Saya sangat tertarik dengan perbincangan antara Wakil Menteri di Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Prof. Stella Christie, dengan wartawan kondang Andy F. Noya dalam acara Kick Andy yang membahas tema "Otak vs AI".Â
Diskusi ini mengupas secara mendalam keuntungan dan kerugian eksistensi Artificial Intelligence (AI) di dunia modern. Salah satu bagian menarik dalam percakapan tersebut adalah ketika Prof. Stella mengungkapkan bahwa AI memberikan jawaban berdasarkan data yang telah ada dan diprogramkan.Â
Namun, data ini terus berkembang dan tak jarang mengandung bias yang dapat mempengaruhi keadilan dalam pengambilan keputusan.
Fenomena ini dapat kita temukan lebih lanjut dalam buku Noise: A Flaw in Human Judgment karya Cass Sunstein, Daniel Kahneman, dan Olivier Sibony, yang menguraikan bagaimana bias dalam data dapat merusak objektivitas dalam pengambilan keputusan.
Lantas, apa sesungguhnya yang dimaksud dengan data?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), data adalah keterangan yang benar dan nyata, atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian, analisis, atau kesimpulan. Dalam pandangan Arikunto Suharsimi, data adalah serangkaian fakta dan angka yang digunakan untuk menyusun informasi. Sementara itu, menurut Slamet Riyadi, data adalah sekumpulan informasi yang diperoleh melalui pengamatan dan dapat berbentuk angka atau simbol.
Dunia dapat kita pahami dengan menggali data dari berbagai sumber, seperti yang disediakan oleh website undp.org yang memuat informasi tentang kondisi global. Sebagai contoh, jumlah penduduk dunia diperkirakan mencapai 8,12 miliar pada tahun 2024.
 Pertumbuhan ini mencerminkan kemajuan dalam bidang teknologi, kesehatan, dan infrastruktur yang mendukung berkembangnya populasi sejak tahun 1980. Pada tahun 2020, dunia menghasilkan 47,5 ribu juta ton setara karbon dioksida angka ini terus meningkat sejak 1990.
Sementara itu, data dari tahun 2022 menunjukkan bahwa 9% dari populasi dunia masih hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem, dengan pendapatan kurang dari $2,15 per hari. Meskipun ada kemajuan, angka ini masih terlampau tinggi.
Di sisi lain, pada tahun 2020, sekitar 90,44% dari populasi dunia sudah memiliki akses listrik---suatu pencapaian signifikan dalam pembangunan infrastruktur. Rata-rata konsumsi energi per kapita tercatat mencapai 21.000 kilowatt-jam per tahun pada 2022, meningkat sejak tahun 1980. Namun, dunia masih menghadapi ketimpangan gender yang cukup signifikan, dengan skor 0,46 pada tahun 2022 dalam skala 0 hingga 1.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dunia mencatat skor 0,74 pada tahun 2022, menunjukkan peningkatan kualitas hidup sejak tahun 1990.
Membaca  Arah Dunia
Melalui data-data global ini, kita tidak hanya mendapatkan gambaran tentang kondisi dunia, tetapi juga bisa membaca ke mana arah dunia bergerak. Dengan memahami pergerakan ini, kita bisa lebih mudah merencanakan upaya-upaya untuk mengisi ruang-ruang yang dibutuhkan dalam mencapai pembangunan yang lebih berkelanjutan.
Namun, kita juga harus tetap waspada terhadap potensi bias yang terkandung dalam data. Seringkali, data yang kita andalkan untuk pengambilan keputusan membawa nilai-nilai atau kecenderungan yang bisa mempengaruhi hasil yang tidak objektif.Â
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mempertanyakan, menggali, dan memahami data dengan kritis agar dapat mengoptimalkan penggunaannya untuk tujuan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H