Namanya Anggun, dia mahasiswi angkatan 2010, dua tahun di bawahku. Pertama kali kami bertemu saat minggu-minggu awal kuliah, saat dia masih masa ospek. Dia salah satu yang meminta tanda tanganku, tanda tangan senior. Yang menarik darinya, saat teman-temannya ramai berebut tanda tangan, dia hanya diam, santai menunggu kerumunan usai, dan selanjutnya dengan tenang menyodorkan buku tanda tangannya. Dia diam, tenang, dan tentu saja anggun seperti namanya yang bisa kulihat di name tag yang terkalung di leher putihnya. Aku pun terkesima.
.
Ternyata itu tak seberapa, pertemuan berikutnya, kuliah sudah berjalan satu bulan, dan masa ospek pun telah usai. Saat itu aku sedang di perpustakaan. Jangan dikira aku mahasiswa yang rajin, bukan rak buku text yang aku obrak-abrik, melainkan lorong yang penuh berisi novel-novel. Saat sedang asik memilih novel untuk kulahab saat weekend, dia datang. Pertemuan pertama dulu masih lekat dalam ingatanku, namun kali ini bayangan yang dulu harus segera kubuang,dan kuganti dengan sosok ini.
.
Dulu saat masih ospek, masih kelihatan banget masih seperti anak SMA, namun saat di perpus, setelah masa ospek selesai, dia terlihat hebat. Bukan dengan pakaian berlebih bak artis ibukota, namun sesuai namanya, anggun dengan rok panjangnya dan pakaian sederhana. Rambutnya yang hitam panjang, tergerai bebas, menghipnotis setiap mata yang melihatnya.
.
"Hi, nyari novel juga," sapaku seramah mungkin. "Iya nih, biasa buat nemenin weekend,mumpung ga banyak tugas," jawabnya ga kalah ramah. "Wah, weekend ditemenin buku? Emangnya ga ada yang ngajakin jalan?" tanyaku iseng sambil senyum-senyum kecil. "Halah, siapa juga yang mau ngajakin jalan," jawabnya sambil tersenyum. "Oh iya kenalin, namaku Dito, angkatan 2008," kataku sambil mengulurkan tangan. "Aku Anggun angkatan 2010."
.
Dia tidak menyambut uluran tanganku namun hanya mengatupkan kedua tangannya dan mendekatkan ke tanganku. Wah apa-apaan ini, kataku dalam hati, tapi biarlah. Kami pun melanjutkan obrolan, menanyakan novel kesukaan masing-masing, sedikit tentang kuliah, dosen, dan kami pun berpisah dengan membawa beberapa novel di tangan. Pertemuan yang mengesankan, namun ada yang kurang, kami berpisah tanpa aku berhasil mengorek no hp maupun emailnya, salahkah? Tapi tenang saja, aku tahu novel yang dia bawa pulang, paling tidak ini bisa untuk bahan percakapan, atau alasan untuk menyapa kali lain kami bertemu.
.
Weekend setelah pertemuan itu terasa lain. Dua buah novel yang aku pinjam hampir tidak aku sentuh. Bayangan Anggun seakan tidak pernah bisa lepas dari pelupuk mataku. Sabtu Minggu itu aku banyak berdiam dan senyum-senyum sendiri. Temen kosku mengatakan aku gila, dan terus bertanya ada apa. Aku hanya diam dan tetap senyum-senyum sendir, pengalaman ini terlalu berharga untuk kubagi, biarlah kusimpan sendiri. Mungkinkah ini cinta pada pandangan pertama. Kalau iya, oh begitu indahnya.
.
Dua minggu setelah pertemuan itu, aku dan dua orang temanku si Indra dan Rian makan siang di kantin kampus. Saat asyik-asyiknya makan, si Anggun berjalan melewati meja kami, dan tersenyum padaku, kemudian mengambil tempat kira-kira empat meja disamping kami. "Cakep ga bro, dia senyum ke gw tuh tadi," kataku sambil tersenyum kecil. "GR lo, dia senyum ke gw kali," kata Indra si ganteng playboy kampus di sampingku ini. "Ah becanda lo Ndra," kataku lagi. "Ga percaya lo, ni gw dah punya no hpnya," kata Indra sambil tersenyum lebar penuh kemenangan. Glek... Aku langsung tersedak, antara percaya dan tidak percaya, "Bohong lo, coba lihat, ga percaya gw," kataku sambil mencoba mengambil hp si Indra yang tergeletak di meja. "Eitssss enak aja, lo pengin nomernya ka? buru-buru Indra mengambil hpnya sambil tersenyum mengejek.
.
Sial sekali kalau Indra ikutan ngincer si Anggun. Bukan apa-apa, Indra itu cowok brengsek, playboy,cuma seneng main-main aja. Parahnya banyak cewek yang ketipu rayuan gombalnya. Emang dia ganteng sih, kaya pula. Tapi aku ga rela kalau Anggun ikut jadi korbannya.
.
Setelah itu aku lebih serius PDKT ke Anggun, sudah kalah satu langkah sama Indra, ga boleh kalah lagi. Dalam satu minggu aku sudah bisa dapetin no hpnya, sekaligus email, berlagak minta buat kirimin e-book kumpulan novel-novel keren. Cuma repotnya kita beda tahun, kuliah beda, jadi susah nyari bahan ngobrol lain. Sok mau ngajarin kuliah, eh dia ternyata pinter ga ada masalah sama kuliah. Apalagi aku bukan tipe playboy yang kayanya pinter banget nyari bahan buat PDKT.
.
Satu bulan berikutnya, aku kembali kalah sama si Indra. Siang itu aku makan siang berdua saja si Rian. Tapi nun jauh di sebrang sana, Si Indra sedang makan sambil ngobrol asyik sama si Anggun. "Ga gabung ke sana lo To?" ledek Rian melihat mukaku yang masam, dan beberapa kali melihat ke arah mereka. "Sial lo, ga terima gw, lo kan tahu Indra playboy gitu, ceweknya yang terakhir dulu kan belum diputusin masih sering jalan dia," kataku bersungut-sungut. "Urusan dia lah bro," kata Rian.
.
Setelah itu, hubunganku dengan si Anggun sepertinya tidak ada kemajuan, masih seperti pertemanan biasa. Padahal dalam hatiku aku jatuh cinta setengah mati padanya. Parahnya sepertinya si Indra malah semakin dekat, sial banget, kayanya gampang banget si Indra deketin cewek.
.
*********************************************************************
.
Tiga bulan kemudian, aku membuka mataku di ranjang sebuah rumah sakit, kepala dan tanganku diperban. Hari itu hari minggu pagi. Malam sebelumnya aku dihajar Indra dan teman-temannya. Maklum saja, sorenya, aku sudah menunggu di depan kos Anggun sejak jam lima. Sebelumnya aku dapat sms dari Indra, "Hari ini kalah lo bro, Anggun bakal gw dapat malam ini, ha...ha..." Aku tahu maksudnya, jadi aku bergegas ke kos Anggun, menunggu, sembunyi di depan hingga Indra datang.
.
Begitu dia datang dan Anggun keluar, akupun keluar dari tempat persembunyianku dan langsung menghajar Indra, "Brengsek lo, gw ga peduli kalau lo main-main sama cewek lain, tapi gw beneran cinta sama Anggun, ga main-main kaya lo!" kita berdua berkelahi seru, Anggun berusaha melerai kami, setelah sepertempat jam bergumul, kami berhenti, Anggun menangis dan langsung masuk ke kosannya. Indra memakiku lalu langsung pergi dengan mobilnya. Sementara aku berjalan gontai kembali ke kosanku, aku kehilangan teman, dan ga tahu bagaimana dengan Anggun.
.
Saat akan memasuki gerbang kosku, tiba-tiba tiga motor berhenti di sampingku, mereka berenam, langsung turun dan menghajarku. Tentu saja aku kalah, dan babak belur. Aku tidak pernah punya masalah dengan siapapun, kecuali tadi dengan Indra, pasti dia yang nyuruh orang-orang ini, brengsek. Aku pun hanya meringkung, melindungi kepala, dan menahan pukulan dan tendangan yang bertubi-tubi, hingga akhirnya beberapa warga datang. Mereka lari, dan akupun pingsan.
.
Dan inilah aku, terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuh. Namun aku lega, hatiku senang karena berhasil menyelamatkan Anggun. Tidak tahu bagaimana dengannya setelah kejadian ini, yang jelas apapun perasaannya padaku, aku mencintainya, dan aku akan berusaha melindungi yang kucintai. Ternyata inilah cinta, tak terbalas pun rasanya bahagia. Apalagi kalau saling mencinta, tentu serasa dunia milik berdua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H