Jika anda masih ingat gelaran MotoGP di Mandalika, Lombok, tentu anda tidak asing dengan Mbak Rara sang pawang hujan.Â
Mbak Rara adalah satu dari sekian produk kebudayaan menolak hujan di dunia. Jawa misalnya, ketika musim kawin dibulan-bulan yang dianggap mulia untuk melangsungkan pesta pernikahan, Para pawang hujan diminta bantuannya untuk membantu menyingkirkan hujan agar tidak turun ketika acara sedang berlangsung.Â
Umumnya para pawang melakukan ritual-ritual seperti mendirikan lidi di tanah lapang, membakar wewangian, dan ritual-ritual sebayanya.Â
Lain lagi di Cina, ada ritual "menembak hujan" dengan cara menyiapkan petasan untuk ditembakkan ke langit. Hal ini dipercayai dapat menakuti roh-roh jahat yang menyebabkan hujan, sehingga hujan urung jatuh.Â
Sementara di Eropa, ritual menolak hujan dilakukan dengan cara menari dengan membawa api.
Pemahaman manusia tentang hujan terbukti sangat beragam; positif atau negatif tentu menjadi hak anda pribadi dalam menanggapi hujan.Â
Namun saya sepakat dan senang dengan seorang sastrawan Indonesia, Agus Noor yang memandang hujan dengan kalimat berikut:Â
"Jangan melihat hujan dari apa yang jatuh, tapi pada apa yang akan tumbuh."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H