu-lagu Didi Kempot hingga lahir julukan The Lord Of Broken Heart, Sadbois dan Sadgirls. Hehehe padahal dulu kami para Kempoters dan Didi Kempot Mania sering disebut anak kampungan yang kurang gaul.

Alhamdulillah sekarang lagunya mas Didi Kempot di Indonesia sudah dinikmati dengan bangganya oleh semua kelompok umur, semua kalangan profesi, semua masyarakat mulai kelas sosial bawah sampai kelas atas. Dan salah satu hal fantastis adalah ketika tempo hari beliau menginisiasi untuk menggelar konser amal langsung dari rumah, penggalangan dana untuk bencana nasional Covid 19. Dalam waktu 4 jam mampu mengumpulkan dana sekitar 7 milyar. Saya rasa itu bisa masuk rekor Muri. Itu adalah hal yang luar biasa dan bisa menjadi bukti bahwa karya sang maestro memang sudah dinikmati oleh semua kalangan di Indonesia.

Tanggal 5 Mei 2020 jam 8.15 mendengar sang maestro meninggal dunia lemes awakku. Atiku koyo diiris, atiku keloro-loro, rasane nganti tembus ning dodo, tak tangisono njenengan wes ora krungu, tak entenono wes emoh mulih. Tiga hari saya tidak kuat memutar lagu-lagu panjenengan, ora kuat atiku, ambyar tingkat dewa. Kalo patah hati karena cinta, nilai kuliah entuk C atau D masih bisa kuatasi. Namun tidak untuk ini.

Ya maksimal saya harus bisa mengatasi ambyare atiku dalam tiga hari, karena penuntun saya mengajarkan itu pada saya. Maksimal tiga hari awakmu sedih menghadapi berita lelayu. Besok tanggal 8 insyaallah saya sudah dan harus siyap untuk bisa memutar lagu-lagu nya mas Didi Kempot Sang Maestro. Kempoters siap berdendang kembali, siap njoget dan manggut-manggut lagi walaupun hati ambyar.

Terimakasih mas Didi Kempot, saya benar-benar Utang Rasa karo panjenengan. Perjalanan panjenengan di terminal Tirtonadi, Stasiun Balapan, Tanjung Emas, Pantai Klayar dan menikmati Angin Malioboro, Angin Paramaribo dan ketemu Neng Nickerei yang kadang Kapusan Janji sudah berakhir. Semoga perjalanan panjenengan di stasiun, terminal dan pantai-pantai berikutnya lancar. Diringankan hisab panjenengan, dilapangkan kubur panjenengan dan semoga Allah SWT memberi tempat yang nyaman untuk panjenengan.

Mas Didi Kempot saya sangat yakin Gusti Allah ora bakal Cidro marang janjine dan insyaallah tidak membuat ati panjenengan Ambyar. Matur nuwun sanget mas Didi Kempot. Karya-karya mu insyaallah akan selalu kudendangkan menemani hari-hari ku dalam berkarya, ngancani ngopi dan bermesraan dengan anak istriku tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun