Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

SDG 1 No Poverty dalam Perspektif Teologi Pembebasan

15 Desember 2024   22:26 Diperbarui: 15 Desember 2024   22:26 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:www.freepik.com

Pada tahun 2030, diproyeksikan bahwa sekitar 575 juta orang di dunia masih akan hidup dalam kemiskinan ekstrem, sementara 84 juta anak akan terhambat akses pendidikannya dan tidak dapat bersekolah (un.org, 2024).

Tantangan kemiskinan ekstrem di masyarakat dunia sangat besar. Kemiskinan ekstrem, atau dalam istilah lain disebut sebagai "melarat", adalah kondisi di mana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi (www.tnp2k.go.id). 

Tidak ada seorang pun yang ingin berada dalam keadaan ini, namun tidak mudah keluar dari kemiskinan. Banyak variabel yang menyebabkan seseorang terperangkap dalam kondisi tersebut.

Salah satunya adalah pengalaman sejarah Amerika Latin pada abad ke-20, yang dilanda gejolak sosial-politik akibat tingginya kesenjangan sosial. Sebagian besar sumber daya ekonomi dikuasai oleh segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat terperangkap dalam kemiskinan yang meluas. 

Fakta historis ini kemudian melahirkan gerakan teologi pembebasan, yang menekankan perlunya memberikan prioritas pada kebutuhan dan perspektif kaum miskin. 

Teologi ini bertujuan melakukan analisis dan kontekstualisasi ajaran agama dalam konteks ketidakadilan sosial, serta mengadvokasi perubahan struktur sosial dan ekonomi yang menindas. 

Hal ini sejalan dengan tujuan SDG 1, yang bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk (Bappenas, 2024).

Konteks Lokal Indonesia

Di Indonesia, meskipun tidak secara formal disebut gerakan teologi pembebasan, prinsip-prinsip perjuangan untuk keberpihakan kepada rakyat miskin dan wong cilik sangat terasa. 

Dalam sejarah perlawanan rakyat, kita bisa melihat bagaimana ketidakadilan sosial dan ekonomi menyebabkan kesengsaraan bagi masyarakat kecil. Misalnya, protes-protes petani di wilayah Jawa yang tanahnya dirampas, pusat penghidupannya dihancurkan, hingga muncul gerakan-gerakan perlawanan seperti Sedulur Sikep, pemberontakan petani Banten, dan beberapa pemberontakan lain. Ini menggambarkan betapa ketidakadilan struktural membuat masyarakat jatuh dalam kemiskinan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun