Era digitalisasi saat ini menuntut transparansi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk organisasi yang bergerak di bidang sosial seperti Non-Governmental Organizations (NGO) dan Civil Society Organizations (CSO).Â
Dalam konteks ini, sustainability report menjadi cerminan nyata dari akuntabilitas dan komitmen organisasi terhadap keberlanjutan, terutama dalam mendukung agenda global Sustainable Development Goals (SDGs).
Selain melalui program, komitmen dan dukungan organisasi filantropi juga didorong melalui praktik dan operasional organisasi terhadap empat aspek keberlanjutan, yaitu ekonomi, lingkungan, sosial, dan tata kelola organisasi.Â
Upaya penyelarasan ini bisa diwujudkan melalui pelaporan keberlanjutan (sustainability reporting) sebagai salah satu bentuk pelaporan non-keuangan yang mendorong lembaga untuk menjalankan fungsi transparansi dan akuntabilitas bagi komitmen dan dukungannya terhadap isu dan persoalan keberlanjutan (filantropi.or.id, 2021).
"Mengabaikan sustainability report sama artinya dengan mengabaikan masa depan organisasi itu sendiri."Â
Pernyataan ini merangkum risiko besar yang dapat dialami oleh organisasi sosial jika mereka tidak memberikan perhatian pada laporan keberlanjutan.Â
Melansir www.pwc.com (2023) mengungkapkan jika sebagian besar yurisdiksi Asia Pasifik, 92% perusahaan memiliki target Sustainability Report.
"Di Indonesia, sustainability report telah diwajibkan bagi lembaga keuangan dan perusahaan terbuka sejak tahun 2019 dan perusahaan tercatat sejak tahun 2020. Namun, karena adanya COVID-19, penerapannya diundur ke tahun 2021. Pada tahun kedua penerapannya, 88% perusahaan tercatat di Indonesia telah menyampaikan sustainability report tahun 2022." (pwc.com, 2023).
Sustainability report sangat diperlukan agar stakeholders, termasuk masyarakat, mengetahui segala bentuk tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan.Â
Secara definisi, sustainability report adalah praktek pengukuran dan pengungkapan serta upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal (Sulistyawati, dkk, 2018).Â
Tidak berhenti di situ, pentingnya sustainability report di Indonesia didukung oleh pemerintah dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1997 mengenai lingkungan, Undang-undang No. 44 Pasal 66 Ayat 2 dan Pasal 74 Tahun 2007 mengenai kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan.
NGO/CSO sebagai mitra strategis perusahaan dan pemerintahan, barang tentu harus membaca gerak zaman yang telah bergeser menuju paradigma keberlanjutan. Abainya NGO/CSO dalam penyusunan sustainability report dapat menimbulkan dampak-dampak yang merugikan, seperti: 1. Hilangnya kepercayaan donor dan pemangku kepentingan, 2. Sukar mendapatkan pendanaan jangka panjang, 3. Kinerja internal yang kurang terukur dan kurang efisien, 4. Menghadapi tantangan reputasi yang tidak "aware" terhadap kebutuhan publik akan komitmen terhadap sustainability.
Mengabaikan sustainability report bukan hanya sekadar melewatkan kesempatan untuk transparansi, tetapi juga mengabaikan masa depan organisasi. Dalam konteks global dan nasional, NGO/CSO perlu memahami bahwa keberlanjutan bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan untuk tetap relevan dan dipercaya di era modern ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H