"Jangan berdebat di meja makan, bagi orang yang tidak lapar dia selalu mendapat posisi yang terbaik dari argumen ini." - Richard Whately
Kalimat ekonom Inggris, Richard Whatelly tersebut saya rasa tepat untuk menjadi kacamata untuk kita pakai memandang debat calon presiden maupun calon wakil presiden Indonesia.Â
Debat keempat cawapres, yang telah dinanti jutaan rakyat Indonesia ini secara spesifik mengambil tema : Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa.
Secara definisi, debat dianggap sebagai suatu kegiatan saling beradu argumen antarpribadi atau antarkelompok manusia untuk menentukan baik dan tidaknya suatu usulan tertentu yang didukung oleh suatu pendukung dan disangkal oleh penyangkal (Hendry Guntur Tarigan).Â
Kemudian Asidi Dipodjojo mendefinisikan debat sebagai proses komunikasi lisan yang dinyatakan dengan bahasa untuk mempertahankan pendapat.Â
Kedua, pendapat tersebut memberikan referensi pemahaman yang menjadi pengantar kita memahami dunia perdebatan.
Sejarah Debat
Tidak ada sumber yang bisa dijadikan rujukan paling otoritatif untuk menyebutkan kapan awal mula budaya debat bermula.Â
Namun jika kita mau sedikit berusaha melacak beberapa referensi, maka pasti akan kita temukan sebuah petunjuk.
Petunjuk itu berasal dari kebudayaan Yunani menjadi top of mind dalam dunia perdebatan dan filsafat.Â
Tentu setiap bangsa memiliki sejarah pergolakan filosofis dan perdebatannya masing-masing, semisal China, Eropa, India, Arab, bahkan Nusantara, tapi faktanya referensi kebudayaan Yunani lah yang banyak muncul dalam pencarian.Â
Hal ini mengingatkan kisah epik ketika Socrates ditanya tentang kriteria pemimpin.Â
Ia menjawab dengan pertanyaan balik, jika Anda ingin berlayar, apakah Anda akan mempercayakan tugas nahkoda kepada sembarang orang atau kepada ahli yang berpengalaman?Â
Potret percakapan ini tentu secara gamblang menggambarkan suburnya ekosistem perdebatan dalam kebudayaan Yunani.Â
Selain Socrates, masih ada Plato, Aristoteles, dan Cicero yang tak kalah menariknya untuk dikulik lebih dalam mengenai catatan perdebatannya.
Debat keempat cawapres yang akan diselenggarakan pada Minggu, 21 Januari 2024, menjadi sebuah objek menarik untuk dianalisis.Â
Saya selalu ingat kutipan Pramoedya Ananta Toer ketika menonton debat.
"Orang yang tak pernah mencangkul tanah, justru paling rakus menjarah tanah dan merampas hak orang lain."Â
Kutipan ini cukup tajam untuk kita gunakan sebagai pisau analisis yang berguna mengupas retorika dari masing-masing kandidat.Â
Aplikasi nyatanya adalah jika kandidat membuat argumen tentang Masyarakat Adat dan Desa, maka kita bisa cek seberapa sering ia berkunjung ke desa-desa untuk berbicara pada masyarakat kecil dalam satu tahun terakhir.Â
Demikian juga dalam sub tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, dan Agraria.Â
Seberapa jauh hal yang dilakukan oleh kandidat untuk berbuat dalam tema tersebut, bukan apa yang mereka katakan.Â
Karena sejuta kata akan kalah dengan satu tindakan.Â
Demikianlah cara ukur sederhana untuk mengetahui kualitas kandidat dalam debat cawapres mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI