Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Api Cinta Rahwana dalam Sendratari Kecak Melasti

6 Juli 2024   23:30 Diperbarui: 6 Juli 2024   23:37 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Dokumen Pribadi

"Tuhan, jika cintaku pada Sinta terlarang, mengapa kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku," -- Rahvayana

 

Ada ribuan tokoh yang mendefinisikan tentang apa itu sebenarnya cinta namun tidak ada satupun diantara mereka yang memiliki kebenaran mutlak yang lebih dari yang lain. 

Misalnya dalam buku The Art of Loving (2020) karya Psikolog kenamaan Erich Fromm mendefinisikan cinta sebagai kegiatan, bukan efek pasif; itu adalah 'berdiri', bukan 'jatuh cinta'. 

Dengan cara yang paling umum, karakter aktif cinta dapat digambarkan dengan menyatakan bahwa cinta terutama memberi, bukan menerima. Sementara menurut Jean Paul Sartre, Cinta adalah usaha untuk mengatasi keterasingan eksistensial melalui hubungan autentik dengan orang lain (ung.ac.id, 2024). 

Dalam pandangan saya definisi cinta tak pernah sama untuk setiap manusia, karena itu adalah sebuah pemberian dari Ilahi yang hanya dapat dirasakan tanpa mampu didefinisikan.

Bicara perkara cinta, ada sebuah kisah yang melegenda di berbagai belahan dunia, dituturkan dalam berbagai Bahasa, dan dituliskan dengan macam-macam aksara. 

Kisah itu adalah Ramayana, berisi tentang perjalanan Rama dalam pengasingan hinnga pertarungan melawan Rahwana dan runtuhnya Kerajaan Alengka (Dwistyawan dkk, 2017).

Saking populernya kisah ini ahli sejarah jawa kuno Prof. Dr. Porbajaraka memberi komentar, "Ini merupakan peninggalan leluhur Jawa, yang sungguh adiluhung, cukup untuk bekal hidup kebatinan"

Jika dirunut secara historis Bali dan Jawa kuno memiliki akar budaya yang sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun