Mohon tunggu...
Mokona Modoki
Mokona Modoki Mohon Tunggu... -

Normal girl with a simple life :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rei

18 Maret 2015   21:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I love you

Aku mengalihkan mataku dari buku yang sedang aku baca kearah Rei yang sedang melihatku dengan wajah serius. “Hmm?”Tanyaku bingung. “Bilang apa tadi?”

I said, I love you.”

“Kenapa? Kok tiba-tiba ngomong gitu?”tanyaku sambil tertawa kecil. “I love you too, You’re my best friend.”

“Aku bilang ‘Love’ bukan ‘Like’”Kata Rei dengan tegas. “Aku cinta sama kamu.”

Untuk sesaat aku tidak mengerti dengan omongannya. Tapi kemudian mataku melebar setelah otakku bias memproses apa yang dia katakan. “Rei…maksud kamu, Love in a romantic way?

Rei mengangguk.

Dadaku berdegup kencang dan kepalaku tiba-tiba terasa kosong. Aku nggak tau musti gimana, aku nggak pernah menyangka kalau Rei punya perasaan khusus terhadapku. Selama ini, aku hanya menganggapnya sebagai teman baikku, tidak lebih dan tidak kurang. Aku sayang sama dia kayak saudara ku sendiri, dia teman terbaikku, tempat aku berkeluh kesah, tempat aku melarikan diri dari kenyataan. Aku bahagia bersamanya. Tapi hanya itu, tidak lebih.

“Rei, aku….”aku tidak tau harus menjawab apa. Akhirnya aku terdiam, pikiranku kembali ke hari dimana aku pertama kali bertemu dengan Rei

Awal pertemanan ku dengan Rei dimulai di sebuah toko buku. Aku melihatnya berdiri sambil menimbang-nimbang dua buku ditangannya dengan wajah bingung. Aku melirik sampul buku yang di pegangnya dan mulutku membentuk huruf ‘O’. Dua buku yang dipegangnya adalah novel yang sudah aku baca sebelumnya. Aku melirik wajahnya yang masih berkerut, sepertinya bingung memutuskan mana yang akan dia beli.

“Yang ini aja.”Kataku sambil menunjuk buku di tangan kanan nya. “Aku udah baca dua-duanya dan menurutku yang itu lebih bagus, isinya lebih bikin greget.”

Rei melihat kearahku, heran karena tau-tau ada orang yang tidak dikenalnya tiba-tiba mengajaknya bicara. Kemudian pandangannya beralih ke buku di tangan kanan nya. “Gitu ya.”

“yups.”Kataku sambil mengangguk. “Ah, tapi itu cuman menurutku sih, siapa tau selera kita beda.”

Well, aku coba aja deh.”Kata Rei sambil tersenyum. “Thanks.”

“sama-sama.”Kataku lalu beranjak ke rak sebelah, ke deretan novel-novel detektif. Aku melirik lagi kearah Rei dan ternyata dia sudah berjalan ke arah kasir. Moga-moga aja dia suka bukunya, pikirku sambil meringis.

Kejadian itu tidak berbekas lama diingatanku. Aku pikir hanya sekali itu aku akan bertemu dengan rei sehingga aku tidak terlalu memikirkannya. Tapi ternyata aku salah. Dua bulan setelah itu aku bertemu lagi dengan Rei di toko buku yang sama. Aku sedang melihat-lihat komik baru ketika dia menyapaku.

“Hei.”

Aku berbalik dan melihat rei berdiri dibelakangku sambil tersenyum. Aku balas tersenyum, agak kaget karena tidak menyangka akan melihat Rei lagi. “Hei.”

“Kebetulan ya, ketemu lagi di sini.”Kata Rei, dia melangkah kesebelahku dan ikut melihat-lihat komik. “Suka komik juga ya? Aku kira cuman suka baca novel.”

“Hmm, komik buat selingan, kadang-kadang capek juga kalau baca tulisan mulu.”Kataku sambil mengangkat bahu. “Kamu juga suka komik?”

“Aku sih, lebih sering baca komik dari pada baca novel.”Kata Rei sambil tertawa kecil. “Novel cuman buat selingan.”

“Kita kebalikan ya.”Kataku sambil ikut tertawa.

“Ngomong-ngomong, thanks rekomendasinya.”Kata Rei tiba-tiba. “Aku suka bukunya, bikin deg-degan.”

“Bagus deh kalau kamu suka, aku agak khawatir takutnya kamu nggak suka tipe adventure kayak gitu.”Kataku sambil menghela nafas lega.

“Aku suka kok.”Kata Rei sambil menatapku, senyum masih membayang di wajahnya.

Untuk beberapa saat, aku dan Rei hanya terdiam. Tapi kemudian Rei mengulurkan tangannya. “Rei.”katanya.

“Oh.”Sambil agak kaget aku menjabat tangannya. “Nita.”

Setelah itu aku dan Rei bertukar nomor hape, lalu kami mulai sering bertukar sms. Dari situ aku tau kalau Rei tinggal tidak jauh dari rumahku. Dia seumuran dengan ku dan sama sepertiku dia adalah anak tunggal. Aku sering menghabiskan waktu dengannya, kadang hanya berdiam dirumahnya atau dirumahku sambil mendengarkan musik dan membaca buku. Atau menghabisakan waktu jalan-jalan ke toko buku. Aku dan Rei memiliki selera buku yang sama.

Aku dan Rei menjadi teman dekat.

Tapi hari ini Rei tiba-tiba menyatakan cintanya padaku. Dan aku tidak tau harus bagaimana merespon perasaannya.

“Rei.”Kataku setelah berdiam diri sambil memikirkan jawaban yang aku harap tidak akan menyakiti perasaannya. “Aku minta maaf kalau aku pernah ngelakuin sesuatu atau bilang sesuatu yang bikin kamu salah paham, tapi aku hanya menganggapmu sebagai teman baikku, tidak lebih. Aku tidak bisa menerima pernyataan cinta kamu.”

Rei melihatku dengan pandangan sedih. “Aku tau kamu juga mempunyai perasaan yang sama terhadapku, aku tau dari tatapan mata kamu. Kenapa kamu mengingkari perasaan kamu sendiri?”

“Kamu salah Rei.”Kataku tegas, dadaku berdegup kencang. Aku tidak menyangka kalau Rei memperhatikan semua tingkah lakuku seperti itu.

“Kamu takut? Kamu takut orang akan melihatmu dengan pandangan aneh? Kamu takut akan pandangan orang terhadapmu?”Rei mencengkeram pergelangan tanganku, suaranya bergetar.

“Kamu salah.”Kataku dengan suara pelan. “Aku nggak pernah peduli apa pendapat orang terhadapku, kamu tau itu.”

“Lalu kenapa? Aku tau kamu juga cinta sama aku, kenapa kamu nggak bisa membalas perasaanku? Kenapa kamu mengingkari hati kamu sendiri kalau bukan karena takut sama pendapat orang-orang disekitarmu?”Tanya Rei tajam. Aku sedikit takut mendengar nada bicara nya, baru sekali ini aku mendengar Rei bicara dengan nada tajam seperti itu apalagi aku tau nada itu ditujukan kepadaku.

“Fine.”Aku menatapnya sambil menghela nafas. “Aku emang punya perasaan terhadapmu dan selama ini aku berusaha keras untuk tidak menghiraukannya, karena aku tau perasaan itu salah.”

“Mencintai seseorang nggak ada yang salah.”Kata Rei masih mencengkeram pergelangan tanganku.

“Aku takut Rei.”Kataku mengakui.

Rei tertawa getir. “Bukankah tadi kamu bilang kamu nggak takut sama penilaian orang-orang disekitarmu?”

“Aku bukan takut pada manusia.”Kataku akhirnya. “Aku takut sama Tuhan.”

Rei terdiam mendengar kata-kataku. Buat Rei, mencintai orang tidak ada hubungannya dengan Tuhan. Tapi buatku Tuhan adalah hukum yang tidak bisa aku langgar.

“Aku minta maaf kalau selama ini tanpa sadar aku ngasih sinyal yang salah sama kamu. Kadang aku merasa terlalu nyaman sama kamu sampai aku lupa bahwa ada batas-batas yang seharusnya aku camkan dalam hati dan pikiranku.”Kataku. aku melepaskan tanganku dari cengkeraman tangan Rei dan menangkupkan telapak tangaku di pipinya.

Rei memalingkan wajahnya dan itu membuat hatiku terasa sakit. Rei tidak pernah memalingkan wajahnya dari ku.

“Bisa tolong tinggalin aku sendiri?”kata Rei dengan nada datar.

“Renata, please.”Kataku dengan sedih, sudah lama aku tidak memanggil Rei dengan nama panjangnya. Rei tau aku hanya memanggilnya begitu hanya saat aku marah maupun saat aku ingin berbicara serius dengan nya.

“Aku pengen sendiri dulu.”Rei memandangku dengan pandangan yang tidak bisa aku baca. Dia berusaha tersenyum tapi aku bisa melihat air mata di pelupuk matanya. “I’ll call you later.”

Akhirnya aku mengangguk namun aku tidak berharap Rei akan benar-benar menghubungiku. Aku kenal Rei seperti Rei mengenalku. Kami sama-sama tipe orang keras kepala. Dia akan butuh waktu lebih lama dari pada sekedar beberapa jam untuk bisa berbicara lagi denganku. Aku berdiri dan menyampirkan tas ku dibahuku. “Aku harap kita masih bisa berteman.”

“Aku juga.”Kata Rei, masih memandangku.

Aku keluar dari rumah Rei dengan perasaan campur aduk, aku tidak menyangka kalau pertemananku dengan Rei kemungkinan akan berakhir seperti ini. Kalau saja aku atau Rei dilahirkan sebagai laki-laki, mungkin semua tidak akan berakhir seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun