Mohon tunggu...
Kresno Aji
Kresno Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Linux & LaTeX Specialist

Baru saja menyelesaikan S2.\r\nSuatu keinginan untuk menulis di bidang sosial budaya, terutama budaya Jawa. Analisa politik ditulis dalam bahasa Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Togog Menjadi Raja

7 Agustus 2015   14:32 Diperbarui: 7 Agustus 2015   14:32 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari awal dukungan para penonton pun sudah diarahkan kepada Togog, karena kelihaian Sengkuni. Pada saat datang ke arena pertandingan para penonton sudah diberikan rokok gratis berikut minuman pembuka terkenal di negeri itu yaitu “chong yang”, merupakan minuman yang sangat memabukkan dan digemari para generasi muda di negeri itu sepeninggal para Pendhawa. 

Selain itu, juga karena pandainya Sengkuni memainkan peran sebagai tim sukses, Togog dicitrakan sebagai calon raja yang ramah, merakyat dan merupakan wakil dari “kawula alit” atau rakyat jelata. Sehingga merupakan jawaban doa dari rakyat yang tertindas dan mewakili suara rakyat. Vox Populi Vox dei bahasa kuliahnya. Selain itu Togog juga ringan tangan, tidak segan-segan untuk turun kebawah, hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan Togog untuk blusukan sampai ke kandang-kandang sapi dan kambing mengambil kotorannya untuk dijadikan pupuk organik dan dijual mahal.

Warga yang sedang mengalami “krisis kepercayaan”, pada dasarnya sudah bosan dengan kepemimpinan para panakawan pun akhirnya memilih Togog, dengan harapan bisa membawa angin segar dalam kehidupan bermasyarakan dan bisa membawa kemakmuran bagi warganya. Di mata para Kurawa sendiri, keberadaan si Togog diharapkan bisa menjadi perpanjangan tangan mereka. Selain Togog ini “gaul” juga gampang diperintah dengan dijanjikan harta, tahta dan wanita.

Berbeda dengan Limbuk yang memang merupakan anak lurah, biarpun sama-sama berprofesi utama sebagai babu. Tapi Limbuk susah diperintah dan diarahkan, kalau bukan karena keinginannya sendiri dia tidak mau melaksanakan perintah juragannya dengan baik. Kalau dimarahi, Limbuk bakal ngambek dan tidak mau makan berhari-hari kalau tidak enak. Ibunya sendiri pun hanya bisa mengelus dada suaminya, daripada ribut sama anaknya, Cangik lebih baik berangkat ke pasar menjual beras. Nanti akan ditukarkan dengan pizza dan hamburger kesukaan Limbuk. Padahal, bila lagi doyan makannya si Limbuk bisa satu keranjang.

Setelah menjadi raja, kelakuan Togog tidak jauh veda dengan Petruk. Disuguhi pizza mintanya semayi, padahal di kota raja yang jual semayi tidak ada. Lain hari minta disewakan becak pada acara peninjauan lapangan, dengan alasan becak tidak menimbulkan polusi udara dan merakyat. Padahal Togog lupa kalau becak sudah digusur dari kotaraja sejak jaman jadoel. Akhirnya daripada ribut, diambilkan becak dari kota sebelah dengan truk khusus. Setelah tiba di tempat acara, tukang becaknya mati kecapekan, karena jarak yang ditempuh 50 km dengan kecepatan lebih dari 60 kilo untuk mengejar pengawal di depannya.

Setelah menjadi raja, Mbilung diangkat secara resmi sebagai Maha Patih Amartapura. Mbilung yang dulu merupakan juragan kodok dan saingan ini dirangkul Togog, dengan harapan bisa memuluskan upayanya untuk menjadi raja di Amartapura. Dengan segenap dukungan dari teman-teman dan rekanan Mbilung, masalah dana bisa tercover dengan baik. Namun, ternyata “perkawinan” politik dan bisnis ini tidak bisa berjalan dengan baik. Dua orang ini kemana pun selalu berlawanan arah. Bila Prabu Togog sudah mengeluarkan persetujuannya giliran Mbilung ngambeg menolaknya Ibaratnya, Togog makan singkong Mbilung malah minta keju, tidak pernah akur. Sehingga, jalannya pemerintahan mirip OVJ, tidak jelas dan tidak ada kepastiannya.

 

Harga-harga di pasaran mulai merambat naik tanpa kejelasan kapan bisa turun, cabe di pasar dari 20 kepeng ganti harga menjadi 80 kepeng sekilo. Uang kepeng sendiri mengalami penurunan drastis dibandingan dengan uang benggol di pasaran dalam negeri dan internasional. Pedagangan mulai surut, karena sepinya permintaan pasar akibat penurunan nilai uang kepeng. Banyak kuli-kuli yang di-PHK karena sepinya penjualan, sementara itu pungli dan upeti semakin meraja-lela. Di lain pihak, Prabu Togog mencanangkan pertukaran warga dengan manca negara, dengan alasan untuk menyamakan persepsi dalam bernegara, dengan mengimpor jutaan penduduk manca negara menjadi buruh di Amartapura. Sementara jutaan kuli di dalam negeri sendiri terkena PHK dan laju perdagangan semakin surut.

 

Togog dan Mbilung tidak berani berhadapan langsung dengan prajurit manca negara, malah mengadu domba warga untuk memusuhi keluarga para Pandhawa. Sehingga, tidak lama keadaan negara tidak semakin baik malah semakin kacau. Masyarakat yang tadinya mengharapkan timbulnya satria piningit malah mendapatkan satria bergitar. Mengharapkan munculnya ratu adil malah yang muncul ratu dangdut.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun