Mohon tunggu...
Teja Baskara
Teja Baskara Mohon Tunggu... -

merenungkan, dan berusaha mencermati dibalik fenomena-fenomena

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Diintip Bencana yang Lebih Dahsyat?

22 Januari 2014   19:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:34 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap terjadi bencana  kenapa reaksi logis selalu mencari kesalahan dan menuding yang salah !?

Kenapa pula semua orang mulai korban bencana sampai pemerintah, selalu menghitung korban harta bendanya, korban yang tidak tertolong, belum pernah ada yang menghitung tumpukan sampah yang mengotori  jiwanya.

Dan kenapa  bencana selalu wong cilik terus yang menjadi korbannya.

Inilah fenomena yang  mengantar kita bagaimana memandang bencana, yang bertubi-tubi  terjadi di negeri ini, begitu juga yang terjadi dibelahan dunia.

Bencana selalu meninggalkan kepedihan yang mendalam, menggentarkan jiwa bagi siapa saja yang mengalami dan yang menyaksikan.

Dalam Al-Quran bencana disebut bala’, “juhdil bala” berarti bencana yang tidak tertangguhkan, pasti datang, ia menunggu, jadi bencana tetap ada bergerak dan pasti terjadi. Juhdil bala’ terjadi bukan karena manusia berdosa atau tidak, bukan juga karena kesalahan manusia atau tidak, bencana terjadi murni dari ketentuan Allah SWT.

Disebutkan dalam Al-Quran, ayat 22 – surat Al-Hadid : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa dibumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesunguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. Oleh sebab itu tidak ada gunanya setiap terjadi bencana selalu menyalahkan dan mencari siapa yang salah.

Yang kedua, bencana datang akibat ulah manusia itu sendiri, sebagaimana firman Allah surat Asy-Syura :30 “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”.

Inilah yang menjadi perenungan kita semua, siapa yang harus disalahkan!?  Karena hutan yang menjadi gundul atau botak jelas bukan perbuatan tangan “Orangutan”.

Yang ketiga, adalah bencana karena “faktor moral manusia”.

Penegasan dalam Al-Quran surat Al-Isra’ :16

“Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu(supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan durhaka pada negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (Ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

Ayat ini adalah penegasan sebagai peringatan kepada manusia, bencana akan datang dengan tanda tanda dimulai dengan tindakaan tindakan a moral yang sangat berlebihan, atau melampui batas. Bencana ini datang untuk menghancurkan menenggelamkan semua lapisan masyarakatnya suatu negeri, tidak hanya lapisan wong cilik saja, seluruhnya kecuali beberapa orang yang selamat karena pilihan Tuhan. Ini mengingatkan  histori Nabi Nuh, dengan bencana air bah yang menenggelamkan umatnya, dan terkuburnya semua umat Nabi Luth dengan bencana gempa dan hujan batu, tenggelamnya Fir’un di lautan dan seluruh tentaranya atas mujizat Nabi Musa (kehendak Tuhan).

Jadi perbuatan yang melampui batas secara moral, lebih berbahaya dari pada perbuatan fisik itu sendiri. Dalam Islam beribadah secara berlebihanpun dilarang, apalagi perbuatan a moralitas atau maksiat.

Bencana yang keempat adalah, bencana yang akan terjadi tetapi tidak disadari dan tidak bisa diprediksi. Karena bencana ini diselimuti oleh kenikmatan kenikmatan dalam jangka waktu yang lama dan seolah tidak berakhir. Apa saja yang menjadi kehendaknya terpenuhi, apa yang dinginkan tercapai, semua perintahnya dituruti, semua omongannya selalu di iyakan, dimana saja ia di sanjung dan dipuji, merasa lebih baik dan mulya dari sesama. Inilah bencana istidrat (di lulu = jawa), selalu menyerap manis madu yang terasa menyehatkan, tetapi sejatinya menenggak racun yang mematikan…

Wallahu’alam Bishawab

-----------pojok renungan -----------

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun