Jelang beberapa waktu ia berprasangka buruk pada sang pencipta Allah Subhanallah Ta'ala, bahwasannya ia mengatakan tidak ditakdirkan untuk belajar di STIS Putri dan Mondok di Kampus Hidayatullah Gunung Tembak, ia mulai merasakan kejenuhan, kesedihan karena kurang perhatian orang tuannya kembali. Tiba disuatu hari salah satu pengasuh santriwati mengkabarinya.
"Ukhti (saudara perempuan) ini ada telfon dari orang tuamu!" pesan pengasuh kepadannya.
"Ya kah?, alhamdulillah yaa Allah" jawab Rifaya dengan hati gembira.
Putus semangat, Karena terlalu gembira saat berkomunikasi dengan orang tuannya, ia juga merasakan kesedihan, ia nyatakan dirinnya dengan mundur dari pesantren. Rifaya berbincang dengan orang tua dan memohon izin untuk pindah sekolah ditempat lain.
Karena kurang kasih sayang, lanjutnya saat perbincangan itu berlangsung, mendengar permintaan sang buah hati orang tua menangis mendengarkanya.Â
Melihat perkataan barusan, sang ibu meminta maaf karena telah menghilangkan kasih sayangnya yang telah dilakukan beberapa tahun silam, Ibu pun memberi pesan yang bijak ke putrinya.Â
Ibunya mengatakan agar ia harus bertahan dan menuntaskan sarjananya di STIS putri Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan.
Dorongan motivasi dan semangat dari orang tuannya, perempuan yang memiliki hobby membaca ini membatalkan pernyataanya dan ia juga memiliki cita-cita besar untuk membangun pesantren di luar negri. Karena mendapatkan semangat dari orang tuannya, antusiasnya semakin kencang, ia siap kemanapun saat ditugaskan dari pondoknya kelak.
"saya siap dikirim kemanapun saat pelepasan wisuda kelak, yang penting bisa bangun pesantren, itu tujuan saya," tandas perempuan asal suku Bugis ini.
Memilih mondok, Â Alumni santriwati Hidayatullah Gunung Tembak ini juga sempat di daftarkan di perguruan tinggi bidang perawat karena desakkan tantenya, tetapi ia tiba-tiba menangis dan menolaknya, karenannya ia takut melepas hijabnya kelak.
"ya ana khawatirkan semisal di luar, pergaulan terlalu bebas," jelasnya