Mohon tunggu...
Mas AyuMaziyah
Mas AyuMaziyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Khiyarun min Khiyarin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sinar Keimanan Sahabat Ali bin Abi Thalib di Bawah Naungan Wahyu Ilahi

21 Maret 2021   10:00 Diperbarui: 21 Maret 2021   10:02 1781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Islam.nu.or.id

Siapa yang tak kenal Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah? Beliau adalah salah satu khulafaur rasyidin yang sudah tidak asing terdengar oleh telinga. Seorang sahabat sekaligus menantu  Nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan kecerdasannya. Ali bin Abi Thalib terlahir dengan nama Haydar atas pemberian ibunya,  di Ka’bah, kota Mekkah. Namun, ketika itu ayahnya yakni Abu Thalib sedang tidak dirumah sehingga ketika tiba  ayahnya tidak setuju dan diganti dengan nama “Ali” yang artinya “luhur”. Terdapat beberapa riwayat tentang kapankah kelahiran sayyidina Ali, tetapi riwayat yang paling umum adalah pada hari Jum’at, 13 Rajab, 12 tahun sebelum Nabi mendapatkan wahyu atau ada juga yang mengatakan  sekitar 10 tahun sebelum masa kenabian Nabi Muhammad SAW yakni 599 atau 600 – an Masehi.

Semenjak masa kecil, Sayyidina Ali bin Abi Thalib telah dekat dengan Rasuluallah SAW. Karena ketika Ali menginjak usia 6 tahun di Makkah dan sekitarnya terjadi masalah atau paceklik perekenomian yang hebat, sehingga berakibat sulit diperolehnya kebutuhan sandang pangan sehari-hari. Bagi Abu Thalib peristiwa tersebut sangat memukul, karena ia termasuk golongan ekonomi yang lemah dan beranggotakan keluarga yang banyak. 

Atas terjadinya hal tersebut Rasuluallah SAW yang ketika itu telah beristri Siti Khodijah menyadari betapa beratnya beban yang di pikul pamannya yang sudah berusia lanjut dan beliau tidak melupakan perjuangan pamannya yang telah mengasuh dan menjaga beliau sejak kecil hingga dewasa. Sehingga, terketuklah hati Rasuluallah SAW untuk membantu pamannya. Rasuluallah SAW membantu bersama pamannya yang kaya raya yakni Abbas bin Abdul Mutthalib, atas keputusan Abu Tholib sehingga Ali diasuh oleh Rasulullah SAW dan saudaranya Ja'far bin Abi Thalib diasuh oleh Abbas.

Pada Proses inilah yang mengawali benih kisah keimanan Sayyidina Ali, yakni Sejak saat  Sayyidina Ali diasuh oleh Rasuluallah SAW dan istrinya. Bagi Nabi Muhammad SAW Sayyidina Ali bukanlah hanya saudara sepupu, tetapi sudah dianggap seperti saudara kandung. Beliau sangat perhatian dan sayang kepada Sayyidina Ali seperti halnya yang beliau rasakan ketika kecil diasuh oleh Abu Tholib. Betapa beruntungnya Sayyidina Ali berada dibawah asuhan keluarga yang sangat mulia. Terkadang beliau diajak oleh Rasuluallah SAW mendaki bukit-bukit  sekitar Makkah , menyepi di gua hira’, untuk menikmati keindahan dan kebesaran Allah SWT. Sejak usia muda Sayyidina Ali sudah menghayati indahnya kehidupan di bawah naungan wahyu Illahi, sampai tiba saat kematangannya untuk menghadapi kehidupan sebagai orang dewasa. 

Selama masa itu beliau mengikuti perkembangan yang dialami Rasuluallah s.a.w. dalam kehidupannya. Peristiwa yang paling berkesan adalah ketika beliau menyaksikan kesempatan luar biasa yang tidak dirasakan oleh masyarakat yang lain, yakni ketika Rasuluallah SAW mendapat tugas sejarah yang sangat penting yakni wahyu pertama dari Allah SWT. Beliau menyaksikan Rasuluallah beribadah kepada Allah SWT dengan tradisi, kepercayaan dan cara yang berbeda yang dilakukan penduduk Mekkah. Selain itu, beliau juga menjadi saksi mengikuti perkembangan jiwa dan fikiran Rasuluallah SAW mulai dari menjauhi kehidupan jahiliyah seperti berzinah dan meminum khamar.

Usia 13 tahun adalah pendapat riwayat yang kuat bahwa usia  Sayyidina Ali dimana bertepatan dengan Nabi Muhammad s.a.w. menerima tugas da'wah Ilahiyah. Sayyidina Ali menyambutnya tanpa bimbang dan ragu, karena mungkin beliau telah lama hidup dibawah naungan Rasuluallah SAW. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa pada suatu malam Allah membuka pintu Sayyidina Ali untuk masuk Islam. Beliau segera menemui Nabi dan berkata, “ Bagaimanakah ajaran yang engkau tawarkan itu Muhammad?”  Nabi menjawab: “ Hendaklah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya dan hendaklah engkau kafir terhadap patung Lazza dan ‘Uzza.”, Ali pun beriman kepada islam, tetapi masih merahasiakannya dari ayahnya karena Rasuluallah SAW khawatir ajarannya akan tersebar sebelum diperintahakan oleh Allah SWT untuk mensyiarkannya. 

Mengingat bahwa Rasuluallah pada awalnya hanya mensyiarkan kepada  kerabat-kerabat terdekat dan Sayyidina Ali adalah orang beriman setelah Siti Khodijah dan orang terusia paling muda yang beriman kepada Allah SWT. Selama masa remaja  Sayyidina Ali pun sudah aktif membantu da'wah Rasul Allah s.a.w seperti , ketika Rasul Allah s.a.w. menerima perintah Allah s.w.t. untuk melakukan da'wah secara terbuka dan terang-terangan. Sayyidina Ali ikut turut berkecimpung membantu, seperti menyampaikan seruan-seruan Rasul Allah SAW kepada sejumlah orang tertentu di kalangan anggota-anggota keluarganya.

Berkaitan dengan kisah Iman Sayyidina Ali, maka kita perlu mengetahui apakah iman sebenarnya? . Iman dalam Kitab Sabilul ‘Abid ‘Ala Syarah Jauharah Tauhid,  Syeikh Ibrahim Al-Laqqani berkata :

وفسر الإيمان بالتصديق # والنطق فيه الخلف بالتحقيق   

“ Iman itu ditafsirkan dengan cara tashdiq dan dalam pengucapan ( dua kalimat syahadat) secara nyata terdapat perbedaan pendapat. “  

Madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah telah menetapkan bahwa pengertian iman adalah menampakkan penerimaan hati pada sesuatu yang dibawa oleh baginda Rasuluallah SAW berupa ilmu-ilmu yang bersifat pokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun