Sepuluh tahun yang lalu, mungkin lebih.
“Puasa itu cuma nahan lapar dan haus doank!” ucapnya sembari mempermainkan asap rokok yang berhamburan dari mulut dan hidungnya. Dihisapnya lagi sigaret di mulutnya, lalu melirik ke arahku sejenak, lalu bermain lagi dengan asap rokoknya.
“Bocah setan..!” aku menggerutu dalam hati. Sabar..sabar., lagi shaum, maklum saat itu tengah bulan puasa.
Entah kebodohan macam apa yang membuat keponakanku sendiri itu sama sekali tidak menghormati kehadiranku.
Semestinya ia tidak merokok, semestinya ia bangun dari tiduran malasnya, menyembunyikan rokoknya, menyalamiku, lalu duduk manis dan membuka pembicaraan kekeluargaan dengan hangat.
Aku tidak tahu persis, apakah akhlaknya berubah sepulang merantau, atau asap rokok membuatnya jadi linglung? Ah sudahlah, toh hampir semua laki-laki di keluarga besarku memang perokok semua, kecuali aku. Hanya saja sebagian besar menghormatiku dengan perbagai cara menunjukkannya jika merokok adalah sebuah kesalahan.
Aku tidak pernah menyalahkan siapapun dari keluargaku, jika ia telah merokok. Larangan tegas bagiku berlaku bagi siapa saja dari mereka anggota keluarga besarku yang belum cukup umur, nekad merokok.
Merokok memang sebuah pilihan. Tidak akan ampuh anda mengatakan kepada para perokok, “Jika anda menyayangi anak-anak dan wanita dengan melarangnya merokok, kenapa anda tidak menyayangi kesehatan anda sendiri?”
Hidup musti punya sebuah pilihan, anda ambil pilihan itu, lalu terimalah segala resikonya. Simpel. Konon manusia memang tertakdir untuk setiap saat memilih dan memilih.
Beberapa tahun kemudian, aku ternyata juga harus memilih, ketika di ujung telepon sana, keponakanku itu curhat tentang masalah pekerjaan. Aku harus memilih, memberikannya sebuah kesempatan bekerja, atau seorang kawan di tempat lain yang juga sedang membutuhkan pekerjaan.
DIALOG FIKSI MENASIHATI PEROKOK DI KENDARAAN.
Mungkin anda semua familiar dengan cerita ini, entah mungkin pernah terjadi, entah fiksi semata. Dua orang penumpang di bis kota, duduk berdampingan. yang seorang adalah perokok, karena terganggu dengan asap rokoknya, mulailah si penumpang yang tidak merokok membuka percakapan.