konteks Sejarah dan Kebudayaan: Presepsi terhadap kesetaraan gender dalam masyarakat islam sering di pengaruhi oleh faktor sejarah,budaya,dan sosial. Di berbagai negara dan masyarakat, implementasi ajara islam tentang kesetaraan gender dapat berbeda.
Penting untuk diingat bahwa pandangan dan pemahaman tentang kesetaraan gender dalam islam bisa bervariasi, dan sering tergantung pada konteks tempat individu atau masyarakat berada. Selama sejarah,berbagai gerakan dari ulama setelah memperjuangkan interprestasi islam yang lebih progresif dalam hal kesetaraan gender, sementara yang lain mungkin mempertahankan pandangan yang lebih konservatif.
Pembahasan
Dalam Islam, masalah gender masih menjadi kontroversi. Di antara kaum muslim ada kelompok yang memandang tidak ada masalah gender dalam Islam. Mereka justru memberi label negatif pada hal-hal yang berhubungan dengan gerakan perempuan, buku-buku, artikel serta pendapat dalam seminar yang membahas tentang keadilan gender dalam Islam. Namun kelompok lain yang bersebrangan mengatakan ada permasalahan genderdalam Islam, dan muncul sebagai gerakan yang mendukung hal tersebut. wacana tersebut banyak dikembangkan pada level akademis maupun aksi sosial, mengingat ketidakadilan gender seringkali dijustifikasi oleh nilai-nilai keagamaan, sehingga untuk mengubahnya menjadi semakin riskan karena acap kali mereka yang meneriakkan kesetaraan tersebut dianggap telah melanggar nilai-nilai fitrah agama.
Salah satu tema utama dan sekaligus menjadi prinsip pokok dalam ajaran agama islam adalah persamaan antara manusia tanpa mendiskriminasikan perbedaan jenis, kelamin, negara, bangsa, suku dan keturunan semuanya berada dalam posisi sejajar. perbedaan yang digaris bawahi dan kemudian dapat meninggikan atau merendahakan kualitas seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketaqwaan kepada Allah. Untuk memperjelas konsep islam tentang kesetaraan gender, perlu dibahas tentang beberapa hal penting:
1.Pandangan islam tentang perempuan
Pandangan islam tentang perempuan sejarah telah memberikan diskripsi yang nyata, bahwa sejak lima belas abad yang lampau, islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan kelamin. Bahkan jika terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan akibat fungsi dan perannya, maka perbedaan tersebut tidak harus menjadi harga mati untuk saling menunjukkan superioritasnya. Islam bahkan menganjurkan untuk saling membantu, melengkapi, dan melindungi. Tetapi harus kita akui secara jujur bahwa tradisi dan budaya masyarakat pra-islam telah memposisikan perempuan sebagai makhluk yang tidak memiliki nilai. Sehingga kehadirannya dianggap sebagai aib yang membawa kehinaan bagi keluarga. Realitas ini sangat dikacam keras oleh Islam. Momentum ini menjadi bukti bahwa islam berpihak kepada perempuan, bukan diskriminatif terhadap perempuan. Islam mempunyai prinsip-prinsip, salah satu prinsip tersebut adalah prinsip persamaan antara sesama manusia, baik laki-laki maupun perempuan,dan keadilan, dengan memberikan keseimbangan pada keduanya. selama ini berkembang pola pikir yang membentuk pandangan stereotipe tentang perempuan. Pandangan ini kemudian memunculkan rumusan sepihak mengenai bagaimana hekekat menjadi perempuan yang sebenarnya. Pada gilirannya hal ini membentuk tingkah laku dan sikap perempuan yang diterjemahkan menjadi kodrat perempuan yang tak dapat diubah. Pola pikir itu demikian kuatnya dibentuk dan menjadi semacam ajaran agama yang berkembang subur dalam masyarakat sampai kini. Pandangan semacam ini justru seringkali diperkuat oleh pemahaman ajaran agama,baik bersumber dari Al-Quran maupun Hadis.
2.Peran Domestik perempuan
Peran domestik perempuan pandangan umum kalangan feminis menengaskan bahwa penyebab ketidakadilan adalah konstruk sosial yang melahirkan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.
Adapun masalah-masalah reproduksi, yang kemudian menimbulkan ketidakadilan Jender dalam masyarakat, adalah sebagai berikut:
1.Masalah Menstruasi
2.Masalah Menentukan Kehamilan
3.Masalah Memberikan Keturunan
4.Masalah Merawat Anak
5.Masalah Jodoh
6.Masalah Hubungan Seksual
7.Masalah Talak
8.Masalah Kesaksian
Pembagian peran itu, menurut teori konstruk fungsional natural. Istilah reproduksi ini sebenarnya berakar dari teori-teori sosial bahwa dalam setiap masyarakat selalu melekat dua jenis pembagian kerja. Pertama, kerja produksi, yang menghasilkan sesuatu yang berguna bagi kelangsungan hidup keluarga. Kedua,kerja reproduksi, yang menggantikan apa yang sudah hilang untuk kelestarian sistem atau struktur. Lebih jauh, kerja produksi sering siasosiasikan dengan kelestarian eksistensis manusia itu sendiri. Istilah reproduksi di atas memberikan gambran bahwa kerja yang tidak langsung menghasilakn sesuatu, seperti mengasuh anak, melayani anggota keluarga, menjahit, dan mencuci piring, dikategorikan sebagai kerja reproduksi. Kemudian reproduksi ini dibedakan menjadi beberapa bagian: reproduksi biologis( melahirkan anak), reproduksi tenaga kerja(sosialisasi dan pengasuhan), dan reproduksi dan struktur sosial(proses produksi dan pelestarian hubungan produksi dan struktur sosial). Pandangan bahwa perempuan hanya memiliki peran domestik itu didukung juga oleh para musafir, sungguh pun tidak ada teks apa pun dalam AL-Quran yang membagi peran atau pembagian kerja semacam itu. Kalaupun ada pembagian peran ada dalam sejarah masyarakat islam masa Nabi Muhammad SAW, tetapi itu tidak berarti membatasi peran perempuan hanya pada sektor domestik. Yang mengurusi rumah tangga, pada masa itu, justru diberikan nilai yang sama(pahala) dengan laki-laki yang pergi berjihad.
Pandangan atau keyakinan masyarakat tentang cara seorang perempuan atau laki-laki seharusnya bertingkah laku dan berpikir disebut gender. Sebagai contoh, pandangan bahwa perempuan harus pandai memasak, merawat diri, dan bersifat lemah lembut, atau keyakinan bahwa perempuan selalu emosional dan sensitif. Di sisi lain, laki-laki sering dianggap sebagai pemimpin, perlindungan, kepala keluarga, rasional, dan tegas.
Berkenaan dengan masalah hubungan antara laki-laki dan perempuan, maka prinsip-prinsip dasar Al-Quran menggambarkan sudut pandang egalitir. Dalam ayat Al-Quran dengan jelas menegaskan status yang sama untuk kedua jenis kelamin. Misalnya dalam surat Al-Hujarat(13).
يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi maha mengenal.
Tertulis bahwa Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan yang berbeda-beda kebangsaan dan kesukuan, dengan tujuan agar mereka saling mengenal.Al-Quran adalah untuk memelihara kehidupan sosial dimana indvidu berperilaku dengan makarim ahlak. Meraka menghormati nilai-nilai Kemanusiaan universal Seperti keadilan,kebebasan menguangkapkan hak asasi manusia, dan kesetaran salah satumisi yang dibawa islam kepada umat Manusia adalah mengangkat derajat perempuan dan menjadikan nya sejajar dengan setatus laki-laki.sebelum datangnya islam,ada Tradisi di arab jahiliayah yaitu mengubur hidup-hidup anak perempuan(female infanticade) karena dianggap sebagai beban atau aib bagi keluarga.ketika islam datang,tradisi ini di hapuskan diakui sebagai individu yang memiliki hak ,termasuk hak milik dan warisan. Sebelumnya disisi lain, sebagai konsekuensi dari sistem patriarkalgnatik,perempuan arab jahiliyah tidak memiliki akses ke warisan. Sebaliknya, mereka adalah propeti yang diwariskan oleh laki-laki. Perempuan janda kadang-kadang dipaksa untuk menikahi mereka anak tiri atau saudara laki-laki suaminya karena statusnya sebagai bagian dari harta warisan. Sekali lagi, islam datang untuk mengutuk dan melarang praktik levirat ini. Oleh karena itu, demikianlah adanya doktrin islam memberikan status yang tinggi kepada perempuan.