Mohon tunggu...
Ahmad Ashim Muttaqin
Ahmad Ashim Muttaqin Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Alumni Madrasah Mu'allimin dan penikmat kegaduhan negri.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ormas sebagai Ummatan Wasathan

1 Agustus 2019   10:53 Diperbarui: 5 Agustus 2020   14:25 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.hidayatullah.com/

Perhelatan Pemilu 2019 telah usai, Mahkamah Konstitusi juga telah mengetok palu gugatan dan Komisi Pemilihan Umum memutuskan bahwa nahkoda yang membawa kapal besar bernama Indonesia untuk 5 tahun ke depan adalah Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Rakyat Indonesia hanya tinggal menunggu tanggal 20 Oktober 2019 sebagai hari pengucapan sumpah dan janji sebagai Presiden Indonesia. 

Perjalanan panjang yang melelahkan di masa kampanye hampir dirasakan semua pihak, baik para kontestan pemilu maupun rakyat biasa yang secara pasif tidak ikut dalam perpolitikan. Euforia dan antusiasme yang sangat tinggi membuat rakyat mau tidak mau harus ikut meramaikan pesta demokrasi ini.

Tak terkecuali kelompok-kelompok di tataran masyarakat, terutama yang berbentuk ormas dengan jumlah massa konkrit yang banyak. Meskipun secara ideologis dan administratif mereka merupakan kelompok yang netral, tapi selalu saja ada kepentingan-kepentingan yang ingin mereka gapai di kontestasi pemilu kemarin. 

Baik yang menyatakan secara terbuka mendukung salah satu kubu, atau yang menyampaikannya secara tertutup dengan bekerja di balik layar.

Mereka berani menyodorkan kepentingannya, karena kelompok-kelompok ini memiliki massa pasti yang jumlahnya tidak sedikit dan menjadi nilai jual kepada kontestan. 

Sehingga ketika pemenang pemilu sudah keluar, bisa dipastikan mereka akan meng-akomodasi kepentingan-kepentingan kelompok yang mendukungnya. 

Fenomena seperti ini sebenarnya adalah hal yang lumrah di sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah tanggung jawab moral kelompok-kelompok tersebut, terutama bagi kelompok yang secara jelas tidak mengikuti politik praktis. Pengobralan nama ormas hanya demi syahwat politik sesungguhnya adalah perilaku yang salah. 

Kritik semacam ini sudah berulang kali disampaikan oleh banyak orang, tapi tetap saja tidak mampu membuat ormas menjadi lebih adil di dalam kancah politik.

 Dan untuk saat ini, mungkin kurang bijak jika membahas terlalu mendalam mengenai kiprah ormas dalam mensukseskan pesta politik. Akan lebih tepat jika membahas, apa yang sebaiknya dilakukan ormas ketika pesta politik telah usai.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 143, bahwa umat Islam terbaik adalah yang berada di tengah atau ummatan wasathon. Tentu ayat seperti ini tidak bisa dimaknai secara tekstual saja, melainkan melalui pemaknaan kontekstual juga. 

Pemaknaan secara ilmu tafsir juga berbeda-beda, namun secara umum dapat ditemukan kesamaan bahwa makna berada di tengah adalah menggabungkan gejala yang terbaik dari dua hal yang bertentangan.

Kuntowijoyo meng-analogikan ayat ini dengan pertanyaan individu atau negara?. Maka jawaban ala ummatan wasathon adalah berada di antara keduanya. 

Secara sederhana, ummatan wasathon bisa diartikan sebagai sintesa yang melihat pertentangan ini dari segala perspektif, sehingga muncul "jalan tengah" yang terbaik. Akan menjadi salah apabila memaknai ummatan wasathon ini sebagai pernyataan "bukan individu bukan pula negara".(Kuntowijoyo: 1997, 4)

Ummatan wasathon ini seharusnya tidak berhenti dalam lingkup konsep dan gagasan, tetapi juga terealisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Fakta sejarah mengungkapkan bahwa implementasi konsep ini, berhasil membuat kehidupan menjadi lebih tenang dan berarti. 

Seperti yang dilakukan oleh ICMI yang mempertemukan dikotomi-dikotomi dalam sejarah Indonesia, juga duet BJ Habibie-Adi Sasono yang digambarkan sebagai pertemuan antara negara dan rakyat, atau arus atas dengan arus atas.

Nah sikap seperti inilah yang seharusnya bisa ditunjukkan oleh ormas-ormas di Indonesia. Dengan mengesampingkan syahwat politik, mereka seharusnya bisa mendayung di antara dua pulau. 

Ketegasan politik netral yang jelas dan lugas, dengan tidak memihak salah satu kubu, akan membuat mereka bisa melihat secara objektif, tidak terpengaruh pikiran pemerintah maupun oposisi.

Ormas sebagai "penyambung lidah rakyat" diharapkan benar-benar bisa mampu menangkap gejala-gejala politik dengan perspektif rakyat. 

Kondisi perpolitikan saat ini tidak lagi menunjukkan representatif kebutuhan rakyat, baik oposisi maupun pemerintah. Masing-masing kubu saling mengklaim bahwa dirinyalah yang pro rakyat.

Tentu akan sangat bijak apabila melihat persoalan ini dengan ummatan wasathon, ketidak terikatan dan keseimbangan membuat mereka mengetahui mana kemungkinan yang terburuk, dan mana pilihan yang terbaik. 

Ruang gerak yang luas dan tak terbatas memungkinkan ormas menerima informasi yang sebanyak-banyaknya dan secara bebas melakukan proses seleksi.

Dengan netralitas tersebut, ormas akan memiliki kekuatan untuk menekan pihak-pihak yang bertentangan, baik oposisi maupun pemerintah. Langkah seperti ini akan membuat ormas menjadi besar secara kualitas, tidak hanya secara kuantitas saja. 

Penerapan ummatan wasathon  yang maksimal akan memberikan dampak yang positik dengan timbulnya ketenangan dan kebermanfaatan yang luas berkat pilihan-pilhan yang terbaik.

Prinsip ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW bahwa sebaik-baik perkara adalah pertengahan. Tapi, apakah ada ormas yang benar-benar netral di Indonesia?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun