Tiada hentinya dia memberikan like pada setiap postinganku di akun media Facebook. Entah karena aku sering memposting kata-kata bijak yang membuat dia suka terhadap setiap kali postingan di beranda akun Facebook. Aku hanya kenal nama akun Facebook nya dengan nama samaran Sang Penikmat Senja. Foto profilnya hanya bunga mawar yang sangat indah. Berkali-kali memberikan like membuat aku penasaran siapa yang punya akun Sang Penikmat Senja itu.
Rasa penasaran terus menggulung batinku untuk mengenalnya, namun apakah dia akan memberi respon jika mengenalnya lewat chat. Aku beranikan untuk sekedar mengenal nya. Aku awali dengan ucapan salam. Namun hanya ada tanda dibaca akan tetapi tidak jawaban dari pemilik akun itu.
Pada hari berikutnya, aku posting kalimat-kalimat yang jumlah katanya kurang lebih 100 kata. Akun sang Penikmat Senja bukan hanya memberikan like tapi memberikan komentar berdasarkan argumentasi nya. Saya membiarkan tanpa membalas komentar akun tersebut.
Satu Minggu kemudian salam yang aku ucapkan dijawab nya, akupun hanya membacanya tanpa membalas kembali. Aku sengaja tidak melanjutkan interaksi dengan pemilik akun Facebook Sang Penikmat Senja. Membiarkan lebih baik dari pada hanya melanjutkan namun akhirnya tidak ada balasan.
Pemilik akun Sang Penikmat Senja, menyapanya dengan lambaian tangan. Namun aku tetap membiarkan tanpa aku balas apa-apa. Satu demi satu kata aku posting di beranda akun Facebook. Sang Penikmat Senja memberikan komentar tanpa memberikan like lagi.
"kata-katanya, selalu menusuk jiwaku" komentar nya.
"Emang kata-kata ku pisau" balasku dalam kolom komentar.
"Meskipun bukan pisau tapi, membuat aku terbelah" balasannya lagi.
"Wow ... Tajam banget iya, kalau sampai begitu" balasku.
"hemmmm...." Balasannya, tanpa ada kata-kata lagi.
Akupun mematikan akun Facebook ku untuk sekedar menyembunyikan diri, agar orang di sebrang sana tidak lagi berkomentar.
Di sore hari, akupun kembali berlayar di media sosial. Ketika buka media messenger sang Penikmat Senja memberikan salam. Akupun jawab salamnya.
"Sepertinya, kamu sulit deh untuk dikenal" ucapnya Sang Penikmat Senja.
"Biasa saja, siapapun boleh mengenalnya" balasku tidak peduli.
"Kira-kira bolehkah aku mengenalmu" lanjut Sang Penikmat Senja.
"Boleh" Jawab ku.
"Kalau memang boleh, siapa nama kamu?" Tanya sang Penikmat Senja.
"Budi Hartono"
"Saya akan panggil kak Budi saja iya" pintanya.
"Boleh, kalau kamu sendiri?" Tanyaku pada Sang Penikmat Senja.
"Asya Aisya, dipanggil Asya"
"Bagus juga nama kamu"
"Biasa saja kak," Tanggapnya Asya.
Yang awalnya tidak merespon kini saling terus membalas pertayaan secara bergantian. Asya nama panngilannya menjadi teman akrab secara tiba-tiba. Awalnya, tidak mau dikenal, namun pada akhirnya tidak mau berhenti mengenal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H