Kota Surabaya kembali mencuri perhatian publik dengan kemunculan prosesi kampanye memilih kotak kosong dalam pilkada mendatang.
Gerakan Coblos Kotak Kosong Surabaya, yang memobilisasi kerumunan massa, menyoroti kegagalan partai-partai politik dalam menyerap aspirasi masyarakat.
Koordinator Gerakan Coblos Kotak Kosong Surabaya, Harijono, menjelaskan bahwa gerakan ini adalah bentuk protes terhadap pimpinan partai yang dianggap lebih mementingkan konsolidasi kekuasaan daripada kesejahteraan rakyat.
"Pada Pilkada Surabaya 27 November 2024 nanti, kami akan mencoblos kotak kosong sebagai bentuk perlawanan terhadap pimpinan partai yang tidak memenuhi kebutuhan rakyat dan hanya fokus pada pembagian kekuasaan,"Â ujar Harijono [Sumber: ngopibareng.id, 2024].
Pengunjuk rasa juga mengeluarkan beberapa deklarasi penting:
- Penolakan Calon Tunggal: Memilih kotak kosong sebagai bentuk penolakan terhadap calon tunggal dari partai-partai politik yang tidak peka terhadap aspirasi rakyat.
- Pesan Perubahan: Mengharapkan kemenangan kotak kosong akan memberikan pesan kuat kepada partai politik dan elit bahwa rakyat menginginkan perubahan nyata, bukan sekadar retorika politik.
- Fokus pada Kepentingan Rakyat: Mendesak pimpinan partai untuk kembali fokus pada kepentingan rakyat di atas segalanya.
Bagaimana Hukum Kampanye Kotak Kosong?
Berbagai opini masyarakat mengenai aturan dan regulasi terkait fenomena kotak kosong mulai terjawab setelah pernyataan dari Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Surabaya, Novli Bernardo Thyssen. Ia menjelaskan bahwa gerakan memilih kotak kosong bukanlah kampanye hitam.Â
"Pilkada adalah bagian dari demokrasi. Adalah hal yang wajar jika masyarakat menyuarakan aspirasinya, termasuk mendukung kotak kosong jika mereka tidak puas dengan calon tunggal. Ini adalah bentuk aspirasi, dan tidak ada masalah," ujar Novli [Sumber: suarasurabaya.net, 2024].
Hasil Survei dan Dampaknya
Survei yang dirilis oleh Accurate Research And Consulting Indonesia (ARCI) menunjukkan hasil pilkada Surabaya 2024.Â